Tengkolok
Jenis | Penutup kepala tradisional |
---|---|
Bahan | Songket |
Tempat asal | Asia Tenggara Maritim[1] |
Pemanufaktur | Suku Melayu[2][3][4] Banjar, Minangkabau,[5] Bugis, Makassar, Minahasa, Bajau, dan Kadazan |
Tengkolok, atau yang juga dikenal sebagai Tanjak, Destar (Minangkabau: Deta; Melayu Kelantan-Pattani: Semutar)[6][7] merupakan sebuah penutup kepala tradisional yang biasanya dikenakan oleh etnis Melayu dan Indonesia.[8][9] Biasanya, tengkolok digunakan oleh kaum laki-laki, meskipun begitu tengkolok juga digunakan oleh perempuan.[6] Tengkolok biasanya dibuat dari kain songket yang dilipat dengan sedemikian rupa (atau yang terkadang disebut sebagai solek). Pada masa lampau, tengkolok digunakan sebagai perlengkapan pakaian di Palembang yang dipakai oleh bangsawan dan tokoh masyarakat. Sementara pada masa sekarang, tengkolok digunakan untuk fungsi keupacaraan, misalnya pernikahan.[10]
Nama
Istilah "tengkolok", "Tanjak", dan "setanjak" merupaka sebuah sinonim. Kata "tengkolok" sendiri juga dapat diartikan sebagai "penutup kepala yang dikenakan oleh perempuan".[7] Akan tetapi, pengartian tengkolok sebagai penutup kepala yang dikenakan perempuan jarang digunakan pada masa sekarang, kecuali di beberapa wilayah di Jambi[6] maupun wilayah lain yang masih menuturkan bahasa yang serumpun, seperti bahasa Minangkabau).[11]
Namun, beberapa beranggapan bahwa "tengkolok", "tanjak", dan "destar" merupakan hal yang berbeda jika ditinjau dari jenis kain maupun cara pelipatan, meskipun kegunaanya sama. Tengkolok biasanya diartikan sebagai penutup kepala dari kain yang berkualitas baik dan memiliki banyak lipatan dan lapisan. Destar memiliki lipatan dan lapisan yang lebih sedikit dari tengkolok. Sedangkan tanjak memiliki lipatan yang serupa dengan tengkolok, akan tetapi lebih sederhana.[12][13]
Sejarah
Kerajaan Sriwijaya
Bagian ini ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Menurut sejarah, tengkolok atau tanjak pertama kali digunakan oleh masyarakat Sriwijaya di Sumatra. Konon katanya orang-orang Melayu Sriwijayalah yang pertama kali menggunakan tanjak dalam keseharian mereka.[8] Pada tahun 750 Masehi, Sang Jaya Bangsa atau Sang Rama Dhamjaya - Raja Sriwijaya yang berpusat di Palembang , Sumatera Selatan, telah menyerang kerajaan Langkasuka yang berpusat di semenanjung Tanah Melayu kini yang ketika itu berada di bawah pemerintahan Raja Maha Bangsa. Sehingga tahun 775 M, Sriwijaya berhasil menaklukkan Langkasuka dan semua jajahannya. Dari sini, penggunaan tanjak atau tengkolok diperkenalkan ke Semenanjung (sekarang bagian negara Malaysia). Bagaimanapun, pengaruh budaya Langkasuka seperti “kecopong” atau “ketopong” tetap dominan disana. Di semenanjung sendiri, peraturan penggunaan tengkolok atau tanjak bermula ketika Seri Teri Buana ditabalkan sebagai kerajaan bagi tiga kerajaan yaitu: Sriwijaya, Bintan dan Singapura lama. Dari segi geografi, Kepulauan Bintan dan Kepulauan Singapura adalah sebagian dari Semenanjung Tanah Melayu. Pengaruh, masuknya tengkolok, tanjak bermula dari selatan ke utara semenanjung. Pada era-era berikutnya, selepas penyebaran agama Islam, Sultan Melaka dan Johor-Riau-Lingga-Pahang mempunyai putera mereka sebagai raja atau sultan di tanah Perak, Jeram (Selangor), Johor, Terengganu dan Pahang. Terdapat juga di kalangan raja-raja Melaka dan Johor-Riau-Lingga-Pahang yang dilantik sebagai timbalan raja di tanah jajahan seperti Kelang (Selangor) dan Muar (Johor). Sultan Mahmud Syah (Kedah) telah pergi ke Melaka untuk menghadap Sultan Mahmud Syah (Melaka) untuk memohon penobatan. Di sinilah bermulanya sejarah tengkolok atau tanjak di negara Kedah. Sejarah tengkolok atau tanjak di negeri Kelantan bermula apabila Sultan Melaka menakluki negara Serendah (Seri Indah) Sekebun Bunga di bawah pemerintahan Sultan Gombak. Dari Kelantan, penggunaan tengkolok atau tanjak masuk ke Patani ketika Patani diperintah oleh anak raja dari dinasti Kelantan I dan dinasti Kelantan II. Pada era Kerajaan Persekutuan Besar Patani, penggunaan tengkolok, tanjak dan ikat kepala telah berkembang di negara Singgora (Songkhla, Phatthalung dan Satun) dan Ligor (Nakhon Si Thammarat). Di bawah pengaruh Kerajaan Kedah juga, penggunaan tengkolok, tanjak, dan ikat kepala telah berkembang ke Sendawa (Sadao), Setul (Satun), Terang (Trang), Ayer Kelubi (Krabi), Kuala Punga (Phang Nga), Bukit Pulau (Koh Phuket), dan Rundung (Ranong) di Selatan Thailand serta Tanah Sari (Tenasserim) di Selatan Myanmar.
Masa kini
Pada tahun 2019 Tanjak Palembang dicatat oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTB).[9] Untuk melestarikan Tanjak, Pemerintah Sumatera Selatan menghimbau kepada masyarakatnya untuk memakai tanjak. Gubernur Sumatera Selatan mengeluarkan Peraturan Daerah yaitu mewajibkan setiap bangunan di Sumatera Selatan wajib memakai ornamen atau atribut lambang/simbol berupa Tanjak, Songket atau ornamen khas budaya Sumatera Selatan lainnya, baik di gapura atau bagian bangunan tersendiri.[14][15]
Penggunaan
Pemerintahan
Tengkolok pada masa lampau biasanya digunakan oleh pemimpin maupun tokoh masyarakat. Pemimpin Tertinggi Malaysia, yakni Yang di-Pertuan Agong, menggunakan tengkolok sebagai bagian dari tata busana. Tengkolok yang diberi nama sebagai "Tengkolok Diraja" itu terbuat dari sutra hitam dengan benang emas. Di bagian depan terdapat bulan sabit dan bintang berujung sebelas yang terbuat dari emas putih bertatahkan berlian, bergambar Lambang Negara.[16]
Cerita rakyat
Tengkolok digambarkan dalam salah satu cerita rakyat di Malaysia tentang Muzaffar Shah (1528-1549), putra Sultan Malaka terakhir dikarenakan kala itu Kesultanan Malaka direbut oleh Portugis pada tahun 1511, diundang untuk memerintah wilayah Perak. Muzaffar Shah memulai perjalanannya melalui laut, dengan membawa serta tanda kebesaran kesultanan Malaka. Tidak jauh dari pantai Perak, kapal tersebut mulai tenggelam. Ia mencoba meringankannya dengan membuang semua muatan yang ada. Namun hingga Muzaffar Shah melemparkan mahkota ke laut, kapal tidak bergeming. Sang sultan menganggap ini sebagai tanda dari atas dan bersumpah bahwa dia tidak akan pernah memakai mahkota itu lagi. Sejak saat itu, menurut legenda, para sultan mulai mengenakan bukan mahkota kerajaan, melainkan tengkolok.[17]
Arsitektur
Bentuk dari tengkolok digunakan sebagai inspirasi desain dari Perpustakaan Nasional Malaysia yang terletak di Kuala Lumpur, Malaysia. Perpustakaan ini dirancang pada tahun 1994 oleh arsitek Ikmal Hashim Albakri dan Victor Chew. Desain dan konsep bangunan mencerminkan identitas Malaysia yang melambangkan "pencapaian intelektual ditambah inspirasi dari warisan budaya bangsa yang kaya" [sic].[18][19]
Referensi
- ^ "Sering Salah Kira, Rupanya Ini Bentuk Tanjak Asli Palembang".
- ^ "Fashion Leadership Theory at Songket Lepus Palembang".
- ^ "MENGENAL TANJAK PALEMBANG".
- ^ Kanwil Sumsel (2019). "Sosialisasi SP2020 "Partisipasi Aktif Lembaga Pemerintah dan Swasta Dalam Menyukseskan Sensus Penduduk 2020"". sumsel.kemenkumham.go.id (dalam bahasa Indonesian). Kantor Wilayah Sumatera Selatan - Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia. Diakses tanggal 5 Februari 2023.
- ^ "Mendalami Suku Minang, dari Adat dan Budaya hingga Keseniannya".
- ^ a b c Hartati M; Fatonah; Selfi Mahat Putri (2020). "Estetika Ragam Tengkuluk Pakaian Tradisional Masyarakat Melayu Jambi". JIUBJ. Universitas Jambi. 20 (2): 438–446.
- ^ a b "Carian Umum". prpm.dbp.gov.my. Diakses tanggal 2023-01-02.
- ^ a b "Mengenal Sejarah Tanjak Khas Palembang, Sudah Ada Sejak Abad Ke-8 Kerajaan Sriwijaya". (Indonesia)
- ^ a b "Tanjak Warisan Budaya Takbenda dari Sumatera Selatan".
- ^ "Warisan Budaya Malaysia: Pakaian dan Perhiasan Masyarakat Melayu – Perhiasan Kepala" (dalam bahasa Burma). Perpustakaan Negara Malaysia. Diakses tanggal 5 Februari 2023.
- ^ "Arti Tanjak Bagi Orang Melayu".
- ^ Gemala Kasturi (11 Juli 2010). "Stanjak, Tanjak, Destar, Tengkolok". Diakses tanggal 5 Februari 2023.
- ^ Nurulaqilah, Norsyafiqah, Julius (5 Agustus 2020). "The History of Tengkolok.pdf - THE HISTORY OF TANJAK". Universiti Teknologi Mara. Diakses tanggal 5 Februari 2023.
- ^ "Tanjak Menjadi Warisan Budaya Palembang". (Indonesia)
- ^ "Arsitektur Bangunan Gedung Berornamen Jati Diri Budaya di Sumatera Selatan". (Indonesia)
- ^ Tengkolok Diraja // V. Pogadaev. Малайский мир (Бруней, Индонезия, Малайзия, Сингапур). Лингвострановедческий словарь. (Terjemahan: Dunia Melayu (Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura). Kamus bahasa dan daerah.) М.:"Восточная книга", 2012, hal.668
- ^ Tengkolok di-Raja [1] Diarsipkan 20160916132913 di sembangkuala.wordpress.com Galat: URL arsip tidak dikenal
- ^ ":..Portal Rasmi Perpustakaan Negara Malaysia:." www.pnm.gov.my. Diakses tanggal 5 Februari 2023.
- ^ Reka Bentuk Bangunan PNM [2] Diarsipkan 20181123200745 di www.pnm.gov.my Galat: URL arsip tidak dikenal