Lompat ke isi

Bahasa Melayu Kotawaringin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bahasa Melayu Kotawaringin (Basa Teringin jawi: باسا تريڠين) adalah sebuah dialek bahasa Melayu yang dituturkan oleh penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat, Lamandau dan beberapa daerah di Sukamara. Dikenal dengan sebutan Basa Teringin, Kutaringin, Waringin dan terdaftar di Program Merdeka Belajar Episode ke-17 Kemendikbud sebagai Bahasa Melayu dialek Kotawaringin. Bahasa Teringin merupakan bahasa yang diperkirakan telah dipakai oleh masyarakat di Kesultanan Kutaringin sejak abad ke-17 dan masih umum digunakan hingga saat ini di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Lamandau di Provinsi Kalimantan Tengah


Bahasa Melayu Kotawaringin
Basa Teringin
باسا تريڠين
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
Penutur
+100.000
Kode bahasa
ISO 639-1xdy
ISO 639-2xdy (B)
xdy (T)
ISO 639-3
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Sejarah

Bahasa Melayu Kotawaringin adalah penyebutan untuk bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Melayu Kutaringin/Kotawaringin di Kabupaten Kotawaringin Barat dan sekitarnya. Masyarakat Kutaringin/Kotawaringin lebih sering menyebutnya dengan Bahasa Teringin begitu pula dengan identitas mereka yang diakui sebagai Orang Teringin, Dalam program Merdeka Belajar Ep. 17 bahasa ini disebut dengan Bahasa Melayu dialek Kotawaringin. Bahasa Teringin memiliki banyak kesamaan dengan bahasa pada rumpun bahasa ibanic, bahasa Teringin juga memiliki banyak kata serapan dari bahasa Banjar, Penyerapan ini terjadi pada masa berdirinya Kesultanan Kutaringin di Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat. Pengaruh bahasa Banjar tersebut bisa terjadi dikarenakan pendiri Kesultanan Kutaringin adalah seorang Pangeran Kesultanan Banjar yang bernama Adipati Antakasuma, beliau adalah anak dari sultan banjar ke-4 Sultan Mustainbillah dan saudara dari sultan banjar ke-5 Sultan Inayatullah. Rombongan Adipati Antakasuma datang ke Kutaringin untuk mendirikan sebuah kerajaan dan membuat perjanjian dengan masyarakat dayak setempat, perjanjian itu dilaksanakan di Desa Pandau antara Adipati Antakasuma dengan Demang Petinggi kepala suku masyarakat dayak setempat pada masa itu, perjanjian tersebut dilakukan dengan bermaterai darah dari dua orang yang dikorbankan, hingga sekarang perjanjian itu dikenal dengan Panti Darah Janji Samaya yang monumennya masih dapat dijumpai di Desa Pandau, Kecamatan Arut Utara. Perjanjian tersebut akhirnya membuat rombongan Adipati Antakasuma yang mayoritas merupakan masyarakat Islam Banjar dapat hidup berdampingan dengan masyarakat setempat, sehingga terjadilah banyak akulturasi.

Bahasa Teringin sudah dituturkan sejak sebelum ibukota Kesultanan Kutaringin dipindahkan ke Pangkalan Bun oleh Sultan Imanuddin sultan kutaringin ke-9 pada awal abad ke-19 (sekitar tahun 1806-1811), hal ini dibuktikan dengan masih berkembangnya Bahasa Teringin di Kotawaringin Lama dan bahkan Kota Pangkalan Bun diresmikan oleh Sultan Imanuddin dengan nama "Sukabumi Kutaringin Baru Pongkalan Bu'un" dimana nama pongkalan bu'un diambil dari bahasa teringin yang artinya "Pangkalan Bu'un" (Bu'un adalah nama sungai yang diambil dari nama penduduk asli pangkalan bun saat itu). Hingga kini, Bahasa Teringin masih terus dituturkan di Kota Pangkalan Bun bahkan penuturnya terus berkembang.

Penulisan

Aksara Jawi (Arab-Melayu)

Sebagai bahasa yang dituturkan oleh masyarakat melayu dan dipengaruhi oleh bahasa banjar, bahasa teringin dapat dituliskan ke dalam aksara jawi (arab-melayu). Walaupun akan terlihat sumbang jika bahasa teringin dituliskan ke dalam aksara jawi, karena bahasa teringin yang banyak menggunakan huruf 'o' akan susah dituliskan dengan huruf 'wau' dalam aksara jawi, hal tersebut dapat menyebabkan miskomunikasi antara penulis dan pembaca misalnya بوسار yang seharusnya dibaca "bosar" bisa saja malah dibaca "busar" kemudian لوچو yang seharusnya dibaca "loco" bisa saja dibaca "lucu".

Huruf Latin

Sampai saat ini, bahasa teringin umum dituliskan menggunakan huruf latin. Namun tidak adanya aturan baku dalam penulisan bahasa teringin menyebabkan beberapa perbedaan dalam penulisannya dikalangan masyarakat. Yang paling umum adalah penulisan kata usik/isik/sik yang berarti 'tidak', pelafalan huruf 'k' pada kata 'sik' sama dengan pelafalan huruf 'k' pada kata 'tidak', namun banyak juga masyarakat yang menuliskan kata 'sik' dengan tulisan 'usi/isi/si' dengan pelafalan yang sama.

Seni Sastra

Pantun Seloka

Pantun seloka atau umum disebut dengan "seloka" adalah sastra tutur yang hingga kini masih dilestarikan di Kotawaringin Barat dan sekitarnya. Kata seloka berasal dari bahasa sansekerta yaitu sloka. Seloka merupakan sebuah bait yang terdiri dari empat baris dan bersajak a-a-a-a serta dilantunkan dengan syair. Menurut Owen Sarumbi, salah satu budayawan teringin berpendapat bahwa seloka berawal dari kebiasaan orang-orang jaman dahulu, menurutnya orang-orang jaman dahulu memberikan nasihat ataupun sindiran berupa syair karena malu atau sungkan untuk menyatakannya secara langsung. Seloka masih menjadi seni budaya kebanggaan masyarakat teringin, bahkan setiap tahun diadakan lomba seloka mulai dari tingkat pelajar hingga tingkat umum se-Kotawaringin Barat. Balai Bahasa Kalimantan Tengah juga rutin menyelenggarakan Festival Seloka setiap tahunnya di Pangkalan Bun guna melestarikan kesenian daerah ini. Bahasa teringin juga selalu diterapkan dalam susunan bait seloka dan dilantunkan dengan nada syair yang merdu dan khas sehingga menjadikannya sebagai kesenian khas masyarakan teringin.

Tata Bahasa

Kosakata

Berikut adalah beberapa kosakata dalam bahasa kutaringin/teringin.

Basa Teringin Bahasa Indonesia
Aku Aku
Ikam Kamu
Ulun (halus) Saya
Pian (halus) Anda
Kola (klasik) Saya
Dika (klasik) Anda
Dia Dia
Hundin Kalian
Sidaknya Mereka
Hiba Bagaimana
Sopa Siapa
Usik/Sik Tidak
Nggeh/Heeh Iya
Tada Tidak
Nuhun Sana
Sini Sini
Damping Dekat
Dimona Dimana
Sega Cantik
Jahat Jelek/Jahat
Menyadi Saudara
Honda Mau
Seko Sendiri

Partikel

Partikel atau kata tugas sangat penting dalam penggunaan bahasa teringin. Bila suatu kalimat tidak menggunakan partikel maka kalimat tersebut akan terdengar rumpang. Berikut adalah beberapa partikel yang digunakan dalam bahasa teringin.

Partikel Penggunaan Arti Keterangan
-am Hibaam?, Sopaam? Lalu bagaimana?, Lalu siapa? -am adalah partikel yang paling

sering digunakan dalam bahasa teringin, biasa digunakan untuk menunjukkan masa lampau, perintah dan pertanyaan

-we/-wi/-bi Hiba we?, Sopa bi? Bagaimana ya?, Siapa ya? -we dan -bi memiliki arti yang sama

dengan partikel -ya?

-way/-bay Hiba way, Sopa bay Bagaimanakah, Siapakah -way/-bay memiliki arti yang sama

dengan partikel kah

-tay/-te/-ta Hiba tay, Sopa te Bagaimana-bagaimana?, Siapa-siapa? -tay memiliki arti yang sama dengan

partikel '-nah' yang digunakan dalam bahasa banjar, biasa digunakan untuk mempertegas kalimat dan masa lampau

-wa/-ba Koma wa, Samaan itu ba Begitulah, Begitulah -wa dan -ba memiliki arti yang kurang

lebih sama dengan partikel -lah bisa juga diartikan sebagai kata 'dong'

-ja/-gin Hiba ja?, Aku gin Bagaimana sih?, Aku saja partikel -ja bisa diartikan sebagai 'saja',

tapi -gin tidak bisa digunakan untuk menyatakan kata 'saja' walaupun berarti 'saja' karena sifatnya hanya sebagai partikel

-pa/-pan Isik pa, Hiba pan Tidak, Bagaimana juga bentuk lebih panjangnya -apa/-apan, maknanya kurang lebih sama dengan kata "ma"

Ciri Khas

  • Penggunaan huruf 'o'

Bahasa teringin memiliki ciri khas pada padanan katanya yang mengganti huruf 'a' atau 'e' pada suku kata pertama menjadi 'o', contohnya;

Basa Teringin Bahasa Indonesia
Bosar Besar
Gondang Gendang
Lobih Lebih
Tongah Tengah
Poluh Peluh
Kona Kena
Sorah Serah
Tobas Tebas
Koras Keras
Lomah Lemah
Torang Terang
Golap Gelap

Namun, tidak semua huruf 'e' dan 'a' pada suku kata pertama diganti menjadi huruf 'o', ada yang tetap seperti "tega", "sepak", "rela" dan lain-lain. Serta ada yang diganti menjadi huruf 'a' seperti "galas"

  • Penggunaan kata "Ma"

Kata "ma" dapat diartikan sebagai "saja". Dalam percakapan bahasa teringin sehari-hari kata "ma" selalu terdengar dan menjadi ciri khasnya, apabila seseorang berbicara menggunakan bahasa banjar di Sampit bahkan Palangka Raya lalu mengucapkan kata "ma" lawan bicaranya dapat menebak kalau dirinya berasal dari Pangkalan Bun. Dalam bahasa banjar ditemukan kata serupa yaitu "mah" sedangkan dalam bahasa teringin tidak menggunakan huruf "h" dibelakangnya atau samar. Penggunaan kata "ma" tak hanya sebatas sebagai kata "saja" tapi penggunaanya lebih luas, seperti pada kalimat "Sik ma" yang bila diartikan kurang lebih berarti "Nggak kok" kemudian "Haja ma" yang berarti "Sengaja"

Dialek

Karena penyebarannya yang tidak terlalu luas, bahasa teringin tidak memiliki banyak dialek dan walaupun ada, perbedaannya sangat sedikit dan terdengar sama antara satu dan lainnya, namun pembagian dialek bahasa teringin masih harus diteliti lebih lanjut karena belum ada penelitian resmi yang dilakukan selama ini. Berikut adalah perbedaan mencolok antara penutur bahasa teringin di daerah aliran Sungai Arut dan daerah aliran Sungai Lamandau.

Sungai Arut

Bahasa Teringin yang dituturkan oleh masyarakat teringin di Daerah Aliran Sungai Arut yang meliputi Kota Pangkalan Bun, Runtu, Kenambui, Sulung dan lain-lain ditandai dengan penggunaan partikel -tay dan -bay.

Sungai Lamandau

Bahasa Teringin yang dituturkan oleh masyarakat teringin di Daerah Aliran Sungai Lamandau yang meliputi Kotawaringin Lama, Rungun, Kondang dan lain-lain ditandai dengan masih banyaknya penggunaan partikel -tay dan -bay namun dengan menghilangkan huruf 'y' sehingga menjadi -ta dan -ba. Selebihnya penggunaan bahasa teringin diberbagai daerah cenderung sama dan seragam.

Referensi

[1][2][3]

  1. ^ "Sejarah Singkat". portal.kotawaringinbaratkab.go.id. Diakses tanggal 2022-03-22. 
  2. ^ Febriyana, Wahyu. "Kota Manis Pangkalan Bun dan Sejarah Panjangnya". mmckalteng. Diakses tanggal 2022-03-22. 
  3. ^ "Sekilas tentang Pangkalan Bun | | Bea Cukai Pangkalan Bun". 2017-04-19. Diakses tanggal 2022-03-22. 

[1][2][3][4][5]

Pranala luar

  1. ^ https://wiki-indonesia.club/wiki/Sungai_Arut
  2. ^ http://protomalayans.blogspot.com/2012/06/suku-dayak-arut.html
  3. ^ https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa2.php?idb=96&idp=Kalimantan%20Tengah
  4. ^ https://portal.kotawaringinbaratkab.go.id/en/node/3922
  5. ^ https://www.rri.co.id/palangkaraya/daerah/183685/revitalisasi-bahasa-daerah-kalteng-difokuskan-kepada-8-bahasa