Korps Brigade Mobil
Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (korps) tertua di dalam Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali pembentukan kepolisian Indonesia di tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru.
Brimob termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga juga tergolong ke dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung jawab dan lingkup tugas kepolisian.
Sejarah
Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan Tentara Sekutu brimob merupakan kesatuan paling pertama di Indonesia, pada mas penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu kaesatsutai. Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yaitu Sakanti YanoUtama
Beralih menjadi Mobrig
Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.
Menghadapi gerakan separatis
Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam mwenghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh.
Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.
Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.
Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.
Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.
Berganti nama menjadi Brimob
Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).
Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personil, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.
Di tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).
Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).
Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatiahan SAR(Search And Rescue)
Brimob dalam peristiwa
Pendaratan di Irian Barat
Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP)di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada masa olah Yudha sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan kedalam daftar unit untuk operasi Naga, tetapi kemudian di batalkan mengingat terbatasnya kualitas Parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu. Operasi Naga akhirnya dilakukan oleh RPKAD dibawah komando Jend (purn) Benny Moerdani yang kemudian mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.
Peristiwa G-30-S
Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.
Timor Timur
Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil Densus Alap-alat terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini dibubarkan tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia. Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pembantu (supporting) untuk memperkuat posisi yang direbut oleh pasukan ujung tombak yaitu RPKAD. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan TNI/Polri.
Peristiwa Binjai
Semenjak Polri dipisahkan dari Tentara Nasional Indonesia, peristiwa bentrok antara Polri dan TNI (terutama TNI-AD) kerap terjadi. Satu peristiwa bentrok TNI-AD dan Polri dalam hal ini Brimob adalah peristiwa Binjai pada tanggal 30 September 2002. Insiden ini melibatkan unit infanteri Lintas Udara 100/Prajurit Setia dengan korps Brimob Polda Sumut yang sama-sama bermarkas di Binjai. Banyak pihak merasa kejadian bentrok TNI-POLRI adalah manifestasi politik adu domba yang dilakukan pihak asing untuk memperlemah kesatuan dan persatuan lembaga kepemerintahan RI. Melihat gelagat tersebut, Bapak Jenderal Polisi Soetanto telah mengusulkan kemungkinan penyatuan kembali matrikulasi akademi militer dan kepolisian. Hal ini diharapkan agar dapat meningkatkan persaudaraan dan kohesifnes daripada undur aset unsur bersenjata NKRI.
Dalam insiden dini hari tersebut pertama hanya dipicu oleh keributan kecil antara oknum prajurit unit Linud 100/PS dengan oknum kesatuan Polres Langkat. Namun kemudian, insiden pecah menjadi bentrok senjata antara Polres Langkat ditambah Brimob melawan Linud 100/PS.
Gegana
Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob yang sekarang berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).
Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon atau pun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.
Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya mendukung.
Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.
Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.
Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.
Dengan merosotnya pamor Amerika Serikat di dunia, pemerintah Amerika berupaya untuk menggalang dukungan politis dari berbagai negara Asia. Salah satu cara Amerika Serikat mencari dukungan ke Indonesia adalah dengan kerjasama anti terror yang meningkat antara kedua belah pihak. Dapat dilihat di periode 2003-2008, teknik dan takti dari Densus-88 semakin mirip dengan teknik dan taktik FBI HRT (Hostage rescue team)Selain itu peralatan yg digunakan oleh Densus-88 juga sama dengan pasukan FBI. Contoh peralatan yang sama adalah senapan serbu AR-15 dengan M-68 sight optik dan kolapsible stock (tipe CQB) Ladder entry teknik, kevlar helmet dll. Sampai saat ini Densus-88 berkonsentrasi untuk pengejaran dan penangkapan terroris yang relatif berkemampuan tempur rendah, sementara pertempuran spesial seperti Pembajakan pesawat dan pembebasan presiden dari penyanderaan masih ditangani oleh unsur TNI. Adapun topik pemberantasan teroris di Indonesia telah menjadi salah satu topik pembicaraan hangat di Trunojoyo III dan Cilangkap mengenai pembagian tugas didalam pelaksanaan counter terror. POLRI memang telah mendapatkan mandat UU untuk memerangin teror di dalam negeri, tetapi para banyak kalangan merasa POLRI belum dapat beroperasi secara independent untuk memerangi teroris tanpa bantuan unsur luar (FBI dan Australian Federal Police) sehingga para pengamat merasa sangat lebih baik bila POLRI bergabung bersama TNI daripada menerima bantuan dari pihak luar. Sementara itu para pengamat juga merasa bahwa pihak luar melakukan "quota" dari segi ilmu yang dibagi kepada Densus-88, salah satu cntoh adalah ditolaknya program pengembangan penembak runduk/jitu Brimob oleh markas FBI di Washington DC dengan alasan bahwa ilmu penembak jitu jarak jauh dapat di aplikasikan sebagai alat pelanggar hak asasi manusia (Opressive force)
Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.
Sat Brimob Daerah
- Sat Brimob Polda NAD
- Sat Brimob Polda Sumatra Utara
- Sat Brimob Polda Riau
- Sat Brimob Polda Sumtra Barat
- Sat Brimob Polda Jambi
- Sat Brimob Polda Bengkulu
- Sat Brimob Polda Sumsel
- Sat Brimob Polda Lampung
- Sat Brimob Polda Metro
- Sat Brimob Polda Jawa Barat
- Sat Brimob Polda Banten
- Sat Brimob Polda Jawa Tengah
- Sat Brimob Polda DIY
- Sat Brimob Polda Jawa Timur
- Sat Brimob Polda Bali
- Sat Brimob Polda NTB
- Sat Brimob Polda NTT
- Sat Brimob Polda Kalbar
- Sat Brimob Polda Kalteng
- Sat Brimob Polda Kalsel
- Sat Brimob Polda KAltim
- Sat Brimob Polda Sulawesi Utara
- Sat Brimob Polda Gorontalo
- SAt Brimob Polda Sulteng
- Sat Brimob Polda Sultra
- Sat Brimob Polda Sulsel
- Sat Brimob Polda Maluku
- Sat Brimob Polda Papua
Pranala luar
- 51 Tahun Si Baret Biru
- (Inggris) February 1962 – Summer 1963: In to Action(Papua New Guinea)