Rancajawat, Tukdana, Indramayu
Rancajawat | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Indramayu | ||||
Kecamatan | Tukdana | ||||
Kode Kemendagri | 32.12.30.2003 | ||||
Luas | ... km² | ||||
Jumlah penduduk | 6000 jiwa | ||||
Kepadatan | ... jiwa/km² | ||||
|
Rancajawat adalah desa di kecamatan Tukdana, Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Cimanuk Sebelah Barat berbatasan dengan sungai Cibuaya (orang Rancajawat menyebutnya Cibaya) dan desa Kerticala Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gadel Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cangko
Sejarah Desa Rancajawat - Alkisah seorang raja dari Semarang, Jawa Tengah bernama Ki Wongso Demang Yudo, adalah raja Hindu yang kemudian menemukan hidayah ingin memeluk Islam dan meminta sabda atau petunjuk dari sunan terutama dari sunan Kali Jaga. Dengan sabda yang diberikan oleh sunan Kali Jaga, Ki Wongso beserta istrinya diperintahkan untuk pergi ke Cirebon. Dengan segera Ki Wongso beserta istri menuju Cirebon. Ketika sampai di Cirebon, mereka mendapat wejangan dari sunan Kali Jaga yang berkata “seandainya kalian ingin memiliki ilmu kebatinan dan ilmu jaya kawijayan, maka kalian harus belajar”, dan hasil dari belajar ilmu tersebut kulit mereka berubah menjadi hitam yang mengandung arti Legam (sampai akhir hayat menetap di daerah Rancajawat).
Menurut sejarah diceritakan bahwa daerah tersebut berada di sebelah barat sungai Cimanuk, di situ ada sebuah hutan belantara yang sangat lebat dan angker serta sebuah Rawa yang sangat panjang terbentang dari ujung selatan sampai ke ujung utara, yang saat sekarang disebut daerah pesawahan diantaranya dari Blok Kesambi, Saradan sampai ke Blok Patri. Pada saat itu belum ada penduduk satu pun, yang ada hanya bermacam-macam binatang seperti: burung, berbagai jenis ular, ikan dan sejenis hewan lainnya yang hidup bebas.
Suami-istri tersebut adalah orang pertama penduduk Desa Rancajawat. Karena mereka betah, maka mereka membangun rumah yang terbuat dari bambu (Gubug) di tepi rawa yang beratapkan welit (genting yang terbuat dari alang-alang), yang sekarang menjadi Pesanggrahan Mbah Buyut Semarang. Pada waktu itu mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu dengan bercocok tanam, berkebun, dan berternak kerbau yang menjadi hewan kesayangan Ki Wongso Demang. Sebagai penerangan mereka memanfaatkan bambu yang diberi minyak jarak yang disebut dengan oncor. Untuk peralatan masih sangat sederhana yaitu tombak, parang, arit, pecok, ani-ani, dan lain sebagainya.
Bertahun-tahun mereka hidup di daerah tersebut dengan damai dan bahagia. Pada suatu hari ada serombongan menjadi tamu mereka yang ternyata adalah para Demang, para Patih, dari kerajaan Semarang yang bertujuan mencari rajanya yang telah lama hilang dan tidak diketahui keberadaannya. Kemudian Ki Wongso Demang Yuda berkata kepada mereka “hai para tamu, sudahlah jangan pusing, jangan sedih untuk mencari rajamu yang telah hilang tersebut, yang lalu biarlah berlalu, sekarang lebih baik kalian hidup bersama kami untuk membangun pemukiman di daerah ini demi masa depan kalian”.
Sebenarnya mereka samar atau menyangka bahwa orang tersebut adalah rajanya yaitu Ki Wongso Demang Yuda, tetapi karena kulit yang sudah berubah menjadi hitam akibat belajar Ilmu Kebatinan dan Ilmu Jaya Kawijaya, maka mereka menafikkannya dan menuruti perkataan beliau. Sampai saat ini para tamu tersebut dijadikan nama blok, yaitu blok Patri, blok Saradan, blok Tambak Bedah, blok Kesambi, blok Semarang, dan lain sebagainya.
Untuk asal usul nama Rancajawat sendiri, bahwasannya Rancajawat berasal dari dua kata yaitu Ranca yang artinya rawa, dan Jawat yang sebenarnya adalah orang jawa yang sangat kuat. Kuat disini mengandung arti dari ki Wongso yang mempunyai niat yang sangat kuat bagai baja ingin memeluk agama Islam dan ingin memiliki ilmu kesempurnaan hidup menurut ajaran agama Islam. Sampai saat sekarang diyakini oleh masyarakat Rancajawat bahkan sudah dijadikan hukum adat desa bahwa Unjungan Mbah Buyut Semarang diharuskan menyembelih Hewan Kerbau.
Konon diceritakan para sesepuh Rancajawat pada waktu Unjungan Pemerintahan Kuwu Rasgan yang terjadi kurang lebih pada tahun 1931, pada saat itu menyembelih 12 ekor kambing yang harganya lebih mahal dari pada atu ekor kerbau, tetapi yang terjadi bukannya mendapat barokah dan desanya subur dan makmur, malah mendapatkan sebaliknya yaitu musibah dimana setelah seusai unjungan secara tiba-tiba desa Rancajawat menjadi gelap gulita tertutup mendung dan datang angin puting beliung dari ayah buyut menuju Balai Desa menyapu dan mengobrak-abrik sehingga balai desa terbalik dan angin tersebut berubah arah menuju ke rumah kuwu sehingga rumah kuwu pun terobrak-abrik terkena hantaman angin puting beliung.
Sumber: Casman M. (Juru Tulis Desa Rancajawat, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu).