SKALU
Bagian dari seri |
Pendidikan di Indonesia |
---|
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains & Teknologi Kementerian Agama |
Sekretariat Kerjasama Antar Lima Universitas atau disingkat SKALU adalah suatu sistem penerimaan mahasiswa baru tingkat nasional yang pertama kali dilakukan secara serempak oleh beberapa Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia. SKALU beranggotakan lima universitas yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Airlangga.[1] Ujian SKALU pertama kali diselenggarakan pada bulan Desember 1976 untuk penerimaan mahasiswa baru angkatan 1977, disusul SKALU untuk penerimaan mahasiswa baru angkatan 1978. Setelah dua kali pelaksanaan, ujian ini dikembangkan menjadi SKASU atau Proyek Perintis I.
Latar Belakang
[sunting | sunting sumber]Sebagai sebuah wadah SKALU sudah dibentuk sejak tahun 1971 yang bertujuan utamanya adalah mencari standar mutu bagi para calon mahasiswa secara nasional dengan mengedepankan kemampuan individual calon mahasiswa. Kerjasama mulai dirintis antara perguruan-perguruan tinggi negeri terkemuka di Pulau Jawa. Membina kerjasama memang bukanlah pekerjaan mudah. Setelah sekian tahun berproses maka diparuh pertama tahun 1976, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumumkan tentang pencanangan penerimaan mahasiswa baru secara terpadu melalui kerjasama lima universitas dan memberinya nama SKALU.[1]
Pelaksanaan
[sunting | sunting sumber]Pelaksanaan ujian diadakan pada tanggal 13 sampai 16 Desember 1976 secara serentak di lima kota di mana anggota SKALU berada untuk jurusan IPA maupun IPS. Peserta ujian adalah calon mahasiswa baru angkatan 1977 (periode tahun akademik pada masa itu adalah Januari - Desember). Hampir 37.000 lulusan SLTA tahun 1976 maupun lulusan tahun sebelumnya menjajal kemampuan dan kesiapan untuk meraih tempat di perguruan tinggi yang diidamkan melakukan ujian di Jakarta, Bogor, Bandung, Jogja dan Surabaya. Peserta ujian yang mendaftar melalui ITB saja tercatat sebanyak 6.212 orang. UGM dan UNAIR jauh di atas itu karena satu-satunya yang mewakili wilayah Tengah dan Timur.[1]
Dengan puluhan ribu peserta ditambah dengan panitia dan pengawas, juga para pengantar dan stakeholders lainnya maka kegiatan ujian saringan masuk kali itu mewarnai aktivitas pagi dan siang hari di lima kota besar tersebut. Banyak fasilitas yang turut berperan serta menunjang kegiatan ini, mulai dari ruang kuliah di kampus-kampus, ruang kelas di sekolah-sekolah hingga stadion olahraga seperti Stadion Senayan dipakai untuk hajatan besar yang belum pernah diadakan sebelumnya.[1]
Soal-soal SKALU memang tidak ada yang mudah. Bahkan soal pelajaran Matematika yang mestinya sangat mudah misalnya tetapi ditangan SKALU berubah menjadi soal yang susah dan menimbulkan perbedaan pendapat yang berkepanjangan tentang jawabannya. Soal tersebut sederhana yaitu 2 + 2 = berapa? Jawabannya terpecah antara yang menjawab 2+2 = 4 dengan yang menjawab 2+2 = tidak tahu.[1]
Hal yang baru
[sunting | sunting sumber]Sistem penerimaan mahasiswa baru tingkat nasional yang pertama kali
[sunting | sunting sumber]Ujian SKALU adalah ujian eksperimen yang pertama yang dilakukan secara terpadu, bentuk dan metode yang diterapkan betul-betul orisinil bagi calon mahasiswa angkatan 1977. Belum ada contoh dan kiat sebelumnya tentang bagaimana menyiasati mekanisme ujian tersebut. Semua peserta tidak tahu caranya membagi waktu yang tersedia agar cukup untuk mengerjakan soal-soal dan memindahkan jawaban ke lembar jawaban secara baik dan benar. Dengan segala seluk beluk serta suka-dukanya, ujian SKALU telah memberikan sensasi tersendiri bagi pesertanya.[1]
Komputerisasi lembar jawaban
[sunting | sunting sumber]Pada saat itu diperkenalkan juga cara baru yang digunakan panitia untuk memeriksa jawaban para peserta ujian yang jumlahnya puluhan ribu itu. Cara manual ditinggalkan, berganti dengan komputer. Hal ini dimaksudkan untuk mempertinggi objektivitas penilaian. Selain itu cepat dan akurat. Kata komputer waktu itu masih merupakan sesuatu yang baru, suatu perangkat teknologi yang masih sangat langka dan mengundang decak kagum para calon mahasiswa. Untuk menjaga objektivitas pemeriksaan benar salah, maka soal-soal ujian hanya bisa dalam bentuk pilihan berganda. Soal-soal ujian dalam bentuk esay yang sebelumnya dikenal dalam ujian masuk perguruan tinggi, kali ini ditinggalkan.[1]
Lembar jawaban dibuat sedemikian rupa agar fit dengan perangkat teknologi yang akan dipakai untuk memeriksa jawaban. Kertas jawabannya agak tebal agar tidak gampang rusak. Banyak kolom isian didominasi oleh kotak kotak data yang bisa menampung satu karakter saja dalam bentuk angka ataupun huruf kapital. Dicetak dengan warna yang lembut tetapi tegas. Untuk jawaban soal bahkan hanya berupa kotak kecil di belakang pilihan jawaban a, b, c, atau d yang harus diisi dengan warna hitam pada pilihan jawaban yang kita anggap benar. Warna hitam bukan sembarang hitam, tetapi harus berasal dari pensil tipe 2B dengan kadar karbon yang lebih banyak dan lebih lunak. Mudah menempel dan mudah dihapus agar tidak merusak lembar kertas jawaban, dan yang terpenting mudah dibaca oleh komputer. Warna hitam tidak boleh keluar dari kotak jawaban yang sudah disediakan. Tidak terasa atensi peserta terhadap detail ikut di uji saat itu.[1]
Dokumen pendaftaran dan lembar jawaban dikumpulkan, kemudian diolah di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Sebanyak 75 % peserta ujian dengan nilai terbaik dinyatakan lulus dan kepadanya diberikan kartu yang dapat dipakai untuk mendaftarkan diri sebagai calon mahasiswa di universitas/institut anggota SKALU. Sedang 25 % sisanya dinyatakan gagal dan tidak diizinkan untuk mendaftar sebagai calon mahasiswa.[2]
Kekurangan
[sunting | sunting sumber]Belum menyatakan kelulusan di suatu universitas
[sunting | sunting sumber]Walau SKALU telah melakukan persiapan yang memakan waktu bertahun-tahun sejak 1971, namun ketika sampai pada tahap pelaksanaan masih terjadi banyak kelemahan. Reaksi keras datang dari masyarakat, terutama terhadap hasil pengumuman tahap pertama yang berlarut larut. Memakan waktu relatif lama antara waktu ujian dengan pengumuman hasil. Setelah diumumkan ternyata banyak calon mahasiswa yang dinyatakan lulus tetapi kemudian tetap tidak tertampung di saringan akhir. Sehingga banyak mereka ini kehilangan kesempatan untuk masuk ke Perguruan Tinggi non SKALU. Predikat "boleh mendaftar di PT SKALU" telah membuai calon mahasiswa sehingga lupa mengadu peruntungan di PTN lainnya.[1]
Kekecewaan karena waktu terbuang ini memang bisa dimaklumi. Karena dalam suasana persaingan yang ketat, yang ditunggu-tunggu adalah kepastian. Kepastian berhasil ataupun kepastian gagal pada seleksi yang diikuti.
Belum menyatakan kelulusan di suatu fakultas atau jurusan
[sunting | sunting sumber]Keluhan lain dari masyarakat mengenai SKALU adalah tentang sistem pengumuman hasil ujian yang tidak otomatis langsung menyatakan peserta diterima di Fakultas atau Jurusan yang dia inginkan. Tetapi melalui tahapan. Yang lulus pada tahap pertama, yang ditandai dengan kartu yang bertuliskan "dapat mendaftarkan di Perguruan Tinggi SKALU" ternyata jumlahnya jauh lebih banyak dari mereka yang ditolak. Sebagai contoh peserta yang mendaftar melalui ITB sebanyak 6.212 orang ternyata yang ditolak hanya 1.153, selebihnya dinyatakan boleh mendaftar.[1]
Demikian pula kemudahan yang didapatkan pada pendaftaran tahap pertama di mana peserta dari Yogyakarta misalnya apabila ingin mendaftar ke ITB tidak perlu datang ke Bandung tetapi cukup mendaftar di UGM tidak berlanjut pada tahap kedua. Pada tahap ini yang bersangkutan harus aktif sendiri mendatangi perguruan tinggi yang diinginkan. Apabila ingin mendaftar ke ITB maka harus datang ke Bandung. Demikian pula apabila ingin mendaftar ke UI maka harus datang sendiri ke Jakarta.[1]
Dengan interval nilai yang masih sangat lebar antar para calon yang dinyatakan lulus dan dapat mendaftar dikombinasi dengan mekanisme pendaftaran tahap kedua yang harus dilakukan sendiri sendiri ke perguruan tinggi yang diinginkan, maka koordinasi antar anggota SKALU praktis sudah tidak ada lagi. Akibatnya banyak peserta yang nilainya anggaplah masuk 1000 besar ataupun 2000 besar akhirnya diterima di lebih dari satu tempat dan sebaliknya lebih banyak lagi pendaftar yang akhirnya tidak diterima dimana-mana.[1]
Kekosongan peminat pada beberapa jurusan/program studi
[sunting | sunting sumber]Masalah tempat kosong menjadi semakin parah. Karena setiap universitas/institut berusaha menerima calon mahasiswa yang terbaik menurut acuan yang sama, yaitu hasil ujian yang persis sama, maka banyak calon mahasiswa dengan nilai ujian tinggi diterima di beberapa program studi, sementara mahasiswa dengan nilai ujian yang kurang baik, tidak diterima dimanapun. Karena calon mahasiswa yang diterima dibeberapa tempat harus memilih salah satu, maka banyak tempat terutama pada program studi yang kurang popular tetap kosong. Bahkan ada program studi yang tempat kosongnya mencapai 50 %.[2]
Penyempurnaan
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1977 (untuk mahasiswa baru angkatan 1978) beberapa perbaikan dilakukan. Pada saat mengisi formulir pendaftaran, peserta ujian langsung menentukan dua program studi pilihannya, pilihan pertama dan pilihan kedua. Setelah diperoleh hasil ujian, peserta diurutkan menurut nilai ujiannya, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Panitia mengalokasikan peserta ujian pada program studi pilihannya dengan ketentuan bahwa peserta dengan nilai yang lebih baik mendapat prioritas untuk dialoksasikan lebih dahulu. Peserta ujian hanya bisa diterima di program studi pilihannya. Tidak mungkin peserta ujian diterima di program studi atau universitas yang bukan pilihannya. Jika masih ada tempat kosong pada program studi pilihan pertama, dia akan diterima pada program studi pilihan pertama. Jika tempat pada program studi pilihan pertama sudah penuh, dan masih ada tempat pada program studi pilihan kedua, dia akan diterima pada program studi pilihan kedua. Jika tempat pada program studi pilihan pertama dan kedua sudah penuh, maka peserta tersebut tidak diterima, walaupun nilainya masih cukup tinggi.[2]
Pemeriksaan hasil ujian dan proses pengalokasian dilakukan sepenuhnya dengan komputerisasi Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Dengan SKALU sistem baru, mobilitas peserta ujian masuk perguruan tinggi dapat ditekan. Calon mahasiswa hanya perlu datang ke salah satu tempat (Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya) untuk mengisi formulir pendaftaran dan mengikuti ujian masuk. Mereka tidak perlu datang ke kampus dimana program studi pilihannya berada. Pengumuman hasil ujian juga dapat dilihat di tempat calon mahasiswa mengikuti ujian masuk. Karena setiap peserta ujian hanya bisa diterima di satu program studi, maka bangku kosong yang ditinggalkan oleh calon mahasiswa yang diterima di beberapa program studi juga hilang dengan sendirinya.[2]
SKALU adalah tonggak sejarah. Bagaimana sekelompok perguruan tinggi negeri terkemuka dengan masing-masing kebiasaan dan kebanggaan yang sudah kuat berakar yang sulit diubah akhirnya mampu saling beradaptasi memulai suatu jalinan kerjasama. Sebuah kerjasama yang fenomenal dalam penerimaan mahasiswa baru yang berkualitas.[1]
Karena keberhasilan SKALU dalam menyederhanakan sistem penerimaan mahasiswa baru, dan untuk memberi kesempatan yang lebih besar kepada lulusan SMTA di daerah lain, maka pada tahun 1979 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional menawarkan kepada 6 universitas lain untuk bergabung dengan SKALU dalam penerimaan mahasiswa baru.[note 1] Universitas Padjadjaran di Bandung, Universitas Diponegoro di Semarang, Universitas Brawijaya di Malang, Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Surabaya dan Universitas Sumatera Utara di Medan memutuskan untuk bergabung dengan SKALU. Sementara Universitas Hasanuddin di Makassar belum bersedia untuk bergabung. Sistem penerimaan mahasiswa baru yang kemudian dikenal sebagai Proyek Perintis I (PPI).[2]
Sistem yang baru melibatkan lebih banyak Perguruan Tinggi Negeri melalui dua metode ujian masuk yaitu ujian saringan akademik, yaitu Ujian Perintis I dan III. Selain itu juga ada program penelusuran bakat dan prestasi melalui Program seleksi Perintis II. Pada tahun-tahun berikutnya bahkan ada juga program Perintis IV.[1]
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ SKALU ke-1 dilaksanakan pada bulan Desember 1976 untuk penerimaan mahasiswa baru angkatan 1977 yang memulai kegiatan akademiknya di awal tahun 1977; SKALU ke-2 dilaksanakan pada sekitar akhir tahun 1977 untuk penerimaan mahasiswa baru angkatan 1978 yang memulai kegiatan akademiknya di awal tahun 1978; sedangkan untuk penerimaan mahasiswa baru angkatan 1979 diadakan pada pertengahan tahun 1979 karena adanya pergeseran kalender akademik semula Januari-Desember ke Juli-Juni.[3]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g h i j k l m n "Ujian SKALU - pertama kali dalam sejarah Ujian masuk ke perguruan tinggi dilakukan secara serempak di lima kota untuk lima perguruan tinggi", dalam Kisah-kisah Sebuah Angkatan: Sebuah buku langka yang menceritakan tentang perjalanan karier para insinyur ITB setelah lulus dari Kampus Ganesha.
- ^ a b c d e "Sejarah UMPTN", pada situs ReplikaUI rekaman peristiwa lintas kampus.
- ^ Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0211/U/1978 tentang Sistem Tahun Ajaran Sekolah.