Masjid Madekan Sampang
Masjid Madekan Sampang | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Lokasi | |
Lokasi | Rw. II, Polagan, Kec. Sampang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Indonesia |
Koordinat | Q6RJ+QXF 7°03′S 113°15′E / 7.05°S 113.25°E |
Arsitektur | |
Arsitek | Arsitek Tradisional Majapahit |
Gaya arsitektur | Tradisional Jawa Kuno |
Didirikan | tidak diketahui pasti |
Rampung | tidak diketahui pasti |
Kubah | 8 |
Masjid Madekan Sampang adalah sebuah masjid yang terletak di Rw. II, Polagan, Kec. Sampang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Indonesia.[1]
Masjid Madekan Sampang adalah masjid bersejarah berarsitektur Majapahit atau Jawa Kuno yang dibangun oleh Raja yang berkuasa di Sampang seperti: Lembupetang, Cakraningrat I, Raden Ario Purbonegoro putra Cakraningrat V, Adipati Pamadekan, dan lain-lain. [2]
Sejarah Dibangunnya
Terdapat dua pendapat tentang sejarah pembangunan Masjid yang terletak di pinggiran kota sampang tersebut[3] [2] :
- Masjid Madekan dibangun oleh Ario Langgar cucu Lembupetang seorang kamituwo yang waktu itu berkuasa di Sampang. Lembupetang adalah putra Raja Majapahit yang terakhir dari perkawinannya dengan seorang putri Campa (salah satu provinsi di Kamboja). Ia kemudian belajar kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel) di Surabaya dan meninggal di sana. [2]
- Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Cakradiningrat IV yang berasal-usul pada Ratu Ebu di Bangkalan. Sedangkan, Ratu Ebu adalah putri Sunan Giri yang dinikahi Raden Praseno, bergelar Cakradiningrat I. [2]
Sumber Sejarah
Prasasti
Bukti yang memberikan petunjuk bahwa masjid ini didirikan oleh Raja Sampang adalah terdapatnya pusara-pusara (atau ditulis dan dilafalkan Pesarean dalam Bahasa Sampang). raja-raja di sekeliling masjid. Antara lain Pesarean Ario Langgar yang diduga kuat pembangun masjid. Kemudian, di belakang masjid terdapat bangunan (congkop, Madura) yang di dalamnya terdapat makam raja- raja yang berkuasa di Sampang. [2]
Mitos Melegenda
Masjid ini konon diyakini sebagai tempat yang mahsyur dilakukannya Sumpah Pocong (masyarakat Sampang dan sekitarnya menyebut “Sompa Madekan”). Dibilang Mahsyur karena "keampuhannya" dalam mendatangkan bala pada orang yang bersumpah di masjid ini. [2]
Pada umumnya, mereka yang bersumpah itu adalah mereka yang secara ekonomi tergolong lemah sehingga ada juga yang mengurungkan niatnya karena biaya yang besar itu. Namun demikian, tidak sedikit yang memaksakan diri untuk dapat bersumpah. orang yang disumpahnya bisa terkena bala dalam tempo yang bervariasi. Ada yang 40 hari, seminggu, sehari semalam, bahkan ada yang belum tiba di rumahnya, bala sudah turun. [2]
Referensi
Daftar pustaka
- Zein, Abdul Baqir (1999). Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani. ISBN 979-561-567-X.