Fanötöi ginötö
Fanötöi ginötö ("Penamaan waktu") merupakan penanggalan tradisional masyarakat Nias, Sumatera Utara yang berdasarkan pada fase bulan , matahari dan peredaran Bintang Orion atau Sara Wangahalö yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan kegiatan pertanian dan ritual adat.
Selayang pandang
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Dalam bahasa aslinya orang Nias menamakan diri mereka sebagai Ono Niha (Ono: anak/keturunan, Niha: manusia) dan Tanö Niha (Tanö: tanah) serta bahasa asli mereka disebut Li Niha yang secara harfiah artinya bahasa orang atau bahasa manusia.
Suku Nias yang terorganisir dalam sebuah desa yang disebut Banua, dan Öri sebagai koalisi dari beberapa desa yang terikat dalam suatu hukum yang disebut Fondrakö yang ditetapkan dan dipimpin oleh seorang ketua atau pemuka adat (Ere)
Keterangan
Penanggalan tradisional Nias ini mengacu pada siklus Bulan atau fase-fase Bulan. Terdiri dari 15 hari pertama dinamakan Bulan terang dan 15 terakhir Bulan mati. Sistem penanggalan ini tergolong sebagai penanggalan suryacandra dengan perhitungan Astronomik. Metode perhitungan Astronomik ini didasarkan pada pengamatan yang berkelanjutan serta didasarkan pada perhitungan Astronomi dan jelas lebih sulit. Selain menggunakan fase-fase Bulan, penanggalan tradisional Nias juga menggunakan Matahari sebagai penentuan musim setiap tahun dengan manzilah Bintang Orion (Sara Wangahalö).
Masyarakat tradisional Nias biasanya menyebut tanggal/hari dengan istilah bulan, berpatokan pada fase-fase Bulan selama 29/30 hari. Selama 29/30 bulan (hari) terdiri dari 15 pertama Bulan terang dan 15 terakhir Bulan mati. Selama 1 tahun pertanian terdiri dari 12 (biasa) 13 (interkelasi) siklus bulan sehingga jumlah harinya bisa terdiri dari 354/355/383/384/385. Awal bulannya mengacu pada kemunculan hilal atau masyarakat tradisional Nias menyebutnya dengan istilah bulan sabit Kecil. Kemudian untuk siklus 1 periode musim pertaniannya terdiri dari 19 tahun dengan siklus metonik (3,5,8,11,14,16 dan 19/ 3,2,3,3,3,2,3) dengan tambahan diakhir siklus tahunan pertanian. Sehingga penanggalan ini tidak memiliki bilangan tahun dan akan berjalan sebagai siklus teratur.
Pengggunaan
Penggunaan penanggalan ini oleh masyarakat Nias yaitu diantaranya, pertama adalah untuk melacak lahirnya kota Gunungsitoli secara sah berdasarkan hukum yang berlaku dalam adat suku Nias. Hukum tersebut disebut Frondakö Laraga Talunidanio yang dilangsungkan pada waktu penduduk mulai Mamohu Tano Nowi atau Mamago tano (memilih dengan menandai tanah huma-ladang) pada hari bulan Simewelendrua desa’a (hari ke12 bulan terang) yang beracuan pada bintang Zara.
Kedua, penentuan hari baik dan hari buruk. Selain digunakan untuk perkawinan, pendirian rumah, pesta Owasa, penanggalan juga digunakan terutama untuk menentukan hari baik yang akan membawa keberuntungan dan agar terhindar dari hal-hal yang buruk dan gangguan dari roh-roh jahat.
Ketiga, Kegiatan Pertanian sebagai tanda musim pertanian. Penanggalan ini juga dapat digunakan untuk menentukan Bulan baru, Purnama dan Peredaran musim sehingga dapat membantu dalam kegiatan pertanian.
Dari dulu sampai sekarang masyarakat Nias masih berpedoman pada peredaran Bulan (bawa/ mbawa). Misalnya saat menanam bibit tanaman biasanya mempertimbangkan hitungan Bulan. Untuk jenis tanaman muda seperti cabai, umbi-umbian biasanya ditanaman pada Bulan (tanggal) muda dan ganjil yaitu bulan ke-3 (tὅlu desa’a), ke-5 (melima desa’a), dan ke-7 (mewitu desa’a). Sedangkan untuk tanaman tua seperti durian, cengkeh dan lain-lain ditanaman pada tanggal (Bulan) yang lebih tua yaitu ke-8 (mewalu desa’a) hingga ke-13 (feledὅlu desa’a).