Lompat ke isi

Soedjono AJ

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 22 Juni 2024 15.30 oleh PeragaSetia (bicara | kontrib) (Menambah riwayat karir sebagai Wali Kota Yogyakarta dan mengadakan beberapa perbaikan.)
Soedjono AJ
Wali Kota Samarinda ke-1
Masa jabatan
1960 – 1961
Sebelum
Pendahulu
Jabatan baru
Pengganti
Ngoedio
Sebelum
Wali Kota Yogyakarta ke-3
Masa jabatan
1966 – 1975
Informasi pribadi
Lahir(1928-09-15)15 September 1928
Yogyakarta, Hindia Belanda
Meninggal31 Oktober 1994(1994-10-31) (umur 66)
Yogyakarta, Indonesia
Partai politikGolkar
Suami/istriSoemiyati
ProfesiTentara, Politikus
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Pangkat Kolonel
NRP11501
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Makam Soedjono AJ di TMP Pejuang 45, Balecatur, Kabupaten Sleman.

Kolonel TNI (Purn.) Soedjono Anton Joedhotedjoprawiro[1] (EYD: Sujono Anton Yudotejoprawiro, 15 September 1928 – 31 Oktober 1994), biasa disingkat Soedjono A.J. atau A.Y., adalah wali kota Samarinda yang pertama dan ketiga di Yogyakarta. Soedjono awalnya bertugas di Kodam VII/Brawijaya, sebelum kemudian ditugaskan di Kodam IX/Mulawarman pada masa Pangdam Brigjen Soehario Padmodiwirio.[2]

Kehidupan dan karir awal

Tidak banyak yang dapat diketahui dari kehidupan awal Soedjono selain tanggal kelahirannya dan kemungkinan bahwa ia lahir di Yogyakarta. Berdasarkan keterangan pada makamnya, dapat diketahui bahwa saat Perang Kemerdekaan, Soedjono menjadi kadet Militaire Academie (MA) Yogyakarta yang kini menjadi Akademi Militer (Akmil). Seusai perang, dia bertugas di Kodam VII/Brawijaya, sebelum akhirnya dipindahkan ke Kodam IX/Mulawarman.[2]

Wali Kota Samarinda

Pada tanggal 20 Januari 1960, Daerah Istimewa Kutai dibubarkan dan wilayahnya dipecah menjadi tiga daerah tingkat II, yakni Kotapraja Balikpapan, Kotapraja Samarinda, dan Kabupaten Kutai.[3] Meskipun posisi Bupati Kutai dan Wali Kota Balikpapan ditempati oleh bangsawan Kutai, tetapi Soehario berhasil menekan Gubernur Pranoto agar menempatkan Soedjono sebagai Wali Kota Samarinda.[4] Akhirnya, pada hari tersebut, Pranoto menerima sumpah jabatan dari Soedjono dan sehari kemudian, dilakukan serah terima kewenangan dari Sultan Aji Muhammad Parikesit selaku Kepala Daerah Istimewa Kutai kepada dirinya selaku wali kota. Meski demikian, Soedjono baru resmi dilantik pada tanggal 17 Februari 1960.[5]

Soedjono hanya menjabat sebagai wali kota selama 20 bulan. Dia digantikan oleh Letkol Ngoedio, yang juga sesama perwira Kodam Brawijaya dan Mulawarman, pada bulan Agustus 1961 akibat intervensi dari Soehario.[2][6] Meski demikian, dia sempat membuat sebuah surat keputusan mengenai lambang Kota Samarinda dengan semboyan "Tata Nirbaya Ananta Boga" yang berarti "tertib dan teratur, tiada bahaya, dan tiada kekurangan sandang pangan".[7]

Wali Kota Yogyakarta

Soedjono diangkat menjadi Wali Kota Yogyakarta pada bulan Januari 1966, menggantikan Soedarisman Poerwokoesoemo. Selain menjadi wali kota, dia juga merangkap sebagai ketua Fraksi Golongan Karya di DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta setidaknya per bulan Oktober 1966.[8] Selama menjabat sebagai wali kota, Soedjono sukses membuat Kota Yogyakarta menjadi lebih ramai dan mengadakan berbagai perkembangan, seperti pelebaran jalan, pembangunan jalan baru, dan perbaikan prasarana air dan listrik.[9]

Walau demikian, dirinya tidak lepas dari kontroversi. Salah satu kebijakannya yang kontroversial ialah pemugaran Jalan Malioboro yang dimulai pada tahun 1973. Rencana pemugaran tersebut melibatkan arsitek dari Fakultas Teknik UGM dan beberapa instansi lain seperti Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) DIY. Rencana pemugaran tersebut meliputi berbagai hal, seperti penataan ulang jalan sehingga memberi ruang lebih bagi pedagang kaki lima, pembuatan jalur pemisah yang ditanami pohon palm, dan pembangunan sebuah air mancur pada ujung selatan jalan.[10][11]

Namun, setelah dipugar, kondisi lalu lintas di Malioboro malah memburuk. Jalur lambat yang berada di sisi timur, kini diperuntukkan untuk parkir saja. Alhasil, semua kendaraan lambat seperti andong, becak, dan sepeda, hanya mampu menggunakan jalur lambat di sisi barat saja, di mana mereka juga harus berebut ruang dengan para tukang becak yang memarkirkan kendaraannya. Kondisi jalur cepat juga menjadi terlalu padat karena sudah dipotong untuk lahan parkir. Pelaksanaan pemugaran dinilai terburu-buru karena ingin mengejar penyambutan Konferensi PATA (Pacific Area Travel Association) yang akan diselenggarakan tahun 1974.[12][13]

Kontroversi lainnya berkaitan dengan perannya sebagai pemrakarsa penyelenggaraan Loda (Lotto Daerah), semacam lotre yang berstatus legal, di Kota Yogyakarta. Loda kemudian dinyatakan terlarang sejak tanggal 5 Januari 1972 akibat banyaknya tindak kriminal yang terjadi karena hasilnya. Pelarangan tersebut diinstruksikan oleh Wakil Gubernur DIY saat itu, Paku Alam VIII. Soedjono tunduk, tetapi mengusulkan kontrol yang ketat terhadap pelaksanaan Loda "seperti di Monako". Akibatnya, dia mendapat kritik dari Pelajar Islam indonesia (PII). Delegasi PII mengirimkannya sejumlah "hadiah", seperti sebuah kaca mata plastik, sebuah obat telinga, sebuah obat sakit kepala, dan sebotol jamu kuat.[14] Pada masa jabatannya pula, anggota-anggota Buppenda (Badan Usaha Pembiayaan Pembangunan Daerah) Kota Yogyakarta diduga melakukan korupsi uang hasil lotre dalam skala besar.[15]

Akhir kehidupan

Soedjono meninggal dunia pada tanggal 31 Oktober 1994 di usia 66 tahun, kemungkinan besar di Yogyakarta. Dia meninggalkan seorang istri yang bernama Soemiyati dan beberapa orang anak, salah satunya adalah sang sulung yang bernama Setia Budi.[16]

Referensi

  1. ^ Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY (21 Maret 2022). "Surat pernyataan Soedjono Anton Yoedho Tedjo Prawiro tentang pengesahan tanah dan rumah yang terletak di Jl. Kenari No. 44 Semaki Kecil kepada Pemda DIY". Diakses tanggal 29 Desember 2023. 
  2. ^ a b c Magenda 2010, hlm. 95.
  3. ^ Soetoen 1979, hlm. 259.
  4. ^ Magenda 2010, hlm. 84.
  5. ^ Sarip 2015, hlm. 86.
  6. ^ Zailani 2001, hlm. 148.
  7. ^ Zailani 2005, hlm. 374.
  8. ^ Janti, Nur (2017). "Eksistensi Perempuan di DPRD DIY 1956-1982". Mozaik. 2 (4): 512–533. 
  9. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2019, hlm. 37.
  10. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 20.
  11. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 30.
  12. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 21.
  13. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2020, hlm. 30-31.
  14. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2019, hlm. 30-31.
  15. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo 2019, hlm. 38-39.
  16. ^ Rahayu, Permata S (25 Februari 2020). "Tak Hanya di Samarinda, Kapten Soedjono AJ Juga Wali Kota ke 3 Yogyakarta". Koran Kaltim. Diakses tanggal 22 Juni 2024. 

Daftar Pustaka


Jabatan politik
Didahului oleh:
Jabatan baru
Wali Kota Samarinda
1960–1961
Diteruskan oleh:
Ngoedio
Didahului oleh:
Soedarisman Poerwokoesoemo
Wali Kota Yogyakarta
1965–1979
Diteruskan oleh:
H. Ahmad