Pernikahan di Jepang
Pernikahan di Jepang adalah sebuah lembaga hukum dan sosial di pusat rumah tangga. Pasangan secara sah menikah saat mereka membaut status pada lembar pendaftaran keluarga mereka, tanpa membutuhkan sebuah upacara. Sebagian besar pernikahan mengikuti tradisi Shinto atau pernikahan kapel bergaya Kristen.
Biasanya, pernikahan dikategorisasikan dalam dua jenis menurut metode pencarian pasangan—omiai, artinya melamar atau mendapatkan pasangan dari sebuah tempat lamar, dan ren'ai, dimana suami dan istri bertemu dan memutuskan untuk menikah untuk membuat rumah tangga sendiri—meskipun kekhasan tersebut menurun pada dekade pasca perang karena gagasan cinta barat merasuk pada persepsi pernikahan Jepang.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Lembaga pernikahan di Jepang berubah-ubah sepanjang milenium terakhir. Praktik asli mula-mula diadaptasi dari Konghucu Tiongkok pada abad pertengahan, dan kemudian konsep individualisme, kesetaraan gender, cinta, dan keluarga nuklir dari Barat pada era modern.
Karya yang dikutip
[sunting | sunting sumber]- Edwards, Walter. Modern Japan Through Its Weddings: Gender, Person, and Society in Ritual Portrayal. Stanford: Stanford University Press, 1989.
- Fukutake, Tadashi. Japanese Rural Society. Trans. by R. P. Dore. Tokyo: Oxford University Press, 1967.
- Hendry, Joy. Marriage in Changing Japan: Community & Society. Rutland, Vt, and Tokyo, 1979.
- Kawashima, Takeyoshi. Kekkon (Marriage). Tokyo: Iwanami Shinso, 1954.
- National Institute of Population and Social Security Research (IPSS). "Attitudes toward Marriage and Family among Japanese Singles." 2011.
- National Institute of Population and Social Security Research (IPSS). "Marriage Process and Fertility of Japanese Married Couples." 2011.
- Tamura, Naoomi. The Japanese Bride. New York: Harper & Brother Publishers, 1893.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Edwards, Modern Japan Through its Weddings.