Mafindo
Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) adalah organisasi nirlaba di Indonesia yang berfokus pada pemeriksaan fakta serta pencegahan penyebaran hoaks. Organisasi ini secara resmi memiliki status berbadan hukum pada 19 November 2016. Pada mulanya, Mafindo berawal dari sebuah grup kecil daring di media sosial yang telah aktif sejak tahun 2013[1] atau 2015.[2] Grup ini membahas mengenai berita bohong yang disebar secara daring serta cara untuk memeriksa kebenarannya. Hingga pada tahun berikutnya, Mafindo mulai banyak diikuti oleh pengguna internet lainnya yang memiliki minat yang sama.[3]
Perkembangan
[sunting | sunting sumber]Sejak tahun 2015, Mafindo aktif menangani kasus misinformasi dan disinformasi melalui berbagai platform. Langkah yang diambil meliputi pembentukan komunitas anti-hoaks di Facebook, pengembangan layanan pengecekan fakta, serta penyediaan ekstensi pada peramban Google Chrome.[4] Organisasi ini berupaya mendorong keterlibatan berbagai pihak dalam menghadapi penyebaran informasi yang tidak akurat dan konten bernuansa kebencian.[2]
Pada tahun-tahun selanjutnya, Mafindo memperluas cakupan kegiatannya dengan melibatkan partisipasi dari masyarakat, melakukan pelatihan literasi digital, serta kampanye publik yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keberadaan dan bahaya hoaks.[2] Setelah Mafindo, sejumlah inisiatif serupa bermunculan dan sebagian besar dibangun oleh organisasi media.[4]
Produk
[sunting | sunting sumber]Mafindo mengembangkan sejumlah produk untuk mendukung kerja-kerja dalam memberantas berita bohong dan palsu. Produk-produk tersebut ada yang dapat diakses melalui aplikasi seluler maupun situs web. Misalnya, layanan bot percakapan melalui aplikasi perpesanan instan WhatsApp,[2] dan Cekfakta.com serta Turnbackhoax.id.
Cekfakta.com adalah platform kolaborasi yang dikembangkan oleh Mafindo bersama berbagai organisasi media dan komunitas pemeriksa fakta yang diluncurkan pada pada 5 Mei 2018.[5] Situs ini bertujuan untuk membantu masyarakat memeriksa kebenaran informasi atau klaim yang beredar, terutama yang sering disebarkan di media sosial. Cekfakta.com mengumpulkan hasil verifikasi dari berbagai sumber tepercaya untuk memudahkan pengguna menemukan klarifikasi mengenai berita atau isu yang meragukan. Platform ini juga mendukung upaya melawan hoaks secara kolektif dengan melibatkan jurnalis dan pemeriksa fakta profesional.[6]
Selain itu, Turnbackhoax.id adalah sebuah situs web dengan tujuan membantu masyarakat menemukan dan memeriksa fakta terkait hoaks atau informasi palsu yang beredar. Situs ini berisi basisdata hoaks hasil verifikasi tim Mafindo yang disertai penjelasan dan sumber-sumber valid. Tujuannya situs web ini adalah memberikan akses bagi masyarakat untuk memastikan kebenaran suatu informasi sebelum mempercayai atau menyebarkannya.[7]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ UNESCO 2022, hlm. 51.
- ^ a b c d Perangin-Angin 2024, hlm. 11.
- ^ "Mafindo". EU Cyber Direct. Diakses tanggal 18 Desember 2024.
- ^ a b UNESCO 2021, hlm. 81.
- ^ Putra, Ikram (1 Februari 2019). "The Conversation bergabung dengan CekFakta.com". The Conversation. Diakses tanggal 19 Desember 2024.
- ^ Perangin-Angin 2024, hlm. 8-9.
- ^ Anwar 2023, hlm. 279.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Moderasi Konten dan Pemangku Kepentingan Lokkal di Indonesia (PDF). UNESCO. Juni 2022.
- Perangin-Angin, Loina Lalolo Krina (11 Desember 2024). "Managing Fact-checking Organizations to Combat Hoaxes in Southeast Asia". Proceedings of the 5th International Conference on Global Innovation and Trends in Economy 2024 (INCOGITE 2024). 1 (1): 7–21.
- UNESCO (21 September 2021). Bontcheva, Kalina; Posetti, Julie, ed. Balancing Act: Countering Digital Disinformation While Respecting Freedom of Expression: Research Report for the Broadband Commission on ‘Freedom of Expression and Addressing Disinformation on the Internet’ (dalam bahasa Inggris). UNESCO Publishing. ISBN 978-92-3-100403-2.
- Anwar, R.K.; Khadijah, U.L.S.; Rizal, E. (Desember 2023). "Rise against rumors: Leveraging online social movements for hoax prevention by netizens" (PDF). Jurnal Kajian Komunikasi. 11 (2): 268–287. doi:10.24198/jkk.v11i2.49492.