Lompat ke isi

Al-Farabi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi (870-950, Bahasa Persia: محمد فارابی ) singkat Al-Farabi adalah ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan. [1]

Ia juga dikenal dengan nama lain Abū Nasir al-Fārābi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi , juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir. [1]

Kemungkinan lain adalah Farabi adalah seorang Syi’ah Imamiyah yang berasal dari Turki.[2] Syi'ah Imamiah adalah salah satu 'cabang' kepercayaan islam dimana yang menjadi dasar aqidah mereka adalah soal Imam .[2]

Kehidupan dan pembelajaran

Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia, sedangkan ibunya berdarah Turki asli. [3] Sejak dini ia digambarkan memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari.Kesalahan pengutipan: Tag <ref> harus ditutup oleh </ref> Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik.[4] Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik[3] .Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa.[3] Ia dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.[3]

Al-Farabi dikenal sebagai "guru kedua" yakni sebutan yang diberikan karena kecerdasannya dapat memahami pemikiran filsafat Aristoteles yang dijuluki sebagai "guru pertama". [3] Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.[4]

Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla [4] dan di zaman pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh seorang Khalifah.[3] Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) dimana periode tersebut dianggap sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik.[4]

Dalam kondisi demikian, al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah negara/ pemerintahan yang ideal (Negara Utama). [3]

Buah Pemikiran

Karya

Selama hidupnya al Farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari Ilmu Pengetahuan, karya-karya al- Farabi dapat ditinjau menjdi 6 bagian [5], sebagai berikut:

  1. Logika
  2. Ilmu-ilmu Matematika
  3. Ilmu Alam
  4. Teologi
  5. Ilmu Politik dan kenegaraan
  6. Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah).

Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam.[5] Filsafat politik Al-Farabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi konsep Imamah dalam ajaran Syi'ah[5]

Pemikiran tentang Asal-usul Negara dan Warga Negara

Menurut Al-Farabi, warga negara merupakan salah satu syarat terbentuknya sebuah Negara. [5] Singkatnya, manusia tidak dapat hidup sendiri, membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan (asosiasi) sehingga pada akhirnya terbentuklah suatu Negara.[3] Menurut Al-Farabi, negara atau kota merupakan suatu kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi kebutuhan hidup antara lain: sandang, pangan papan, dan keamanan, serta mampu mengatur ketertiban masyarakat, sehingga pencapaian kesempurnaan bagi masyarakat menjadi mudah.[3] Negara yang warganya sudah mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata dan sesungguhnya, menurut al-Farabi, adalah Negara Utama.[6] (Inggris)

Menurutnya warga Negara adalah unsur yang paling pokok dalam suatu negara.Kesalahan pengutipan: Tag <ref> harus ditutup oleh </ref> (Inggris)

Sikap warga negara dapat menentukan eksistensi negara, sepert sifat, corak, serta jenis-jenis negara. [6] Menurut Al-Farabi perkembangan dan/atau kualitas negara ditentukan oleh warga negaranya. [6] Mereka juga berhak memilih seorang pemimpin negara, yaitu seorang yang paling unggul dan paling sempurna diantara mereka.[3]

Negara Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena ecara alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna.[3]. Kemudian, ia menmbaginya ke dalam tiga bagian utama, yakni jantung, otamng, serta organ peringkat ketiga seperti hati, limpa, dan organ-organ reproduksi. [3]:

  • Jantung. Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ pengatur yang tidak diatur oleh organ lainnya.[3]
  • Otak. Bagian peringkat kedua ini, selain bertugas melayani bagian peringkat pertama, juga mengatur organ-ogan bagian di bawahnya, yakni organ peringkat ketiga, seperti : hati, limpa, dan organ-organ reproduksi. [3]
  • Organ peringkat ketiga, yang hanya bertugas mendukung dan melayani organ dari bagian atasnya.[3]

Pemikirannya Tentang Pemimpin

Dengan prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting dan paling sempurna didalam suatu negara, yakni (pemimpin yang dimaksud al-Farabi) seorang yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi – orang yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas).[6]

Disebutkan adanya pemimpin generasi pertama (the first one – dengan segala kesempurnaannya (Imam) dan karena sangat sulit untuk ditemukan (keberadaannya) maka generasi kedua atau generasi selanjutnya sudah cukup (Ra’is). <ref name="Walzer">.

Selanjutnya al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun kualitas lainnya sudah terpenuhi , namun kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai “kerajaan tanpa seorang Raja”. <ref name="Walzer">. Oleh karena itu, Negara dapat berada diambang kehancuran.<ref name="Walzer">

Referensi

  1. ^ a b Anwarudin Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam” , skripsi sarjana. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
  2. ^ a b Anthony Black. 2006. “Pemikiran Politik Islam”. Jakarta. Serambi
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Eduarny Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama”, thesis magister. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
  4. ^ a b c d Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama zar
  5. ^ a b c d H.Z.A Ahmad. 1968. “Negara Utama”. Jakarta: Kinta
  6. ^ a b c d Al-Farabi, Abu Nasr. ” Mabadi Ara Ahl Al-Madina Al Fadila”, (diterjemahkan oleh R. Walzer.” Al-Farabi on The Perfect State”), Oxford: Claendon Press, 1985

Lihat pula


//

Teks judul