Lompat ke isi

Sampanahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Negeri Sampanahan[1] adalah suatu wilayah pemerintahan swapraja yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda di bawah kekuasaan Asisten Residen GH Dahmen yang berkedudukan di Samarinda. Pemerintah swapraja daerah tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera adalah Pangeran Mangku. kerajaan yang pernah berdiri di Daerah Aliran Sungai Sampanahan, Kota Baru, Kalimantan Selatan. Sekarang wilayah kerajaan ini menjadi sebuah kecamatan di Kabupaten Kotabaru yaitu kecamatan Sampanahan, Kotabaru.

Kepala Pemerintahan

  1. Pangeran Prabu (Sultan Sepuh, 1780-1800) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal. Ia memiliki anak: Pangeran Nata (Ratu Agung), Pangeran Seria, Pangeran Muda (Gusti Kemir), Gusti Mas Alim, Gusti Besar, Gusti Lanjong, Gusti Alif, Gusti Redja dan Gusti Ali (Pangeran Mangku Bumi/Gusti Bajau).
  2. Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Pangeran Prabu (1800-1820), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan dan Manunggul. Pada saat itu Cengal diserahkan kepada Pangeran Seria.
  3. Pangeran Seria bin Pangeran Prabu (1800-?), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal.
  4. Gusti Besar binti Pangeran Prabu (1820-1830) atau (18xx-1825) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung, Batulicin. Gusti Besar berkedudukan di Cengal. Cantung dan Batulicin diserahkan sepeninggal Ratu Intan. Gusti Besar menikahi Aji Raden yang bergelar Sultan Anom dari Kesultanan Pasir. Sultan Sulaiman dari Pasir menyerbu dan mengambil Cengal, Manunggul, Bangkalaan, dan Cantung, tetapi kemudian dapat direbut kembali.
  5. Kepala Cengal, Manunggul, Sampanahan yang diangkat Sultan Pasir.
  6. Aji Jawi (1840) (putera Gusti Besar)(1825-1840): Pangeran Aji Jawi/Aji Djawa (1840-1841) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung dan Batulicin. Pada mulanya Cengal adalah daerah pertama yang berhasil direbut kembali, kemudian Manunggul dan Sampanahan. Cantung diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Katapi puteri Gusti Muso, penguasa Cantung sebelumnya yang ditunjuk ibunya. Bangkalaan diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Kamil puteri dari Pangeran Muda (Gusti Kamir) penguasa Bangkalaan sebelumnya yang ditunjuk ibunya. Belakangan Sampanahan diserahkan kepada pamannya Pangeran Mangku (Gusti Ali) yang memiliki pewaris laki-laki bernama Gusti Hina.
  7. Pangeran Mangku (Gusti Ali) sebagai Raja Sampanahan (1840-186x).[2]
  8. Gusti Hina

Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe

Sampanahan merupakan salah satu daerah landschap dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178. RAJA GUSTI BESAR RUKLED BEFORE AS RATU OF MAIN PART OF TANAH BUMBU.SHE MARRIED AJI RADIN FROM PASIR,WHO TOOK THE NAJME SULTAN ANOM. SHE WAS SUCCEEDED BY HER SON AS RAJA OF THE SAME 6 AREAS AND HE SIGNED A CONTRACT WITH HOLLAND JULY 1825.HE DIED END 1841 AND THE LAST MONTH OF HIS LIFE HE WAS MENTALLY UNSTABLE.I DO NOT KNOW,WHO WAS THE WAKIL-RAJA FOR HIM THEN.HIS UNCLE;BROTHER OF MOTHERLRECEIVED SAMOANAHAN FROM HIM AS A THANKS.CA. 1840.HE THEN WAS SUB-RAJA OF SAMPANAHAN UNDER HIS NEPHEW,WHO WAS PARAMOUNT-RAJA.WHEN HIS NEPHEW DIED HE BECAME FULL RAJA OF SAMPANAHAN UNDER THE NAME:PANGERAN MANGKU BUMI(GUSTI ALI)IN 1841.I HAVE NITES,THAT IN 1853 AND 1861 HE WAS STILL RAJA OF THE KERAJAAN SAMPANAHAN.I DO NOT KNOW,WHAT HAPPENED TO SAMPANAHAN KERAJAAN AFTER 1861(UNTIL 1905).

I HAVE MORE GOOD OLD DOKUMENTASI OF THE RAJA2 TANAH BUMBU.LIKE TO CONTACT KETURUNAN2 OF THESE KERAJAAN2.MY WIFE IS DIRECT DESCENDANT OF SULTAN ADAM OF BANJARMASIN. SALAM HORMAT: DP TICK gRMK SECR. PUSAT DOKUMENTASI KERAJAAN2 DI INDONESIA "PUSAKA" VLAARDINGEN/BELANDA PUSAKA.TICK@TISCALI.NL HTTP://KERAJAAN-INDONESIA.BLOGSPOT.COM

Pranala luar

  1. ^ (Inggris) The New American encyclopaedia: a popular dictionary of general knowledge, Volume 2, D. Appleton, 1865
  2. ^ (Belanda) Institut voor taal-, land- en volkenkunde von Nederlandsch Indië, The Hague, Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Bagian 4 M. Nijhoff, 1856