Lompat ke isi

Pembantaian Sabra dan Shatila

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 2 Juli 2005 16.29 oleh 210.241.238.189 (bicara) (kategori dan interwiki)

Pembantaian Sabra dan (Shatila/Chatila) terjadi pada September 1982, di Beirut, Libanon, dalam daerah di bawah pendudukan Israel, oleh kelompok Kristen Libanon. PBB telah mengatakannya sebagai "penghapusan bangsa (genocide)" -- satu istilah yang mempunyai kesan perhakiman internasional. Kebanyakan perdebatan ditumpahkan kepada tanggung jawab Israel.

Latarbelakang

Pada ketika itu, Libanon berada dalam keadaan perang saudara melibatkan siri persetujuan yang rumit. Antaranya adalah perjanjian antara Israel dan Kristen Libanon, diketuai oleh partai Phalangist dan kelompok bersenjata. Mereka sedang bertikai dengan pihak Muslim, termasuk Palestina yang diwakili oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Pembantaian antara kaum etnik berbeda adalah perkara biasa ketika perang saudara tersebut, yang menyaksikan hampir sebanyak 100.000 korban antara 1975 dan 1990, tetapi Israel mendakwa bahwa pengalamannya bekerja sama dengan Phalangist sebelum pembantaian tersebut tidak menunjukkan sembarang kecenderungan di kalangan mereka mengenai keganasan terhadap umum. Pemimpin Phalangist pada masa itu, Bachir Gemayel, amat populer di kalangan Maronites, sebenarnya terkenal karena kejam dan pernah membunuh calon saingannya. Ia dilantik sebagai Presiden Libanon pada 23 Agustus. Pihak Israel telah melatih, membekali senjata, perbekalan, dan juga pakaian seragam kepada pasukan Phalangist sejak 1976.

Pihak PLO telah menggunakan Libanon sebagai tapak melancarkan serangan terhadap perbatasan utara Israel, dan berdasarkan alasan tersebut, Israel telah melanggar selatan Libanon pada 6 Juni 1982. Di bawah perjanjian gencatan senjata didukung oleh Amerika Serikat yang ditandatangani pada akhir Agustus, pihak PLO setuju untuk meninggalkan Libanon dibawah pengawasan internasional dan Israel setuju untuk tidak melanjutkan ke dalam Beirut dan menjamin keselamatan penduduk sipil Palestina yang tinggal di kemah-kemah. Pada 1 September, pengunduran pejuang PLO telah selesai dan pada 10 September pasukan internasional (Amerika Serikat, Perancis, dan Italia) menyela pengunduran tersebut telah berundur. Bagaimanapun pada 14 September 1982, Bachir Gemayel telah dibunuh, menyebabkan pasukan Phalangist bersumpah untuk membalas dendam. Pembunuh tersebut kemudiannya dipercayai sebagai agen Suriah, tetapi Menteri Pertahanan Israel Ariel Sharon melemparkan tanggung jawab pembunuhan tersebut ke atas penduduk Palestina, yang menambah kemarahan Phalangist yang telah diketahui membenci penduduk Palestina. Kematian Gemayel juga menyebabkan keadaan huru-hara, yang menyebabkan pemimpin Israel ingin memperkukuh kedudukan mereka dengan melanggar Beirut Barat. Mata-mata Israel mendakwa bahwa kemah Sabra dan Shatila untuk pengungsi Palestina di Beirut masih mempunyai sampai 2.000 anggota PLO (yang didakwa tidak berundur, walaupun syarat perjanjian awal di mana PLO perlu meninggalkan Libanon) dan bersama senjata, dakwaan yang tidak berasas dan dipertikaikan (lihat di bawah).

Peristiwa

Pihak bersenjata Phalangist dan Angkatan Pertahanan Israel (IDF) mencapai persetujuan bahwa IDF akan mengawal perbatasan kamp dan Phalangist akan mengusir keluar anggota PLO dan menyerahkan mereka kepada pasukan Israel. Arahan Sharon kepada Phalangist menegaskan bahawa IDF akan mengawal semua pasukan di dalam kawasan tersebut. Pada petang 16 September 1982, IDF mengelilingi kamp dan pasukan Phalangist melanggar masuk, di bawah pimpinan Elie Hobeika. Selama 36 jam berikutnya, pasukan Phalangist membantai semua penghuni kamp, sementara pasukan IDF memasuki Beirut Barat.

Menjelang tengah hari Rabu, 15 September, pihak IDF telah mengelilingi dan menutup kawasan kamp dan meletakkan pos pengawas pada atap di bangunan tinggi yang berdekatan. Menjelang tengah hari Kamis, pihak Israel mengumumkan bahwa pihaknya mengawal semua kawasan penting di Beirut. Pihak IDF mengadakan pertemuan sepanjang hari dengan pemimpin Phalangist, termasuk Elie Hobeika, untuk membincangkan masuknya mereka ke dalam kamp. Pada pukul 4 petang, 1.500 orang bersenjata berkumpul dan mulai bergerak ke arah kawasan kamp, dan unit pertama 150 orang memasuki kawasan kamp pada waktu maghrib, bersenjatakan senapan, pisau dan kapak. Dari awal malam sampai lewat tengah malam, pada kedua malam, pihak IDF menembak suar penerang di atas kawasan kamp. Awal pukul 8 malam hari Kamis, seorang pegawai Phalangist melaporkan pembunuhan sebanyak 300 orang kepada pusat kawalan Israel. Pembunuhan ini berkelanjutan sepanjang malam. Sebagian dari laporan telah dibawa ke Tel Aviv dan telah dilihat oleh beberapa pegawai kanan IDF.

Sungguhpun begitu, pasukan bantuan Phalangist tiba di kamp pada pagi Jum’at. Sepanjang waktu tersebut, tentara Israel secara perseorangan menyaksikan sebagian penyembelihan tersebut. Pada satu masa masalah melalui radio ditujukan kepada Elie Hobeika menanyakan apa yang hendak dilakukan terhadap wanita dan kanak-kanak telah dipintas oleh pegawai perhubungan Israel (dia menjawap "Ini merupakan kali terakhir Anda menanyai saya masalah seperti itu, Anda sudah tahu apa yang perlu dilakukan", tentera Phalangist di situ tertawa mendengarkannya). Pada waktu lain anggota pasukan kereta kebal melihat beberapa orang, wanita, dan kanak-kanak dibawa ke stadion (kelihatannya untuk ditembak). Sebagian tentara IDF diletakkan di sekeliling kamp mematuhi arahan mereka dan mengusir kembali pelarian yang mencoba melarikan diri. Yang lain melaporkan apa yang mereka lihat kepada orang atasan mereka. Anggota Phalangist sering datang meminta makanan, air, dan peluru sepanjang pembantaian tersebut. Pada pukul 11:30 pagi, Jeneral IDF Yaron memerintahkan Phalangist untuk berhenti berlanjut. Perintah tersebut kelihatannya tidak dipatuhi langsung. Selepas itu pada waktu petang, perbincangan Majlis Pegawai Israel memutuskan untuk memberikan lanjutan masa kepada pasukan Phalangist sampai 5 pagi keesokan harinya. Tekanan Amerika yang dicetuskan oleh kabar angin mengenai pembantaian itu merupakan sebab pendorong keputusan untuk menghentikan pasukan Phalangist. Pasukan IDF juga membekali pasukan bersenjata dengan buldozer tambahan.

Orang bersenjata tidak keluar dari kamp pada pukul 5 pagi Sabtu seperti diperintahkan; sebaliknya, mereka keluar pada pukul 10 pagi, selepas memaksa mereka yang masih hidup untuk beratur keluar dari kamp, membunuh korban secara rawak, dan mengantar kebanyakan yang lain ke stadion untuk bersiasat, yang berlarut-larut sepanjang hari. Pasukan IDF tidak memasuki kamp ketika itu, untuk menghindari keterlibatan. Pemberita asing pertama dibolehkan memasuki kamp pada 9 pagi dan saat menjumpai beratus-ratus mayat bergelimpangan di sana-sini, kebanyakan dikelar, menyiarkan berita resmi mengenai pembantaian tersebut sekitar waktu tengah hari.

Jumlah sebenarnya korban tidak diketahui. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) memperkirakan sejumlah 2.750 korban. Jumlah Israel, berdasarkan perisikan IDF, menaksir jumlah sampai 700-800, jumlah yang sama dipetik oleh pihak berkuasa Libanon dan kebanyakan sumber Barat, dan laporan lain menyebut antara 300 sampai 3.000.

Tuduhan terhadap Israel

Berita pembantaian tersebut tersebar melalui media seluruh dunia. Berikutan kontroversi itu, pihak Israel membentuk Komisi Penyiasatan yang diketuai oleh bekas Hakim Agung Kahan. Laporan tersebut termasuk bukti dari kaki tangan tentara Israel, termasuk juga tokoh politik, dan pegawai Phalangist. Dalam laporan ini, diterbitkan pada musim bunga 1983, Komisi menyatakan bahawa tidak terdapat bukti unit Israel terlibat dalam pembantaian secara langsung, tetapi ia adalah sepenuhnya dilakukan oleh Elie Hobeika dan orang-orangnya. Bagaimanapun, Komisi Kahan mencatat bahwa kaki tangan tentara Israel telah menyadari tetnatng pembantaian yang berlaku beberapa kali tanpa melakukan sembarang tindakan serius untuk menghentikannya, dan juga laporan mengenai penyembelihan yang sedang terjadi dilaporkan kepada menteri kabinet Israel. Ia mencadangkan bahwa Menteri Pertahanan Israel, Ariel Sharon berhenti atau dipecat dan juga mengutuk serta mencela beberapa pegawai perisikan dan tentara.

Yang lain tidak setuju dengan laporan tersebut:

"Pembunuhan beramai-ramai itu bukan merupakan tindakan membalas dendam terhadap pembunuhan Bachir Gemayel yang dilakukan secara spontan tetapi merupakan suatu operasi yang telah dirancang terlebih dahulu yang bertujuan memberi kesan terhadap perpindahan beramai-ramai rakyat Palestina dari Beirut serta bagian-bagian lain di Libanon. Keterlibatan Israel dalam pembunuhan terhadap rakyat Palestina telah mewujudkan satu corak perjuangan politik yang mengusutkan melalui tindakan keganasan massa terhadap orang awam, termasuk wanita, kanak-kanak dan orang-orang tua." [1]

Beberapa pihak seperti Noam Chomsky dan Robert Fisk telah mendakwa bahwa pihak Israel memang menyadari akan kejadian pembunuhan beramai-ramai itu. Selain itu, mereka mempertikaikan bahwa terdapatnya anggota PLO di dalam kamp-kamp berkenaan, seperti dakwaan (1) laporan Suruhanjaya Kahan bahawa IDF telah menghantar 150 anggota Phalangist untuk menentang 2.000 anggota PLO (satu ciri taktik ketentaraan yang lemah) dan (2) pihak Phalangist cuma kehilangan dua nyawa, sesuatu yang mustahil dalam pertempuran yang berlanjutan selama 36 jam yang melibatkan 2.000 pejuang yang cukup berpengalaman [FT]. Beberapa pihak membantah analisis yang dilakukan oleh Chomsky dan menganggapnya sebagai sesuatu yang subjektif berdasarkan pandangan politiknya yang dianggap radikal.

Bagaimanapun, para pengkritik mempunyai pelbagai bantahan terhadap pandangan yang berkenaan dengan itu. Menurut mereka, Israel tidak pernah mendakwa semua anggota PLO (berbanding pejuang Fatah) bersenjata atau mencoba mengatur pertahanan; dalam kejadian-kejadian sebelumnya, pihak Phalangist telah dipanggil untuk menyaring anggota PLO dari kelompok Libanon yang lain. Phalangist menunjukkan sikap yang baik dalam kasus-kasus seperti ini. Tambahan pula, Israel menyatakan bahawa Panglima Medan Phalangist, Elie Hobeika, pada ketika itu telah mempunyai hubungan dengan Suriah (ia secara terbuka berpaling tadah seketika kemudian). Ini menunjukkan bahwa ia mungkin telah merencanakan pembantaian itu sebagai provokasi politik terhadap sekutu Israelnya (satu tindakan yang tidak asing bagi dirinya). Akhirnya, Israel menekankan bahwa tentera Israel tidak pernah menerima sembarang perintah (dalam kejadian ini atau yang lainnya) yang dapat menyebabkan kematian di pihak orang awam yang tidak bersenjata.

Namun begitu, Israel telah memberikan pengakuan secara bertulis bahwa Israel akan melindungi orang awam Palestina, karena itu telah menjadi tanggung jawabnya di bawah undang-undang antarabangsa sebagai kuasa penakluk.

Berkenaan dengan PemilU Sharon 2001 untuk jabatan Perdana Menteri Israel, satu saman telah dikemukakan di Belgia berkenaan peranannya dalam peristiwa pembantaian Sabra dan Shatila. Mahkamah Agung Belgia memutuskan pada 12 Februari 2003, bahawa Sharon (dan yang lain, antaranya adalah Yaron) dapat disabitkan di bawah tuduhan ini. Pengkritik saman ini menuduh bahawa ia dilakukan untuk tujuan politik. Israel membalas dengan bising "kemarahan" terhadap keputusan ini dan mempersoalkan hak mahkamah Belgia untuk membicarakan kasus ini, walaupun rakyat Israel yang membawa kasus (tidak berkenaan) pada mahkamah yang sama terhadap Palestina. Banyak yang mendapati maklumat dalam saman itu membuat terperanjat. Sebagian berdasarkan pada maklumat Komisi Kahan yang tidak pernah diumumkan (bagian laporan yang disita) tetapi diberikan kepada pendakwa Belgia oleh sumber Israel.

Perincian kasus Belgian dapat dilihat di http://www.indictsharon.net (halaman web tidak rasmi aktivis).

Lihat juga

Rujukan

  • [FT] Fateful Triangle, Noam Chomsky (ISBN 1-57731-152-3)
  • "The Sabra and Shatila massacres: eye-witness reports" Leila Shahid, with an introduction by Linda Butler, in Journal of Palestine Studies XXXII, no. 1 (Autumn 2002)
  • "Pity the nation: The Abduction of Lebanon", Robert Fisk (ISBN 1577311957)

Pranala Luar