Lompat ke isi

Keramik Hijau Goryeo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Keramik Hijau Goryeo
Nama Korea
Hangul
고려청자
Hanja
Alih AksaraGoryeo cheongja
McCune–ReischauerKoryŏ ch'ŏngja

Goryeo cheongja atau keramik hijau Goryeo adalah jenis kerajinan keramik berwarna hijau (Bahasa Inggris:celadon) yang diciptakan pada zaman Dinasti Goryeo (935-1392) di Korea.[1][2][3][4][5][6][7] Celadon memiliki ciri khas warna biru-kehijauan karena metode pengglasiran secara khusus yang pertama kali ditemukan oleh bangsa Cina. Walau teknik pembuatannya diperkenalkan dari Cina, pengrajin Goryeo menciptakan keramik hijau khas Korea dengan gaya dan metode baru yang berbeda. Di Goryeo, keramik ini selain digunakan untuk perabot rumah tangga, juga dianggap sebagai karya seni bernilai yang dijual sebagai komoditas perdagangan ke seluruh dunia. Karena negeri Goryeo adalah penganut Buddhisme, keramik ini dianggap merefleksikan pemikiran rakyatnya.

Bentuk keramik hijau Goryeo yang banyak dibuat antara lain berbagai jenis peralatan dapur dan rumah tangga, antara lain vas bunga, mangkuk, piring, teko, tempayan, cawan, pembakar dupa, kotak perhiasan, guci dan sebagainya.[4]

Sejarah

Berbagai teori dan bukti sejarah yang dikemukakan oleh para sejarawan mengenai asal-usul keramik hijau Goryeo di Semenanjung Korea antara lain kaitannya dengan produksi keramik hijau di Yuezhou, Provinsi Zhejiang, Cina selatan. Mengenai asal-usul, ada 2 teori. Teori pertama, meyakini bahwa keramik hijau pertama di Korea dibuat di abad ke-9, akhir periode Silla Bersatu (668-918). Teori kedua, keramik hijau pertama kali dibuat di pertengahan abad ke-10, masa Dinasti Goryeo.

Teori pertama paling kuat karena dibuktikan dengan penemuan berbagai jenis keramik mirip produksi Yuezhou di situs tungku pembakaran di pesisir barat Korea. Di masa itu, Goryeo dipengaruhi Tang dalam berbagai bidang, yaitu agama Buddha, seni budaya, termasuk kerajinan keramik.

Pengrajin keramik hijau dan putih di zaman akhir Silla Bersatu semakin kreatif menciptakan berbagai bentuk baru namun tak ada dekorasi. Berlanjut ke pemerintahan Goryeo yang baru, metode ukir intaglio, relief, glasir besi, dan tatahan putih dipergunakan. Pengaruh khas Goryeo masih belum nampak karena masih meniru cara Cina untuk keramik pot, botol, dan vas maebyeong.

Warna hijau keramik masih cukup gelap kadang-kadang kuning karena proses bakar dalam tungku. Tapi lapisannya semakin tipis dan lebih tahan lama, menunjukkan adanya kemajuan dalam metode pembuatan.

Di pertengahan abad ke-11, Goryeo sudah cukup makmur untuk mengatur negerinya sendiri. Guna membuat keramik yang lebih bernilai pabrik-pabrik di pantai timur dan selatan ditutup dan pusat produksi pindah ke pesisir barat dekat ibukota, khususnya ke Provinsi Jeolla. Dua daerah penting, Kecamatan Taegu, Kabupaten Gangjin dan Kecamatan Boan dan Kecamatan Chinso di Kabupaten Buan merupakan pusat produksi keramik yang dikelola secara khusus oleh pemerintah.

Keramik Cina masih jadi barang dagang di Goryeo sampai abad ke-12, antara lain keramik hijau Yaozhou Cina utara, keramik Ci-zhou dari Guangdong, keramik Ding, Jingdezhen, dan Xiuwu. Perabot-perabot ini menginspirasi produksi keramik Goryeo dari segi bentuk yang semakin bermacam-macam.

Pada masa pemerintahan Raja Injong (raja ke-17), pengrajin Goryeo mulai menemukan gaya khusus tahap demi tahap. Mulai tahun 1123 sampai 100 tahun berikutnya, disebut sebagai zaman kejayaan keramik hijau Goryeo saat banyak hasil karya bermutu tinggi diciptakan.

Hasil karya pengrajin Goryeo ditunjukkan dengan glasir keramik yang lebih transparan, jernih dan terang untuk menampilkan permukaan ukir-ukiran dan pola yang lebih ramai dan rumit. Sementara keramik hijau Cina berglasir lebih gelap sehingga menambahkan pola cukup sulit dilakukan.

Warna hijau batu giok yang didamba-damba pengrajin Goryeo pun sudah berhasil diciptakan dan menarik perhatian warga Cina dimana-mana. Xu Jing, utusan Huizong dari Song Utara menulis pengalamannya berkunjung ke Korea dalam buku Gaoli Tujing (Perjalanan utusan ke Goryeo) tahun 1123:

Rakyat Goryeo suka warna hijau batu giok. Cara membuatnya semakin maju dan glasirnya jadi lebih cantik...Mereka meniru keramik Ding...Di antara semuanya, pembakar dupa berbentuk singa yang paling unik dan semua keramik itu berwarna hijau serupa keramik dari Yue-zhou dan Ru-zhou.

Dalam buku Xiu Zhong Jin, Taiping Laoren menulis "keramik hijau Goryeo punya warna hijau tercantik di dunia".

Di antara jenis keramik hijau Goryeo yang paling dikagumi adalah sanggam cheongja, keramik hijau tatahan. Asalnya tak jelas, tapi kemungkinan pertengahan abad 12 (1150-an) menurut penemuan mangkok keramik hijau di kuburan Mun Gong-yu yang meninggal tahun 1159.

Metode menatah sebenarnya digunakan untuk kerajinan metal didapat dari penelitan mendalam mengenai karakteristik bahan ditambah keterampilan tinggi, merupakan penemuan besar orang Goryeo. Metode sanggam membuat pola tampak bagai lukisan, memperlihatkan paduan warna-warna yang harmonis. Pola yang disukai antara lain awan dan burung jenjang, representatif corak keramik Goryeo.

Pada tahun 1131, invasi bangsa Mongol ke Korea menandai periode penurunan keramik hijau. Tahun berikutnya, pemerintahan pindah ke Pulau Ganghwa menghindari pasukan Mongol sampai akhirnya menyerah tahun 1270 dan kembali lagi ke Kaesong.

Pada masa ini metode tatahan masih dipraktikkan namun kualitasnya jauh berkurang karena warna hijau terang berubah gelap dan tidak menarik lagi. Pola-pola yang sebelumnya rumit diganti dengan yang lebih sederhana, biasa, dengan permukaan terlalu kosong atau terlalu banyak sehingga tidak seimbang. Harmoni warna memburuk, terlalu gelap atau terlalu terang karena pengrajin tidak lagi mencari nilai seni. Sebagian besar dibuat antara tahun 1269-1287. Pengaruh Arab dan barat masuk lewat Yuan di tahun 1290-an memperkenalkan keramik-keramik asing. Keramik besar-besar dengan ukuran melebihi 70 cm juga diciptakan atas pengaruh Yuan bersama keramik glasir kuning dan keabu-abuan.

Di abad ke-14 (tahun 1300-an), kualitas keramik hijau semakin melenceng, kali ini glasir hampir hitam dan tatahan jadi kasar bahkan produksinya semakin banyak. Hasil turunan ini adalah dasar keramik buncheong yang diminati di masa Dinasti Joseon.

Sejak itu, dibawah kekuasaan Dinasti Yuan kerajinan keramik hijau telah kehilangan nilai dan kualitas hingga Goryeo jatuh di tahun 1391.

Kebangkitan kembali

Setelah keruntuhan Goryeo, dan Dinasti Joseon memerintah selama 500 tahun lebih, kesenian membuat keramik hijau telah punah di Korea.

Orang-orang Amerika dan Eropa yang tinggal di Korea adalah orang asing pertama yang menemukan kembali keramik hijau pada tahun 1881 di sebuah kuburan kuno di Kaesong (Korea Utara).

Lebih banyak lagi keramik hijau Goryeo yang ditemukan pada awal abad ke-20, saat Jepang membangun jalan kereta api untuk persiapan Perang Rusia-Jepang (1904-1905). Orang-orang asing ini mulai memusatkan perhatian untuk menggali harta karun keramik hijau di kuburan-kuburan kuno Goryeo di Kaesong (ibukota Goryeo) dan Pulau Ganghwa, ibukota darurat saat Korea diduduki bangsa Mongol.

Pada tahun 1950-an teknik membuat keramik hijau yang sudah punah kembali dihidupkan oleh seniman-seniman keramik Korea seperti Ko-Chung (Ji Jae-Seob) dan Chon-Jin.[8] Ji Jae-seob saat ini adalah salah seorang pengrajin yang dianugerahi sebagai aset nasional hidup oleh pemerintah Korea Selatan.[8]

Proses pembuatan

Teknik Sanggam.

Proses pembuatan keramik hijau merupakan yang tersulit di antara keramik jenis lain karena diperlukan prosedur-prosedur yang rumit.[8] Pada awalnya para pengrajin Goryeo meniru gaya keramik hijau Cina, sehingga berbagai pola seperti bunga teratai, peoni, burung nuri dan itik dipinjam dari gaya Song khas Cina Selatan. Namun, lama-kelamaan mereka mulai berkreasi dan menemukan gaya tersendiri.[9]

Proses pembuatan dimulai saat tanah liat dibentuk di roda putar, kemudian dibiarkan menjadi sedikit kering.[8] Setelah itu permukaannya diukir untuk membentuk pola yang diinginkan dengan mengukir ceruk-ceruk.[8] Ceruk pola diisi dengan tanah liat berwarna putih, hijau tua atau merah sesuai ilustrasi yang diukir, kemudian dikeringkan dalam waktu yang lama, bisa sampai berbulan-bulan tergantung cuaca.[8] Setelah mengering, keramik dibakar dalam tungku yang mana sebagian besar akan hancur.[8] Keramik yang tahan dikeluarkan dan diteliti, bila pembakaran kurang sempurna, akan dihancurkan oleh pengrajin.[8] Setelah itu diberi glasir dan dibakar lagi dengan suhu yang lebih tinggi.[8] Pembakaran ini akan menghasilkan warna biru-kehijauan.[8] Keramik yang berhasil melewati proses glasir akan menghasilkan ilustrasi yang semi-transparan dan lebih terang. [8]

Teknik glasir

Warna dari keramik hijau ini juga bergantung pada faktor bahan, antara lain kandungan besi dalam tanah liat, bahan glasir yang terbuat dari besi-oksida, mangan-oksida dan kwarsa tingkat pembakaran dalam tungku.[9] Suhu tungku umumnya berada pada atau sekitar 1150 °C dan level oksigen dalam tungku diturunkan dalam beberapa tahap pembakaran.[9]

Teknik sanggam

Bukti sejarah paling awal tentang teknik sanggam terdapat di ukiran di makam Mun Kong Yu yang berangka tahun 1159.[4] Dapat disimpulkan bahwa perkembangan teknik sanggam ada kaitannya dengan berkembangnya kerajinan alat perunggu.[4] Berbagai peralatan ritual agama Buddha seperti kundika (kendi air), vas bunga, dan pembakar dupa memiliki pola desain yang berwarna keperakan.[4] Semakin banyaknya peralatan yang menggunakan teknik ini menyebabkan keramik hijau dengan pola sanggam mencapai puncaknya di awal abad ke-13 dan terus diproduksi sampai akhir periode Goryeo (1392). [4]

Analisis ilmiah yang dilakukan oleh Vandiver (1991) menyatakan bahwa bahan pola yang direkatkan pada keramik hijau Goryeo asli bukanlah tanah liat hitam atau putih seperti yang banyak dipercaya selama ini, tapi bahan magnetit untuk pola hitam dan kwarsa untuk warna putih.[4] Mereka juga berhasil menguasai teknik sulit untuk membuat pola glasir merah dengan menggunakan tembaga-oksida dalam pemantauan pembakaran yang sangat teliti dalam tungku.[4]

Warna hijau giok

Warna hijau yang dihasilkan oleh keramik hijau Goryeo berbeda dengan keramik hijau asal Cina. Sejak lama, kedua bangsa menganggap batu giok sebagai perhiasan bertuah dan berusaha membuat keramik dengan warna yang serupa mungkin dengan batu giok. Orang Cina menamakannya pisi (warna rahasia). Orang Goryeo berhasil menciptakan warna keramik hijau yang kebiru-biruan, agak berbeda dengan keramik Cina dan juga menjulukinya pisaek (warna rahasia).

Jenis-jenis

Berdasarkan bentuknya, terdapat beberapa jenis keramik hijau yang juga bermakna khusus:[1]:

  • Cham-wae, jenis vas yang berbentuk buah melon.[10]
  • Maebyeong, jenis vas yang berbahu lebar dan tinggi, melambangkan wanita. [11]
  • Jubyeong, jenis vas berleher langsing dan panjang, melambangkan pria.[1]
  • Kundika, jenis kendi air yang digunakan dalam ritual agama Buddha.[12]

Berdasarkan teknik pembuatannya:

  • Somun cheongja, keramik hijau biasa tanpa pola dan corak
  • Eumgak cheongja, keramik hijau pola ukiran
  • Yanggak cheongja, keramik hijau pola relief
  • Sanggam cheongja, keramik hijau tatahan
  • Yok sanggam cheongja, keramik hijau tatahan terbalik
  • Tugak cheongja, keramik hijau dekorasi terbuka
  • Sanghyong cheongja, keramik hijau figuratif berbentuk hewan atau tumbuhan
  • Cheolsa cheongja, keramik hijau glasir besi
  • Toehwa cheongja, keramik hijau berlapis
  • Cheolhwa cheongja, keramik hijau glasir besi berdekorasi
  • Hwageum cheongja, keramik hijau pola lukisan emas
  • Jinsa cheongja, keramik hijau pola tembaga

Pola-pola

Pola-pola yang diciptakan berdasarkan Buddhisme dan kepercayaan tradisional, antara lain:[1]

  • Burung bangau, melambangkan keabadiaan atau umur panjang.
  • Lingkaran, melambangkan matahari.
  • Ikan, melambangkan realisasi yang besar.
  • Bunga teratai, melambangkan kasih Buddha.
  • Harimau, melambangkan pelindung dan kehangatan.
  • Peoni, melambangkan kekayaan dan penghargaan.
  • Naga, melambangkan keagungan.
  • Itik, melambangkan jabatan perdana menteri.
  • Bunga seruni, melambangkan kesehatan dan kesejahteraan.
  • Pohon cemara, melambangkan kerajaan dan kesetiaan.

Tungku

Tungku yang digunakan untuk membakar keramik hijau dibuat dengan bentuk bertingkat (naik) dari batu bata dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan udara dan nyala api ke arah atas lewat beberapa ruangan.[4] Keramik dibakar dalam suhu 1200-1300° C, dengan tinggi 8 meter dan lebar rata-rata dari 1,2 - 1,5 meter.[4] Pada awalnya tungku hanya memiliki sebuah ruangan namun berkembang menjadi beberapa buah ruangan dan menjelang abad ke-14, tungku-tungku dibangun dengan bahan tanah liat.[4]

Artefak keramik hijau banyak ditemukan di situs kuburan dan tungku di Buan (Jeolla Utara) dan Gangjin (Jeolla Selatan).[4] Tungku-tungku sengaja dibangun dekat pesisir pantai karena memiliki banyak pasokan tanah liat bagus dan kayu bakar, selain untuk memudahkan pengiriman lewat laut.[4]

Pengaruh agama Buddha

Keramik hijau berpola burung bangau.

Keramik hijau Goryeo merefleksikan pemikiran Buddhisme rakyatnya yang mengimajinasikan warna biru kehijauan sebagai warna nirwana.[8]

Para pengrajin moderen merasa tidak mampu menciptakan karya yang benar-benar serupa dengan keramik asli Goryeo.[8] Ada yang menyimpulkan hal itu disebabkan karena para pengrajin Goryeo adalah penganut Buddha yang taat dan mendedikasikan jiwa mereka ke dalam hasil karya mereka.

Para pengrajin Goryeo menyebut keramik yang mereka hasilkan dengan istilah "pisaek cheongja" atau "keramik hijau warna rahasia" yang berwarna hijau-giok.[4]

Artefak

Pada masa Goryeo, banyak keramik hijau yang dijadikan objek penguburan sehingga banyak peninggalan keramik hijau ditemukan utuh, terutama di wilayah Kaesong, Korea Utara.[4]

Berdasarkan Goryeosa (Babad Goryeo), Uijong yang gemar akan benda-benda seni, mempunyai sebuah pendopo beratap genteng keramik hijau di Kaesong, ibukota Goryeo pada tahun 1157. Ini dibuktikan dengan penemuan genteng-genteng serupa di situs pabrik keramik di Gangjin pada tahun 1965. Fragmen-fragmen ditemukan bersamaan dengan keramik hijau yang sudah rusak seperti pembakar dupa, kendi, teko dan cawan.

Artefak juga ditemukan dalam kuburan-kuburan Song dan Yuan di Cina yang menunjukkan minat mereka akan keramik hijau Goryeo.

Penemuan di perairan Pulau Bian

Pada tahun 2003, ribuan keramik hijau ditemukan di kedalaman perairan Pulau Bian, Gunsan. [13] Menurut penelitian keramik hijau tersebut serupa dengan keramik hijau yang ditemukan di situs kuburan nomor 27 dan 28 di Desa Yucheon, Kabupaten Buan, sehingga artefak ini kemungkinan besar berasal dari desa Yucheon.[13] Diperkirakan pada abad ke-12, setelah diberangkatkan dari pelabuhan Julpo, Yucheon, kapal pembawa keramik tersebut menuju ibukota (Gaegyeong) atau kota lain, namun mengalami musibah di tengah laut dan karam.[13] Artefak keramik hijau ini terdiri dari berbagai jenis peralatan seperti cawan dan mangkuk yang sebagian besar berpola, kemungkinan sebelum teknik sanggam ditemukan.[13] Selain itu ciri-cirinya adalah kasar dan tidak elegen, yang menunjukkan bahwa peralatan ini dibuat oleh pengrajin biasa.[13]

Penemuan di perairan Taean

Pada tanggal 18 Mei 2007, seorang nelayan bernama Kim Yeong-cheol berlayar ke perairan Pulau Daeseom, dekat wilayah Taean di Provinsi Chungcheong Utara untuk menangkap gurita.[14] Dari sana ia menemukan seekor gurita yang menjepit piring keramik hijau Goryeo.[14] Penemuan yang tidak disengaja ini mengarah kepada pencarian bangkai kapal Goryeo yang mengangkut keramik hijau dan dalam program yang dinamakan Proyek Taean.[14]

Sebagian besar artefak yang ditemukan adalah keramik hijau namun beberapa perabotan lain juga ditemukan.[14] Walaupun berbeda pola dan warna, seluruh keramik hijau yang ditemukan kemungkin diproduksi pada abad ke-12 di Kabupaten Gangjin, Jeolla Selatan, yang merupakan pusat produksi saat itu.[14] Barang-barang yang ditemukan merupakan keramik yang berkualitas tinggi yang mengindikasikan bahwa perabotan tersebut diproduksi untuk istana atau kaum bangsawan.[14]

Harta nasional

Harta Nasional Nomor 68

Pada saat penjajahan Jepang pada tahun 1910, banyak karya seni keramik hijau yang dibawa dan dikoleksi oleh kolektor barang antik Jepang.[8]

Keramik hijau tipe Maebyeong, Harta Nasional Nomor 68.

Cheongja-unhak-sanggam-mun-maebyeong adalah sebuah jenis maebyeong yang dikenal sebagai keramik hijau sanggam paling bermutu sehingga dijadikan sebagai Harta Nasional Korea Selatan Nomor 68.[15] Maebyeong ini berukuruan tinggi 42,1 cm yang membuatnya sebagai vas keramik hijau antik terbesar di Korea.[15] Di permukaannya diberi ilustrasi burung bangau yang dikelilingi lingkaran hitam dan putih.[15] Pola burung bangau berwarna putih dan mata serta sayap dan kakinya berwarna hitam.[15] Keramik ini pernah menjadi koleksi Chun Hyung-pil.[15] Chun membeli keramik ini seharga 20.000 Won dari seorang broker Jepang di tahun 1935.[15] Kini, keramik ini tersimpan di Museum Seni Gansong di Seoul.[15]

Kutipan mengenai keramik hijau Goryeo

How many people could I make happy, if I could reproduce this color myself!

Bernard Leach (1887~1979)


The best Korean wares are not only original; they are the most gracious and unaffected pottery ever made. They have every virtue that pottery can have

William Honey dalam "The Ceramic Art of China and Other Countries of the Far East" (1945)


The clear blue glaze represents Koryo’s sky, and the Koryo people knew very well how to fill this beautiful sky. They set carefree white clouds adrift in it, and between the white clouds, they offered their wishes to the heavens on the wings of a crane

Choi Soon-woo, mantan direktur Museum Nasional Korea dalam "a journey to Korean beauty"


the Goryeo celadon is my religion

Uchiyama Shozo, spesialis keramik Jepang

Galeri

Referensi

  1. ^ a b c d (Inggris)About Korean Celadon, koreanarts. Diakses pada 17 April 2010.
  2. ^ (Inggris)Nahm. Ph. D, Andrew (2009). A Panorama of 5000 Years: Korean History. Hollym International Corp, Elizabeth, New Jersey. ISBN 0-930878-68-X. 
  3. ^ (Inggris)Kang, Kyung-suk (2008). Korean Ceramics. Korea Foundation. ISBN 89-86090-30-9. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris)Pak, Young Sook (2003). Earthenware and Celadon. Laurence King Publishing. ISBN 1-85669-360-0. 
  5. ^ (Inggris)Gangjin Celadon, Home of "the finest celadon under heaven, gangjinceladon. Diakses pada April 2010
  6. ^ (Inggris)Korean Ceramics, Its History and Evolution, visitkorea. Diakses pada 19 April 2010.
  7. ^ (Inggris)Goryeo Celadon, daegu. Diakses pada 19 April 2010.
  8. ^ a b c d e f g h i j k l m n (Inggris)KOREAN CELADON POTTERY, zanzibarart. Diakses pada 17 April.
  9. ^ a b c (Inggris)Goryeo Celadon, metmuseum. Diakses pada 19 April 2010.
  10. ^ (Inggris)Melon-shaped celadon vase, britishmuseum. Diakses pada 19 April 2010.
  11. ^ (Inggris)Maebyeong, metmuseum. Diakses pada 19 April 2010.
  12. ^ (Inggris)Treasure of Goryeo Metalwork: Kundika with Inlaid Design, koreana. Diakses pada 19 April 2010.
  13. ^ a b c d e (Inggris)Jeonju Museum - Celadon Porcelain Excavated from Bian-do, emuseum. Diakses pada 21 April 2010.
  14. ^ a b c d e f (Inggris) Moon Whan-suk (2008). "Treasure of Goryeo Celadon Recovered from the Sea" (PDF). Koreana. 22 (1). Diakses tanggal 26 April 2010. 
  15. ^ a b c d e f g (Inggris)National Treasure No. 68, kbs. Diakses pada 21 April 2010.

Pranala luar