Sampanahan
Swapraja Sampanahan (atau Simpanahan[1]) adalah suatu wilayah pemerintahan swapraja di bawah Hindia Belanda sejak tahun 1841 yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda di bawah kekuasaan Asisten Residen GH Dahmen yang berkedudukan di Samarinda. Pemerintah swapraja daerah tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera adalah Pangeran Mangku Bumi (Gusti Ali). Wilayah Sampanahan sebelumnya adalah divisi dari Kerajaan Tanah Bumbu dan sempat pula diduduki Kesultanan Pasir. Wilayah swapraja Sampanahan meliputi Daerah Aliran Sungai Sampanahan, Kota Baru, Kalimantan Selatan. Sekarang wilayah kerajaan ini menjadi sebuah kecamatan di Kabupaten Kotabaru yaitu kecamatan Sampanahan.
Kepala Pemerintahan
- Pangeran Prabu/Sultan Sepuh bin Pangeran Dipati/Daeng Malewa (1780-1800) sebagai Raja Bangkalaan (meliputi Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal). Sultan Sepuh sebenarnya anak selir. Ibu tirinya, Ratu Mas adalah raja Tanah Bumbu (keturunan Pangeran Dipati Tuha). Saudara tirinya, Ratu Intan puteri Ratu Mas menjadi ratu negeri Cantung dan Batulicin. Saudaranya yang lain, Pangeran Layah menjadi Raja Buntar-Laut. Sultan Sepuh memiliki anak: Pangeran Nata (Ratu Agung), Pangeran Seria, Pangeran Muda (Gusti Kamir), Gusti Mas Alim, Gusti Besar, Gusti Lanjong, Gusti Alif, Gusti Redja dan Gusti Ali (Pangeran Mangku Prabu Jaya/Gusti Bajau).
- Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Pangeran Prabu (1800-1820), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan dan Manunggul. Pada saat itu Cengal dimiliki oleh Pangeran Seria sebagai sub-raja.
- Pangeran Seria bin Pangeran Prabu (1800-?), semula sebagai Raja Cengal, kemudian menjadi raja utama Tanah Bumbu (Raja Cengal, Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul) menggantikan Pangeran Nata. Saudarinya, Gusti Besar mewarisi Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dari almarhum Pangeran Nata sebagai sub-raja.
- Raja Gusti Besar binti Pangeran Prabu (18xx-1825) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung, Batulicin. Negeri Cantung dan Batulicin diwarisinya dari bibinya Ratu Intan (ratu Cantung dan Batulicin). Gusti Besar menikahi Aji Raden yang bergelar Sultan Anom dari Kesultanan Pasir. Sultan Sulaiman dari Pasir menyerbu dan mengambil Cengal, Manunggul, Bangkalaan, dan Cantung, tetapi kemudian dapat direbut kembali.
- Kepala Cengal, Manunggul, Sampanahan yang diangkat Sultan Pasir.
- Raja Aji Jawi/Aji Jawa (1825-1841). Raja Aji Jawi putera dari Raja Gusti Besar. Bulan Juli 1825, Raja Aji Jawi mengadakan kontrak dengan Belanda yang menjadikan Tanah Bumbu sebagai negara dependen Hindia Belanda. Aji Jawi berhasil menyatukan kembali enam negeri dari Tanah Bumbu yang sebelumnya dikuasai pihak lain. Aji Jawi merupakan Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung dan Buntar Laut. Pada mulanya Cengal adalah daerah pertama yang berhasil direbut kembali, kemudian Manunggul dan Sampanahan. Cantung diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Katapi puteri Gusti Muso, penguasa Cantung (sub-raja) sebelumnya yang ditunjuk ibunya. Ia menjadi Raja Bangkalaan (1840-1841) karena menikahi Gusti Kamil binti Pangeran Muda (Gusti Kamir). Pangeran Muda adalah penguasa Bangkalaan sebagai sub-Raja yang ditunjuk Raja Gusti Besar. Belakangan Sampanahan diserahkan kepada saudara dari Raja Gusti Besar yaitu Gusti Ali sebagai sub-raja sekitar 1840 sebagai tanda terimakasih.
- Pangeran Mangku Prabu Jaya (Gusti Ali) sebagai Raja Sampanahan (1840-186x). Tahun 1840 mula-mulanya Gusti Ali hanya sebagai sub-Raja dibawah keponakannya, Raja Aji Jawi. Dengan mangkatnya Raja Aji Jawi (1841), Gusti Ali menjadi Raja Sampanahan sepenuhnya (negara dependent) dengan gelar Pangeran Mangku Prabu Jaya [2] Ia masih menjabat raja Sampanahan dalam tahun 1861. Pangeran Mangku memiliki pewaris laki-laki bernama Gusti Hina.[3]
- Gusti Hina
Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe
Sampanahan merupakan salah satu daerah landschap dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178. RAJA GUSTI BESAR RUKLED BEFORE AS RATU OF MAIN PART OF TANAH BUMBU.SHE MARRIED AJI RADIN FROM PASIR,WHO TOOK THE NAJME SULTAN ANOM. SHE WAS SUCCEEDED BY HER SON AS RAJA OF THE SAME 6 AREAS AND HE SIGNED A CONTRACT WITH HOLLAND JULY 1825.HE DIED END 1841 AND THE LAST MONTH OF HIS LIFE HE WAS MENTALLY UNSTABLE.I DO NOT KNOW,WHO WAS THE WAKIL-RAJA FOR HIM THEN.HIS UNCLE;BROTHER OF MOTHERL RECEIVED SAMPANAHAN FROM HIM AS A THANKS.CA. 1840.HE THEN WAS SUB-RAJA OF SAMPANAHAN UNDER HIS NEPHEW,WHO WAS PARAMOUNT-RAJA.WHEN HIS NEPHEW DIED HE BECAME FULL RAJA OF SAMPANAHAN UNDER THE NAME:PANGERAN MANGKU BUMI(GUSTI ALI)IN 1841.I HAVE NITES,THAT IN 1853 AND 1861 HE WAS STILL RAJA OF THE KERAJAAN SAMPANAHAN.I DO NOT KNOW,WHAT HAPPENED TO SAMPANAHAN KERAJAAN AFTER 1861(UNTIL 1905).
I HAVE MORE GOOD OLD DOKUMENTASI OF THE RAJA2 TANAH BUMBU.LIKE TO CONTACT KETURUNAN2 OF THESE KERAJAAN2.MY WIFE IS DIRECT DESCENDANT OF SULTAN ADAM OF BANJARMASIN. SALAM HORMAT: DP TICK gRMK SECR. PUSAT DOKUMENTASI KERAJAAN2 DI INDONESIA "PUSAKA" VLAARDINGEN/BELANDA PUSAKA.TICK@TISCALI.NL HTTP://KERAJAAN-INDONESIA.BLOGSPOT.COM
Pranala luar
- (Indonesia) Lokasi Sampanahan
- (Indonesia)WOMEN IN POWER 1840-1870
- http://books.google.co.id/books?pg=PA344&dq=pangeran+praboe+tanah+boemboe&lr=&id=exRJAAAAMAAJ#v=onepage&q=pangeran%20praboe%20tanah%20boemboe&f=false
- http://books.google.co.id/books?id=exRJAAAAMAAJ&dq=pangeran%20praboe%20tanah%20boemboe&lr=&pg=PA344#v=onepage&q=pangeran%20praboe%20tanah%20boemboe&f=false
Catatan kaki
- ^ (Inggris)J. H., Moor (1837). Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands .... Singapore: F.Cass & co. Hapus pranala luar di parameter
|title=
(bantuan) - ^ (Belanda) Dutch East Indies. Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien, Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië, Volume 17, J.G. Stemler., 1888
- ^ (Belanda) Institut voor taal-, land- en volkenkunde von Nederlandsch Indië, The Hague, Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Bagian 4 M. Nijhoff, 1856