Lompat ke isi

Sumber daya alam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya.[1] Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah.[1][2] Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.[2] Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia, Brazil, Kongo, Sierra Leone, Maroko, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah.[3][4][5][6] Sebagai contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar setengah dari yang ada di bumi[5]. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut.[7]

Indonesia, salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam hayati dan nonhayati terbesar di dunia.

Klasifikasi

Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan, hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas., minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan.Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaaan tahun ini kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.

BAB I PENDAHIULUAN

A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu biota laut atau sumberdaya hayati yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam lingkungan laut, serta merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Mangrove umumnya tumbuh pada daerah yang cukup mendapatkan aliran air, terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai, teluk yang dangkal, dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001). Menurut Tomlinson (1986) mengatakan bahwa mangrove adalah tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Lebih lanjut Rominahartono dan Juwana (2001) mengatakan bahwa tumbuhan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena melengkapi tiga kawasan yaitu daratan, pantai, dan lautan. meski ketiga kawasan itu mempunyai fungsi yang berbeda-beda namun ketiganya saling berkaitan satu sama lain. Pohon mangrove tumbuh dan berkembang pada daerah intertidal dan subtidal yang cukup mendapatkan aliran air dan terlindung dari gelombang serta arus pasang surut yang kuat. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim seperti kondisi tanah yang kurang stabil. Hutan mangrove juga memiliki keistimewaan yaitu mempunyai resitem terhadap kadararam yang biasa, pada daerah pasang surut baik tropis maupun sub tropis. Hutan iangrove tidak tergantung pada iklim melainkan pada kondisi tanah, pada daerah tan mangrove banyak ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan diantaranya adalah : 4vicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Nypaticons. Jenis-jenis tumbuhan ini tnempati daerah dari tepi yang menghadap ke laut sampai pada komunitas daratan (Bengen, 2002). Diperkirakan ada 89 spesies mangrove yang tumbuh di dunia, yang terdiri atas 31 genera dan 22 famili. Tumbuhan mangrove tersebut pada umumnya hidup di hutan pantai Asia Tenggara yaitu sekitar 74 spesies dan hanya sekitar 11 spesies hidup di daerah Caribbean. dari jumlah ini sekitar 51% atau 38 spesies hidup di Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk spesies ikutan yang hidup besrsama di daerah mangrove (Saparinto, 2007). Nusa Tenggara Timur (NTI) merupakan salah satu propinsi yang memiliki luas perairan 191.484 km dengan panjang garis pantai 5.700 km serta ketersediaan sumberdaya laut yang sangat melimpah dan memiliki potensi hutan mangrove dengan luas 40.695 hektar diantaranya kurang lebih terdapat 9 famili yang terbagi dalam 15 spesies. Hal ini ditunjukan oleh adanya karakteristik umum wilayah laut NTT yang berbeda dengan kebanyakan laut tropis lainnya di dunia yaitu tidak terbatasnya proses penyinaran matahari yang ditunjukan oleh topografi perairan yang bagus. Dari jumlah seluruh populasi mangrove yang ada tidak semuanya diselamatkan kehidupannya akibat aktifitas manusia seperti, penebangan hutan mangrove oleh masyarakat untuk kebutuhan bahan bangunan yang berlebihan tanpa memperhatikan aspek kelestariannya, penebangan untuk kebutuhan kayu bakar dan lain-lain sehingga hutan mangrove di Nusa Tenggara Timur yang kondisinya dalam keadaan rusak sekitar 9.989 hektar atau 2,25% dan yang dalam keadaan baik sekitar 30.706 hektar (Sambut, 2002). Pantai Tesabela Desa Tesabela Kecamatan Kupang Barat Kabupaten-pang merupakan salah satu pantai yang terdapat di propinsi Nusa Tenggara-Timor yang memiliki vegetasi mangrove yang besar. Keberadaan hutan mangrove Desa Tesabela masih sangat alami yang artinya belum adanya kerusakan-kerusakan yang menonjol yang diakibatkan oleh ulah masyarakat setempat, sehingga kondisinya masih sangat lebat. Keanekaragaman mangrove di pantai Tesebela ini belum diketahui jumlah dan macam jenisnya sehinnga perlu kan suatu kajian ilmiah untuk dapat mengetahui berbagai macam jenis mangrove yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Kelimpahan Jenis-jenis Mangrove Di Pantai Tesabela Keeamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang"

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah yang ingin diteliti yaitu : berapa besarkah kelimpahan jenis-jenis mangrove yang terdapat di Pantai Tesabela Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang.

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan jenis-jenis mangrove yang terdapat di Pantai Tesabela Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang.

D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan, bermanfaat bagi 1. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi mengenai jenis-jenis mangrove yang terdapat di Pantai Tesabela Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang. 2. Bagi instansi terkait sebagai bahan informasi mengenai jenis-jenis mangrove yang terdapat di Pantai Tesabela Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang. 3. Bagi peneliti lanjutan sebagai bahan informasi dalam melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan mangrove.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Tentang Hutan Mangrove Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan arti kata mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut, tetapi juga dapat tumbuh di pantai karang, pada daratan koral mati yang di atasnya ditimbuni selapis pasir tipis atau timbuni lumpur atau pantai berlumpur. Hutan bakau atau mangal merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang di dominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Bakau adalah tumbuhan daratan berbunga yang mengisi kembali pinggiran laut. Sebutan bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas yang didominasi oleh tumbuhan bakau (Nybakken, 1982). Menurut Bengen (2001), penyebaran vegetasi mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, salah satu diantaranya adalah salinitas. Sedangkan, Nontji (2002), mengatakan bahwa penyebaran ditentukan oleh faktor penting lainnya seperti kondisi jenis tanah dan genangan pasang surut. Sedangkan menurut Soekarjo (1984), distribusi hutan mangrove sangat bervariasi, tergantung kondisi wilayah pesisir. Keberadaan hutan mangrove sangat bergantung pada keadaan wilayah pesisir. Hutan mangrove tumbuh dan berkembang di wilayah-wilayah yang sering tedadi percampuran antara air laut dan air tawar. Pertumbuhannya ternyata sangat baik pada wilayah-wilayah yang sering terjadi pencucian air laut oleh air tawar (Hardjosuwarno, 1983).

B. Karakteristik dan Habitat Hutan Mangrove a. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir. b. Daerah tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuwe'nsi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat. d. Terlindung dari gelombang dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2 — 22 per mil) hingga asin (mencapai 38 per mil), (Bengen, 2001).

C. Jenis-jenis Mangrove Hutan mangrove dicirikan adanya formasi hutan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan kondisi tanah yang anaerobik. Kumunitas hutan mangrove di kawasan Indonesia timur (KIT) terdiri dari paling sedikit 47 jenis pabon, 5 jenis semak, 9 jenis herba atau rumput, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, 2 jamis parasit, 5 jenis lumut daun dan 21 jenis lumut hati yang sifatnya mirip dengan lumut daun. Jenis mangrove yang umum terdapat di Kawasan Indonesia Timor (KIT) adalah Avicennia marina, Avicennia alba, Sonneratia sp, Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Bruguiera clydrica, Buguiera parviflora, Xylocarpus granalum, Xylocarpus moluccensis, Lumnitzera racemosa, Nipa frusticans, Intsia byuga, Ficus ritusa, Pandanus sp, Calamus sp dan Oncosperma tagillria (Soegiarto, 1984). Hutan mangrove yang terdiri dari banyak jenis tersebut merupakan habitat untuk sejumlah primata, reptil dan burung. Jenis primata yang khas mangrove adalah kera juga bekantan (Larvatus) yang bersifat endemik langkah di pulau Kalimantan. Jenis reptil yang menghuni kawasan mangrove antara lain biawak (Varanus salvator), kadal (Mabouya fasciata) dan berbagai jenis ular. Hewan terbesar di rawa mangrove adalah buaya rawa (Crocodillus porosus) sedangkan jenis burung yang banyak dijumpai di kawasan mangrove padaumumftya adalah burung yang bermigrasi (Dahuri, 2000).

D. Adaptasi Pohon Mangrove Karena sifat lingkungannya keras, misalnya karena genangan pasang surut air laut, perubahan salinitas yang besar, perairan yang berlumpur tebal dan anaerobik, maka pohon-pohon mangrove telah beradaptasi untuk itu baik secara morfologi maupun fisiologi. Adaptasi tersebut antara lain dapat terlihat padabcotuk sistem peralcaran yang khas mangrove (Nontji, 2002). Akar-akar yang dangkal sering memanjang disebut sebagai pneumatofor ke permukaan substrat yang memungkinkannya mendapat oksigen dalam lumpur yang anoksik dimana pabon-pohon itu tumbuh. Daun-daunnya kuat dan mengandung banyak air serta mempunyai jaring internal penyimpanan air dan konsentrasi garamnya, tinggi (Dopo, 1999). Menurut Bengen (2000), beberapa perbedaan tipe-tipe akar mangrove adalah : 1. Akar lutut, seperti terdapat pada Brugulera spp, merupakan pohon besar (dan tingginya menca 3-4 meter. Tempat tumbuh biasanya dalam hutan tanah pada lumpur yang pejal. 2. Akar pasak, seperti terdapat pada Sonneraffa spp, Avicennia spp, tumbuh pada lumpur lembek dengan kandungan organik tinggi. Avicennia marina tumbuh pada substrat yang agak lembek. 3. Akar tunjang, seperti pada Rhizophora spp, terdapat tiga jenis yang tergolong dalam merga ini yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata dan Rhizopiwa stylosa. Pohon-pohon jenis ini mudah dikenal karena bentuk perakarannya yang menyerupai jangkar dan daundya selalu hijau serta mengkilap pada muka atasnya.

E. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Fungsi dan manfaat hutan mangrove sebagai berikut : 1. Sebagai peredam gelombang, angin badai, terlindung abrasi, penahan lumpur dan pemgkap sedimen. 2. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan baku kertas (pulp). 3. Panasok larva ikan, udang, dan biota laut lainnya. 4. Sebagai tempat pariwisata. Menurut Nontji (1987) mengatakan bahwa produk yang paling memiliki nilai ekonomis tinggi dari ekosistem mangrove adalah perikanan pesisir, banyak jenis ikan yang menghabiskan sebagian siklus hidupnya pada habitat mangrove. Kakap (Cates calcarifer), kepiting mangrove (Scylla serrate) merupakan beberapa jenis ikan yang sangat bergantung kepada habitat mangrove.

F. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena merupakan peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut sehingga faktor¬-faktor ekosistem cukup kompleks dan berbeda dengan faktor pada ekosistem dari penulis. Untuk mengadakan Penelitian faktor ekosistem laut, Beberapa faktor lingkungan pada ekosistem mangrove yaitu : 1. Salinitas Umumnya mangrove tumbuh didaerah air asin atau payau, jadi mangrove selalu memerlukan garam untuk pertumbuhannya. mengenai hal ini ada beberapa pendapat menurut Irwan (2003) bahwa jenis mangrove tidak mutlak tumbuh pada, air asin atau payau, sedangkan menurut Haer dan Tuner (1977) dalam Noor dkk (1999) bahwa beberapa jenis mangrove dalam pertumbuannya tidak memerlukan garam dan kebanyakan bersifat halophyte yaitu tumbuhan yang biasa beradaptasi dalam air asin. 2. Pasang surut (tidal) Faktor fisik yang berpengaruh pada hutan mangrove adalah pasang surut. Pasang surut adalah naik turunnya permukaan air laut secara, periodik selama interfal tertentu (Nybakken, 1992). Selanjutnya disebutkan bahwa pasang surut yang terdiri dari satu pasang dan satu surut per hari disebut pasang surut diurnal, sedangkan pada pasang surut yang mempunyai dua pasang dan dua surut disebut semidiurnal, dan jika terjadi percampuran antara diurnal dan semidiumal disebut pasang surut campuran. Selanjutnya Hann (1931) dalam Chapman (1977) pasang surut dibagi atas empat kelas genangan yaitu : Kelas 1 : Tanah digenangi satu sampai dua kali sehari atau sekurang-kurangnya 20 hari per bulan Kelas 2 Tanah digenangi 10 - 19 hari per bulan Kelas 3 Tanah digenangi 9 hari per bulan Kelas 4 Tanah hanya digenangi beberapa hari per bulan 3. Oksigen dalam tanah Kandungan oksigen dalam tanah mangrove hanya sedikit untuk mencukupi oksigen tersebut. Umumnya mangrove mempunyai akar napas pai atophores. Kekurangan oksigen dapat juga di penuhi dengan adanya lubang-lubang dalam tanah yang dibuat oleh hewan-hewan misalnya kepiting (Soeroyo, 1983 dalam Noor dkk, 1999). Dijelaskan lebih lanjut anggota Rhizophora ditunjang akar udara, yang melengkung dari batang pokok dan juga berasal dari cabang bawah. Pada marga Bruguiera dan Ceriops mempunyai perakaran samping yang menuju (muncul) ke atas permukaan tanah yang disebut akar lutut. Sedangkan pada Xylocarpus, Sonneratia dan Avicennia mempunyai sistem perakaran yang meluas dari akar-akar samping yang dangkal, akar-akar udara (pneumatophora) ini yang berbentuk kerucut yang bulat dan muncul ke permukaan tanah. Pada Xylocarpus granatum mempunyai sistem perakaran yang menyokong yang berkelok-kelok, akar ini melekat ke pneumatophora, yang berguna untuk penyediaan generasi akar bawah tanah. 4. Substrat Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik ada tanah berlumpur, terutama didaerah dimana endapan lumpur terakumulasi (Chapman, 1977). Sebaagian kecil terdapat pada lumpur berpasir dan berbatu.


BAB III MIETODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan di laksanakan di Pantai Tesabela Desa Tesabela Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang selama 1 (satu) bulan terhitung bulan April sampai dengan bulan Mei 2011.

B. Alat dan Bahan 1. Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : a. Kamera  : untuk mengambil gambar sampel dan gambar lokasi penelitian. b. Alat tulis menulis : untuk mencatat nama jenis mangrove yang di butuhkan. 2. Bahan Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Tali raffia : untuk menarik garis treansek sehingga memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi jenis mangrove yang terdapat pada setiap, daerah garis stransek. b. Kayu patok : untuk member patokan pada daerah penelitian c. Buku reverensi : untuk mencocokan jenis mangrove yang di temukan pada lokasi penelitian.


C. Teknik Pengumpulan Data

D. Prosedur Penelitian 1. Tahap Observasi Kegiatan ini merupak kegiatan awal penelitian yaitu melakukan pengamatan pada lokasi penelitian yang meliputi seluruh kawasan hutan mangrove dengan tujuan untuk melihat secara umum komposisi tegakan hutan. 2. Penentuan Stasiun a. Membuat peta bertujuan untuk menentukan besar dan batas lokasi penelitian. b. Menarik garis transek yang tegak lurus dengan garis pantai dan jarak antara setiap transek 10 meter. c. Menentukan stasiun pengamatan pada setiap garis transek dengan jarak 30 meter. d. Menentukan plot-plot pengamatan 10x10 meter pada setiap stasiun 3. Pengambilan Sampel a. Peneliti menghitung setiap jenis tumbuhan mangrove. b. Peneliti mencatat setiap jenis mangrove yang ditemukan berdasarkan ciri-ciri morfologi setiap specimen yang di jumpai padasetiap plot. c. Menghitung jumlah spesies yang di temukan pada setiap plot. 4. Pengumpulan Data. Pengambilan data/sampel dilakukan pada saat pasang surut dengan menggunakan metode survey dengan menggunakan garis transek serta plot selanjutnya dilakukan pencatatan dan penghitungan untuk setiap jenis dan jumlah individu pada masing-masing plot.

E. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus menurut Odum (1989) yang menyatakan bahwa untuk mengamati data tentang kelimpahan maka rumus yang digunakan adalah :


BAB IV PERAKIRAAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Perkiraan Biaya 1. Alat dan bahan : Rp. 250. 000 2. Transportasi, Konsumsi, dan Dokumentasi : Rp. 300. 000 3. Penyusunan Usulan Penelitian dan Penulisan Tugas Akhir (Skripsi) : Rp. 750. 000 Total : Rp. 1. 300. 0000

B. Jadwal Penelitian No Jenis Kegiatan Bulan Minggu Ke I II III 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyusunan dan seminar usulan 2 Perizinan 3 Persiapan Alat dan Bahan 4 Pelaksanan Penelitian 5 Analisis data dan Penyusunan Skripsi


BAB V PERSONALIA PENELITIAN

A. Identitas Peneliti Nama : Patrisius Pani NIM : 072 207 655 Program Studi : Pendidikan Biologi Jurusan : Pendidikan MIPA Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas : Muhammadiyah Kupang

B. Dosen Pembimbing 1. Pembimbing I : Ir. Hj. Suryani, M.Si 2. Pembimbing II : Sitti Halija, S.Pi., M.Si

C. Asisten Peneliti 1. Hendrikus W. Geli 2. Hilarius Biku   DAFTAR PUSTAKA

Bengen. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor. Bogor.

.2002. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fachrul. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

lrwan. 2003. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta.

Nontji. 2007. Laut Nusatara. Jambatan. Jakarta.

Noor. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKAM- 1P. Bogor. Ny-ibak-en. 1988. Biologi Laut. PT Gramedia. Jakarta

Odum. 1989. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press. Jogjakarta.

Rominihartono, K dan Juwana, S. 1995. Ekosistem Perairan. Pusat Pengembangan dan Penelitian Oceonnologi. Jakarta.

Sambut. 2004. Sunber Daya Pesisir dan Laut NTT, Lokomotif Pembangunan Ekonomi Masa Depan. PT Rapi Budimulio. Jakarta.

Saparinto. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahari Prize. Semarang.

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka, Utama. Jakarta.

Tomlinson. 1986. The Botany of Mangrove. Compridge University Press. New York.

Sumber daya alam di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil.[8] Fakta tersebut menunjukkan tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan hal ini, berdasarkan Protokol Nagoya, akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan (green economy).[8] Protokol Nagoya sendiri merumuskan tentang pemberian akses dan pembagian keuntungan secara adil dan merata antara pihak pengelola dengan negara pemilik sumber daya alam hayati, serta memuat penjelasan mengenai mekanisme pemanfaatan kekayaan sumber daya alam tersebut.[9][10] Kekayaan alam di Indonesia yang melimpah terbentuk oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Dilihat dari sisi astronomi, Indonesia terletak pada daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat hidup dan tumbuh dengan cepat.[11]
  • Dilihat dari sisi geologi, Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak terbentuk pegunungan yang kaya akan mineral.[11]
  • Daerah perairan di Indonesia kaya sumber makanan bagi berbagai jenis tanaman dan hewan laut, serta mengandung juga berbagai jenis sumber mineral.[11]

Tingginya tingkat biodiversitas Indonesia ditunjukkan dengan adanya 10% dari tanaman berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12% dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan 25% dari hewan laut.[12] Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji coklat, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati urutan atas dari segi produksinya di dunia.[12][13]

Sumber daya alam di Indonesia tidak terbatas pada kekayaan hayatinya saja. Berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang, seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, timah, batu bara, emas, dan perak.[14] Di samping itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman.[14] Wilayah perairan yang mencapai 7,9 juta km2 juga menyediakan potensi alam yang sangat besar.[12]

Sumber daya alam dan pertumbuhan ekonomi

Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, dimana kekayaan sumber daya alam secara teoritis akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat.[7] Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut justru sangat bertentangan karena negara-negara di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya seringkali merupakan negara dengan tingkat ekonomi yang rendah.[7] Kasus ini dalam bidang ekonomi sering pula disebut Dutch disease.[7] Hal ini disebabkan negara yang cenderung memiliki sumber pendapatan besar dari hasil bumi memiliki kestabilan ekonomi sosial yang lebih rendah daripada negara-negara yang bergerak di sektor industri dan jasa.[7] Di samping itu, negara yang kaya akan sumber daya alam juga cenderung tidak memiliki teknologi yang memadai dalam mengolahnya.[15] Korupsi, perang saudara, lemahnya pemerintahan dan demokrasi juga menjadi faktor penghambat dari perkembangan perekonomian negara-negara terebut.[7] Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi dan penyokongan ekonomi ke bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan sumber daya alam.[16] Contoh negara yang telah berhasil mengatasi hal tersebut dan menjadikan kekayaan alam sebagai pemicu pertumbuhan negara adalah Norwegia dan Botswana.[16]

Pemanfaatan sumber daya alam

Sumber daya alam memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.[1] Untuk memudahkan pengkajiannya, pemanfaatan SDA dibagi berdasarkan sifatnya, yaitu SDA hayati dan nonhayati.[17]

Sumber daya alam hayati

Tumbuhan

Tumbuhan merupakan sumber daya alam yang sangat beragam dan melimpah.[2] Organisme ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan oksigen dan pati melalui proses fotosintesis.[2] Oleh karena itu, tumbuhan merupakan produsen atau penyusun dasar rantai makanan.[2] Eksploitasi tumbuhan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan bahkan kepunahan dan hal ini akan berdampak pada rusaknya rantai makanan.[2] Kerusakan yang terjadi karena punahnya salah satu faktor dari rantai makanan akan berakibat punahnya konsumen tingkat di atasnya.[2] Pemanfaatan tumbuhan oleh manusia diantaranya:[17]

Pertanian dan perkebunan

Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam.[18] Data statistik pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 45% penduduk Indonesia bekerja di bidang agrikultur.[19] Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta ha yang telah siap tanam, dimana sebagian besarnya dapat ditemukan di Pulau Jawa.[19] Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong.[19] Di samping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban), kelapa sawit (bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku gula pasir).[17][19]

Hewan, peternakan, dan perikanan

Sumber dayaa alam hewan dapat berupa hewan liar maupun hewan yang sudah dibudidayakan.[2] Pemanfaatannya dapat sebagai pembantu pekerjaan berat manusia, seperti kerbau dan kuda atau sebagai sumber bahan pangan, seperti unggas dan sapi.[17] Untuk menjaga keberlanjutannya, terutama untuk satwa langka, pelestarian secara in situ dan ex situ terkadang harus dilaksanakan.[2] Pelestarian in situ adalah pelestarian yang dilakukan di habitat asalnya, sedangkan pelestarian ex situ adalah pelestarian dengan memindahkan hewan tersebut dari habitatnya ke tempat lain.[2] Untuk memaksimalkan potensinya, manusia membangun sistem peternakan, dan juga perikanan, untuk lebih memberdayakan sumber daya hewan.[2]

Sumber daya alam nonhayati

Ialah sumber daya alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya dan dapat dimanfaatkan secara terus-menerus, contohnya: air, angin, sinar matahari, dan hasil tambang.[2]

Air

Sumber daya alam, air.
Sumber daya alam, angin.
Sumber daya alam, tanah.

Air merupakan salah satu kebutuhan utama makhluk hidup dan bumi sendiri didominasi oleh wilayah perairan.[20] Dari total wilayah perairan yang ada, 97% merupakan air asin (wilayah laut, samudra, dll.) dan hanya 3% yang merupakan air tawar (wilayah sungai, danau, dll.).[21] Seiring dengan pertumbuhan populasi manusia, kebutuhan akan air, baik itu untuk keperluan domestik dan energi, terus meningkat.[20] Air juga digunakan untuk pengairan, bahan dasar industri minuman, penambangan, dan aset rekreasi.[20] Di bidang energi, teknologi penggunaan air sebagai sumber listrik sebagai pengganti dari minyak bumi telah dan akan terus berkembang karena selain terbaharukan, energi yang dihasilkan dari air cenderung tidak berpolusi dan hal ini akan mengurangi efek rumah kaca.[20]

Angin

Pada era ini, penggunaan minyak bumi, batu bara, dan berbagai jenis bahan bakar hasil tambang mulai digantikan dengan penggunaan energi yang dihasilkan oleh angin.[1] Angin mampu menghasilkan energi dengan menggunakan turbin yang pada umumnya diletakkan dengan ketinggian lebih dari 30 meter di daerah dataran tinggi.[1] Selain sumbernya yang terbaharukan dan selalu ada, energi yang dihasilkan angin jauh lebih bersih dari residu yang dihasilkan oleh bahan bakar lain pada umumnya.[1] Beberapa negara yang telah mengaplikasikan turbin angin sebagai sumber energi alternatif adalah Belanda dan Inggris.[1]

Tanah

Tanah termasuk salah sumber daya alam nonhayati yang penting untuk menunjang pertumbuhan penduduk dan sebagai sumber makanan bagi berbagai jenis makhluk hidup.[22] Pertumbuhan tanaman pertanian dan perkebunan secara langsung terkait dengan tingkat kesuburan dan kualitas tanah.[22] Tanah tersusun atas beberapa komponen, seperti udara, air, mineral, dan senyawa organik.[22] Pengelolaan sumber daya nonhayati ini menjadi sangat penting mengingat pesatnya pertambahan penduduk dunia dan kondisi cemaran lingkungan yang ada sekarang ini.[22]

Hasil tambang

Sumber daya alam hasil penambangan memiliki beragam fungsi bagi kehidupan manusia, seperti bahan dasar infrastruktur, kendaraan bermotor, sumber energi, maupun sebagai perhiasan. Berbagai jenis bahan hasil galian memiliki nilai ekonomi yang besar dan hal ini memicu eksploitasi sumber daya alam tersebut.[23] Beberapa negara, seperti Indonesia dan Arab, memiliki pendapatan yang sangat besar dari sektor ini.[23] Jumlahnya sangat terbatas, oleh karena itu penggunaannya harus dilakukan secara efisein.[1] Beberapa contoh bahan tambang dan pemanfaatannya:

Minyak Bumi
  • Avtur untuk bahan bakar pesawat terbang;
  • Bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor;
  • Minyak Tanah untuk bahan baku lampu minyak;
  • Solar untuk bahan bakar kendaraan diesel;
  • LNG (Liquid Natural Gas) untuk bahan bakar kompor gas;
  • Oli ialah bahan untuk pelumas mesin;
  • Vaselin ialah salep untuk bahan obat;
  • Parafin untuk bahan pembuat lilin; dan
  • Aspal untuk bahan pembuat jalan (dihasilkan di Pulau Buton)
Batu Bara
dimanfaatkan untuk bahan bakar industri dan rumah tangga.
Biji Besi
Untuk peralatan rumah tangga, pertanian dan lain-lain
Tembaga
merupakan jenis logam yang berwarna kekuning-kuningan, lunak dan mudah ditempa.
Bauksit
Sebagai bahan dasar pembuatan alumunium.
Emas dan Perak
untuk perhiasan
Marmer
Untuk bahan bangunan rumah atau gedung
Belerang
Untuk bahan obat penyakit kulit dan korek api
Yodium
Untuk obat dan peramu garam dapur beryodium
Nikel
Untuk bahan pelapis besi agar tidak mudah berkarat.
Gas Alam
Untuk bahan bakar kompor gas
Mangaan
Untuk pembuatan pembuatan besi baja
Grafit
Bermanfaat untuk membuat pensil
Area pertambangan terbuka, Garzweiler, Jerman.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h Barrow M. 2010. Natural Resources. Diakses pada 6 Agustus 2011.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l Biologi: Sumber Daya Alam. 2009. Diakses pada 6 Agustus 2011.
  3. ^ Winoto H. 2010. Natural resources: The curse of developing countries?. Diakses pada 6 Agustus 2011.
  4. ^ Birstol PM. 2011. Leone at 50: Rich in Natural Resources but Among Poorest Nations on Earth, What a Paradox!. Diakses pada 6 Agustus 2011.
  5. ^ a b WGBH Educational Foundation. 2002.Whar role have the natural resources played in the politics and economy of the Middle East. Diakses pada 6 Agustus 2011.
  6. ^ World Vision Africa. 2010. option=com_content&view=article&id=136&Itemid=153 Congo (DRC). Diakses pada 6 Agustus 2011.
  7. ^ a b c d e f Alayli MA. 2005. Resource Rich Countries and Weak Institutions: The Resource Curse Effect.
  8. ^ a b Hitipeuw J. 2011. Indonesia, The World's Second Mega Biodiversity Country. Dikutip dari Kompas, 16 Mei 2011.
  9. ^ Dongan. 2010. Selamat Datang Protokol Nagoya. Diakses pada 8 Agustus 2011.
  10. ^ CBD. About the Nagoya Protocol. Diakses pada 8 Agustus 2011.
  11. ^ a b c Kadek. 2008. Natural resources in Indonesia. Diakses pada 8 Agustus 2011.
  12. ^ a b c World Expo 2010 Shanghai China. 2010. Diversity of its Natural Resources. Di akses pada 8 Agustus 2011.
  13. ^ Sohibi. 2007. 10 Rekor kekayaan alam Indonesia. Diakses pada 8 Agustus 2011.
  14. ^ a b Index Mundi. 2011. Indonesian Natural Resources. Diakses pada 8 Agustus 2011.
  15. ^ Van Wijnbergen, Sweder (1984). “The ‘Dutch Disease’: A Disease After All?” The Economic Journal 94 373:41.DOI:10.2307/2232214
  16. ^ a b Pitersz G. 2011.Dutch Disease.Diakses pada 8 Agustus 2011.
  17. ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama kids
  18. ^ Nugraha P. 2011. Presiden PKS Mulai Dekati Petani. Dikutip dari harian Kompas, 23 April 2011.
  19. ^ a b c d Encyclopedia of the Nations. 2011. Indonesia - Agriculture. Diakses pada 9 Agustus 2011.
  20. ^ a b c d USGS. 2011. Water Use in the United States, 2005. Diakses pada 10 Agustus 2011.
  21. ^ "Earth's water distribution". United States Geological Survey. Diakses tanggal 2009-05-13. 
  22. ^ a b c d Northern Territory Government. 2007. Natural Resources, Environment, The Arts and Sport: Soil. Diakses pada 10 Agustus 2011.
  23. ^ a b Frederick WH, Worden RL. 1993. Indonesia. Diakses pada 10 Agustus 2011.