Lompat ke isi

Keuskupan Tanjungkarang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Keuskupan Tanjungkarang

Dioecesis Tangiungkaranganus
Berkas:KeuskupanTanjungKarangHenrisoesanta.jpg
Lambang Keuskupan Tanjungkarang
Mgr. DR. Andreas Henrisoesanta, SCJ
Lokasi
MetropolitKeuskupan Agung Palembang
Kantor pusat
Bandar Lampung
Statistik
Luas[convert: nomor tidak sah]
Paroki22
Umat75.634 (2009)[2]
Informasi
Pendirian3 Januari 1961
KatedralKristus Raja, Bandar Lampung
Kepemimpinan kini
UskupMgr. DR. Andreas Henrisoesanta, SCJ
Vikaris jenderal
Rd. P. Piet Yoenanto Sukowiluyo
EkonomRd. Ambrosius Astono B.
Situs web
http://keuskupantanjungkarang.webs.com

Keuskupan Tanjungkarang adalah keuskupan sufragan pada Provinsi Gerejani Keuskupan Agung Palembang, yang berpusat di kota Bandar Lampung

Sejarah

Sejarah pembentukan:

Pra pembentukan

Sebelum terbentuk Prefektur Apostolik Tandjung-Karang sebenarnya dimulai pada 16 Desember 1928, Pastor H.J.D van Oort, SCJ tiba di Tanjungkarang dan mulai tinggal di sana. Sedangkan perkembangan Gereja Katolik sebelum 1928 tidak begitu jelas. Tetapi ada fakta bahwa ada beberapa keluarga Katolik yang tinggal di daerah Lampung.

Sebagaimana diketahui bahwa Propinsi Lampung terletak di daratan Pulau Sumatera paling selatan dengan pusat kotanya, Tanjungkarang (Sekarang: Bandar Lampung). Tanjungkarang jaraknya kurang lebih 5 km dari Teluk Betung, di mana dulu digunakan oleh Pemerintah Belanda sebagai tempat tinggal dengan sejumlah pekerja orang-orang Katolik.

Sejak pastor H.J.D van Oort, SCJ tinggal di Tanjungkarang, saat itu Misi Katolik di mulai. Sebelumnya, Tanjungkarang dilayani langsung dari Palembang. Ini merupakan satu dari tiga stasi yang didirikan. Tahun 1926, Pastor van Oort membeli tanah dekat pasar untuk membangun gereja di Lampung. Dalam waktu dekat kemudian sebuah gereja dan paroki baru didirikan untuk pastor yang akan tinggal di sana. Gereja itu saat ini adalah “Kristus Raja”.

Pada tahun 1929, Pastor van Oort, SCJ memikirkan apa yang dibutuhkan orang-orang Indonesia dan kemudian dibangunlah sebuah sekolah di Teluk Betung, di sebuah tempat pelabuhan dan ibu kota kekuasaan orang Belanda. Ketika Suster-suster Hati Kudus datang di Teluk Betung, Pastor van Oort, SCJ menyerahkan sekolah tersebut kepada mereka pada Oktober 1931.

Pastor H.J.D. van Oort, SCJ memandang ke masa yang akan datang, menghabiskan waktu dan memusatkan perhatian pada wilayah transmigrasi. Dia juga tertarik untuk melayani di tengah-tengah pendatang baru dari Jawa.

Setelah ia memberikan perhatian kepada para transmigran Gedongtataan, ia bergerak ke Pringsewu – yakni stasi misi pertama yang dibuka di luar Tanjungkarang. Pada awalnya pada tahun 1932, Pastor A. Hermelink, SCJ yang dipilih sebagai misionaris untuk membantu misi di Lampung mulai membangun gereja paroki dan pastoran di Pringsewu. Sejak 24 Mei 1932 dia tinggal di paroki baru itu. Sebulan kemudian Pastor Neilen, SCJ datang menemani tinggal dan bekerja di paroki itu.

Di pertengahan tahun, 4 Juni 1932, empat Suster Fransiskan dari St. George Martir dari Thuine kemudian datang di Pringsewu untuk membantu misi di sana. Mereka membuka sekolah pada 11 Juli 1932. Ini merupakan karya pertama mereka di bidang pendidikan. Sebuah karya yang mendapat tanggapan baik di antara para transmigran Jawa dan para orang Cina di Teluk Betung.

Pada tanggal 1 Februari 1937, stasi misi kedua yang dibuka di luar Tanjungkarang adalah Metro. Tempat ini pertamakali disebut ‘Metropolis’ dan diharapkan menjadi sebuah pusat kota bagi para transmigran di tahun 1934. Misi pertama ditangani oleh Pastor M. Neilen, SCJ; dia adalah imam pertama yang tinggal di Metro. Setahun setelah itu Suster-suster Fransiskan membuka sebuah rumah sakit dengan nama ‘St. Elisabeth’.

Gisting merupakan stasi misi yang ketiga. Di sana ada 80-an orang Katolik sejak 1928 tetapi tidak berkembang disebabkan karena beberapa kesulitan dari orang-orang yang tidak percaya akan Tuhan. Lalu, stasi berikutnya adalah Pasuruan (Kalianda). Pastor Kuypers, SCJ pertamakali melayaninya dilaju dari Tanjungkarang; sejak 1938, Pastor F. Hofstad, SCJ menetap di sana bersama Br. Gerlachus Timmermans, SCJ.

Selama Perang Dunia Kedua, Gereja Lampung dalam keadaan kacau. Pada tanggal 20 Februari 1942, Jepang menguasai Lampung. Kemudian pada bulan April pada tahun yang sama semua imam dan suster ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Menghadapi kesulitan dan situasi kacau ini orang-orang Katolik baru bertekun dalam iman. Mereka tidak takut untuk berdoa bersama di rumah-rumah, sebab gereja-gereja ditutup oleh penguasa Jepang. Maka secara praktis sebenarnya tidak ada gembala sama sekali di Lampung pada waktu itu. Rumah Sakit Katolik di Metro diambil alih oleh Jepang dan gereja digunakan sebagai barak-barak!

Setelah perang, sejak Nopember 1946 umat Katolik Lampung mendapat pelayanan pastoral dari imam-imam pribumi Indonesia dari Jawa. Satu dari mereka adalah Pastor J. Wahyosudibyo, OFM. Walaupun dia tinggal hanya satu bulan, dia melakukan banyak hal untuk perkembangan misi Katolik di Lampung. Pada tahun 1947 dia ke Jakarta dan Pastor J.H. Padmoseputro yang diutus oleh Mgr. Sugiyopranoto – Uskup Semarang (Jawa Tengah) - menggantikan misinya di Lampung. Dia mendirikan seminari persiapan dengan lima murid (satu di antara mereka adalah Henrisoesanta – yang sekarang menjadi uskup Tanjungkang).

Tahun 1949, beberapa rumah sakit, paroki dan sekolah dibakar. Pastor paroki bersama dengan semua suster (para postulan dan novis), para seminaris dan anak-anak panti asuhan dievakuasi ke Padang Bulan, Pringsewu. Alasannya: Tentara Belanda datang dan mencoba menguasai wilayah Indonesia. Ketika situasi kembali normal, Pastor Padmoseputro kembali ke Jawa.

Setelah Indonesia merdeka, beberapa misionaris mulai memfokuskan aktivitas mereka untuk umat Katolik di luar Teluk Betung dan Tanjungkarang. Pada Juni 1952, gereja Lampung menjadi Prefektur Apostolik dan Pastor A. Hermelink, SCJ dipilih menjadi Prefek. Pertambahan stasi-stasi baru terus berlanjut yakni Gisting (1955), Kotabumi (1963) Kalirejo dan Panutan (1965), Kotagajah (1967) dan Sidomulyo (1977).

Pembentukan keuskupan

Peristiwa yang sangat penting bagi Gereja di Lampung adalah berdirinya Hirarki di Indonesia pada tahun 1961. Prefecture Apostolic Tanjungkarang dipisahkan dari Palembang dan menjadi sebuah keuskupan. Pastor A. Hermelink, SCJ diangkat menjadi Uskup pada tanggal 19 Juli 1961. Beliau ditahbiskan sebagai Uskup pertama di Keuskupan Tanjungkarang dan tinggal di Pringsewu. Dari sanalah beliau memimpin aktivitas pastoral di seluruh keuskupan Tanjungkarang.

Lalu pada tanggal 11 Februari 1976, seorang imam pribumi dari Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ), berasal dari Metro, yakni Dr. A. Henrisoesanta, SCJ ditahbiskan menjadi Uskup Auxilier bagi Mgr. A. Hermelink, SCJ. Jabatan Uskup Auxilier ini berlangsung selama tiga tahun dan kemudian Bapa Suci mengangkat beliau menjadi Uskup Diocesan pada 21 Desember 1978. Beliau mulai berkantor pada tanggal 13 Mei 1979 dan sejak itu kemudian Kuria dan Rumah Uskup dipindahkan dan berlokasi di Tanjungkarang hingga saat ini.

Gembala

Prefek Tanjung Karang

Uskup Tanjung Karang

Pada tanggal 6 Juli 2012, Yang Kudus Paus Benediktus XVI, menerima pengajuan permohonan pensiun (Emeritus) Uskup Tanjungkarang, Yang Mulia Andreas Henrisoesanta, S,C,J. Sehingga Takhta Keuskupan Tanjungkarang dalam keadaan Sede Vacante (Lowong). Uskup Agung Palembang, YM. Aloysius Sudarso., S,C,J., menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Tanjungkarang.

Paroki

  • Katedral Tanjungkarang, Bandar Lampung (Kristus Raja)
  • Pringsewu, Tanggamus (St. Yusup)
  • Kota Buni, Lampung Utara (Kabar Gembira)
  • Bandar Jaya, Lampung Tengah (St. Liduina)
  • Baradatu, Way Kanan, Lampung Utara (Keluarga Kudus)
  • Gisting, Talang Padang, Tanggamus (St. Pius X)
  • Kalirejo, Lampung Tengah (St. Petrus)
  • Kedaton, Bandar Lampung (St. Yoh. Rasul)
  • Sido Mulyo, Lampung Selatan (Keluarga Kudus)
  • Kota Gajah, Lampung Tengah (St. Paulus)
  • Margo Agung, Tanjung Bintang, Lampung Selatan (St. Andreas Rasul)
  • Metro (Hati Kudus Yesus)
  • Murni Jaya, Tulang Bawang (St. Yohanes & St. Paulus)
  • Pajar Matraman, Bandar Jaya, Lampung Tengah (St. Perawan Maria)
  • Teluk Betung, Bandar Lampung (Ratu Damai)
  • Sribawono, Lampung Timur (St. Thomas)
  • Bandarsakti, Bandar Jaya (Tritunggal Mahakudus)
  • Bakauheni, Lampung Selatan (St. Kristoforus)
  • Kotabumi, Lampung Utara (Kabar Gembira)
  • Liwa, Lampung Barat (St. Theodorus)
  • Mesuji, Tulang Bawang (St. Andreas)
  • Tulang Bawang, Banjar Margo (St. Yusuf Pekerja)

Referensi

Pranala Luar