Lompat ke isi

Hakim-Hakim 17

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 September 2012 00.22 oleh JohnThorne (bicara | kontrib)

Hakim-hakim 17 (disingkat Hak 17) adalah bagian dari Kitab Hakim-hakim dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.[1][2]

Teks

Waktu

  • Kisah yang dicatat di pasal ini terjadi di awal masa Hakim-hakim, karena di pasal 18 dikisahkan tentang perjalanan suku Dan yang disinggung dalam pasal 1.

Struktur

Pembagian isi pasal (disertai referensi silang dengan bagian Alkitab lain):

Ayat 1

Ada seorang dari pegunungan Efraim, Mikha namanya.[3]

Sejarah kronologis kitab Hakim-hakim berakhir dengan pasal 16 (Hakim–hakim 16:1–31). Mulai dengan episode Mikha, bagian terakhir kitab Hakim-Hakim (Hakim–hakim 17:1–21:25) menguraikan standar-standar moral yang rendah, upacara-upacara keagamaan yang sesat, dan tatanan sosial yang kacau di Israel selama periode hakim-hakim. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa jikalau firman Allah dan prinsip-prinsip moral yang benar diabaikan, maka baik individu maupun masyarakat secara keseluruhan akan dibinasakan (bandingkan Amsal 14:34; 21:7). Dua kali penulis mengatakan bahwa "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hakim–hakim 17:6; 21:25; bandingkan Amsal 14:12). Jalan Allah ditolak sehingga mengakibatkan keputusasaan, kekacauan, dan kematian.[4]

Ayat 5

Mikha ini mempunyai kuil. Dibuatnyalah efod dan terafim, ditahbiskannya salah seorang anaknya laki-laki, yang menjadi imamnya.[5]

Karena Mikha tidak tunduk kepada kekuasaan dari penyataan Allah yang diilhamkan dan tertulis dan diberikan melalui Musa, ia menipu dirinya sendiri dan melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri (ayat Hakim–hakim 17:6; bandingkan Ulangan 11:18–25; Yosua 1:5–8). Ia menipu dirinya sampai percaya bahwa ia dapat menerima berkat Allah (ayat Hakim–hakim 17:13) dan pada saat bersamaan melanggar semua perintah Alkitab yang jelas. Dosa-dosanya meliputi mencuri (ayat Hakim–hakim 17:2), menyembah berhala (ayat Hakim–hakim 17:3–5), tidak menaati perintah-perintah Allah (ayat Hakim–hakim 17:6), dan mengangkat anaknya sendiri sebagai imam (ayat Hakim–hakim 17:5–13; Bilangan 16:17; Ulangan 21:5; bandingkan 2 Timotius 4:3). Pemahaman yang benar dan pertimbangan moral yang sehat hilang di Israel ketika bangsa itu meninggalkan perjanjian Allah.[4]

Ayat 6

Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya.[6]

Orang yang melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri sudah pasti akan melakukan perkara yang jahat dipandangan Allah (bandingkan Hakim–hakim 2:11; 4:1; 6:1; 10:6). Sikap yang ingkar akan hukum ini adalah sama lazim pada zaman kita ini seperti pada masa Mikha. Orang mau berbuat sekehendak hatinya sendiri dan merasa tersinggung bila diberi tahu apa yang dapat dan yang tidak dapat mereka lakukan -- bahkan oleh Allah dan Firman-Nya. Orang yang mengabaikan standar-standar mutlak Allah demi keinginan manusiawi yang subyektif akhirnya akan mengalami kekacauan rohani, moral, dan sosial. Pada pihak lain, orang percaya sejati akan dengan senang hati tunduk kepada standar-standar dan pendirian Allah sebagaimana dinyatakan dalam Firman-Nya yang tertulis.[4]

Referensi

  1. ^ W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. Diterjemahkan oleh Werner Tan dkk. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 2008. ISBN 979-415-815-1, 9789794158159
  2. ^ J. Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983. ISBN 979-415-385-0, 9789794153857
  3. ^ Hakim–hakim 17:1
  4. ^ a b c The Full Life Study Bible. Life Publishers International. 1992. Teks Penuntun edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Gandum Mas. 1993, 1994.
  5. ^ Hakim–hakim 17:5
  6. ^ Hakim–hakim 17:6

Lihat pula

Pranala luar