Sang Sapurba
Sang Sapurba adalah tokoh mitos legenda di Bumi Melayu, keturunan dari Iskandar Zulkarnain.
Dalam Sulalatus Salatin, disebutkan dari tokoh ini semua raja-raja Melayu diturunkan. Sementara dalam Tambo Minangkabau, tokoh ini disamakan dengan Maharajadiraja pendiri Alam Minangkabau.[1]
Biografi
Sang Sapurba menikah dengan Wan Sundaria, putri Demang Lebar Daun, penguasa Palembang, dan dari pernikahan tersebut memiliki 4 orang anak, 2 orang putri, Putri Sri Dewi dan Putri Chandra Dewi, kemudian 2 orang putra, Sang Mutiara dan Sang Nila Utama.[2]
Sebagai pewaris kekuasan Iskandar Zulkarnain dan salah satu dari tiga ahli waris kekuatan besar di dunia bersama dengan Tiongkok (Kaisar Cina) dan Romawi (Kekhalifahan di Turki) waktu itu. Sang Sapurba punya ambisi memelihara kebesaran kerajaannya, kemudian menjelajahi semua kawasan Melayu. Ia melakukan perjalanan mulai dari Palembang, Tanjungpura sampai ke Lingga dan Bintan, lalu masuk Batang Kuantan sampai ke Minangkabau. Dari setiap kawasan yang dilaluinya menyatakan sembah setia sebagai rakyatnya.[2] Dalam Tambo Minangkabau, kedatangan Maharajadiraja bersama pembantunya Cati Bilang Pandai serta diiringi oleh 4 orang yang dikiaskan dengan Harimau Campo, Kucing Siam, Kambing Hutan dan Anjing Mu'alim.[1] Nama-nama ini mungkin juga menunjukan asal daerah dari para pengiring tersebut.[3]
Di Minangkabau, Sang Sapurba dinobatkan menjadi raja, setelah sebelumnya diuji oleh masyarakatnya untuk mengalahkan Ular Sakti Muna, seekor ular besar yang telah merusak perhumaan di kawasan tersebut.[2] Maharajadiraja ini kemudian membangun pusat pemerintahan di Lagundi Nan Baselo yang dirujuk pada kawasan Pariangan (Parhyangan).
Keturunan dari Sang Sapurba ini kemudian menyebar di Dunia Melayu, Sang Mutiara kemudian menjadi raja di Tanjungpura, Sang Nila Utama menjadi raja di Bintan sebelum pindah ke Singapura. Sementara putrinya dinikahkan dengan raja Jawa (Majapahit).[4]
Identifikasi dengan Raja Melayu
Sulalatus Salatin menyebutkan nama pendiri Singapura adalah Sri Tri Buana.[2] Kemudian berita ini dikaitkan dengan Prasasti Padang Roco yang bertarikh 1286, diketahui Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa sebagai Maharaja di Bumi Melayu yang mendapat kiriman hadiah Arca Amoghapasa dari Raja Jawa Kertanagara.[5] Pararaton menyebutkan kepulangan pasukan Ekspedisi Pamalayu ke Jawa tahun 1293 sekaligus membawa dua orang putri raja Melayu, Dara Jingga dan Dara Petak[6] yang kemudian dinikahi oleh sira alaki dewa dan pendiri Majapahit Raden Wijaya.[7]
Rujukan
- ^ a b Datuk Batuah, A., Datukt Madjoindo, A., (1957), Tambo Minangkabau, Jakarta: Balai Pustaka.
- ^ a b c d Raffles, T. S., (1821), Malay annals (trans. John Leyden), Longman, Hurst, Rees, Orme, and Brown
- ^ Marihandono, Djoko, (2008), Titik balik historiografi di Indonesia, Wedatama Widya Sastra bekerja sama dengan Departemen Sejarah FIB UI, ISBN 9793258802.
- ^ Raffles, T. S., (1817), The history of Java, Volume 2, Printed for Black, Parbury, and Allen.
- ^ Muljana, Slamet, (1981), Kuntala, Sriwijaya Dan Suwarnabhumi, Jakarta: Yayasan Idayu
- ^ Mangkudimedja, R.M., (1979), Serat Pararaton. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
- ^ Muljana, Slamet, (2006), Tafsir Sejarah Nagarakretagama, Yogyakarta: LKIS, ISBN 979-25-5254-5