Lompat ke isi

Kukang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 9 Maret 2013 03.48 oleh Elekhh (bicara | kontrib) (perbaikan penjelasan ; lihat Wikipedia:Bagian pembuka)
KUKANG
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Nycticebus

Boddaert, 1785
Spesies:
N. coucang
Nama binomial
Nycticebus coucang
(Boddaert, 1785)

Kukang—kadang-kadang disebut pula malu-malu—adalah jenis primata yang bergerak lambat. Warna rambutnya beragam, dari kelabu keputihan, kecoklatan, hingga kehitam-hitaman. Pada punggung terdapat garis coklat melintang dari belakang hingga dahi, lalu bercabang ke dasar telinga dan mata. Berat tubuh 0,375-0,9 kg, panjang tubuh dewasa 19-30 cm.

Di Indonesia, satwa ini dapat ditemukan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Kukang (Nycticebus coucang) adalah jenis primata yang lucu dan menggemaskan sehingga tidak heran banyak masyarakat umum yang menjadikan primata ini menjadi incaran untuk dijadikan hewan peliharaan. Kukang telah dilindungi oleh hukum Indonesia, sehingga perdagangannya adalah illegal dan kriminal.

Sebaran

Keluarga kukang atau sering disebut-sebut malu-malu, terdiri dari 8 marga (genus) dan terbagi lagi dalam 14 jenis. Penyebarannya cukup luas, mulai dari Afrika sebelah selatan Gurun Sahara, India, Srilanka, Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dari 8 Marga yang ada, di Indonesia hanya ditemui 1 marga, yaitu Nycticebus.

Marga Nycticebus terdiri atas 5 jenis, yaitu:

  1. Nycticebus coucang yang tersebar di Semenanjung Malaya, Sumatera dan kepulauan sekitarnya.
  2. Nycticebus pygmaeus tersebar di Indocina, Laos dan Kamboja.
  3. Nycticebus bengalensis, tersebar di India hingga Thailand.
  4. Nycticebus javanicus, hanya tersebar di Jawa.
  5. Nycticebus menagensis, hanya tersebar di Kalimantan serta kepulauan sekitarnya.


Kukang merupakan primata yang hidup di hutan tropis Indonesia, menyukai hutan primer dan sekunder, semak belukar dan rumpun-rumpun bambu. Kukang tersebar di Asia Tenggara. Di Indonesia kukang ditemukan di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Akan tetapi sampai saat ini belum ada data yang pasti dan akurat tentang jumlah populasi kukang di alam. Akan tetapi jika dilihat dari berkurangnya habitat kukang serta maraknya perburuan dan perdagangan illegal bisa dijadikan indikator bahwa keberadaan kukang di alam mengalami penurunan.

A 1904 painting of Slow lorises. While unidentified, the top and bottom share markings of Nycticebus coucang coucang, the left and right share the coloring and size of Nycticebus pygmaeus. Note the "T" shaped end to the white nose stripe on N. pygmaeus, while Nycticebus coucang coucang have a distinct five pointed star at the back of the head.[2]

Perlindungan Kukang

Di Indonesia kukang sudah dilindungi sejak tahun 1973 dengan Keputusan Menteri Pertanian tanggal 14 Pebruari 1973 No. 66/ Kpts /Um/2/1973. Perlindungan ini dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang memasukan kukang dalam lampiran jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 21 ayat 2, perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi termasuk kukang adalah dilarang. Pelanggar dari ketentuan ini dapat dikenakan hukuman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Dengan adanya peraturan tersebut, maka semua jenis kukang yang ada di Indonesia telah dilindungi. Sementara itu badan konservasi dunia IUCN, memasukan kukang dalam kategori Vulnerable (rentan), yang artinya memiliki peluang untuk punah 10% dalam waktu 100 tahun. Sedangkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) memasukan kukang ke dalam apendix I. Status CITES: Sebelumnya kukang masuk dalam appendix II CITES yang berarti perdagangan internasionalnya diperbolehkan, termasuk penangkapan kukang dari alam.

Dengan masuknya kukang dalam appendix I CITES pada tahun 2007, maka perdagangan internasional kukang semakin diperketat. Perdagangan kukang tidak boleh lagi hasil penangkapan dari alam, tapi harus hasil penangkaran. “Masuknya kukang dalam appendix I CITES ini akan memberi perlindungan yang lebih maksimal bagi kukang, sehingga kukang di alam akan lebih terjamin kelestariannya”.

Usulan kukang untuk naik menjadi appendix I ini dibawa oleh Kamboja dalam sidang CITES yang berlangsung tanggal 3 – 15 Juni 2007 di Hague, Belanda yang dihadiri lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia. Indonesia sendiri telah merativikasi konvensi CITES ini sejak tahun 1978.

Usulan Kamboja untuk menaikan appendix kukang tersebut kemudian mendapat dukungan dari negara-negara Uni Eropa, India, Indonesia, Jepang, Laos, Thailand dan USA. ProFauna Indonesia yang juga menghadiri sidang CITES tersebut juga turut mendukung usulan Kamboja tersebut. Selain ProFauna, organisasi lain yang juga mendukung penaikan appendix I kukang tersebut adalah Species Survival Network (SSN), dan Asian Conservation Alliance Task Force. status IUCN: Rentan (Vulnerable) A2cd ver 3.1 /Tahun 2008.

Penangkapan Kukang di alam

Survey yang dilakukan ProFauna sejak tahun 2000 hingga 2006 menunjukan bahwa kukang yang diperdagangkan bebas di beberapa pasar burung adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil penangkaran.

Beberapa tempat di Indonesia yang menjadi daerah penangkapan kukang adalah

Salah satu lokasi penangkapan kukang di Jawa Barat adalah di Kabupaten Sumedang, yaitu di Hutan Kareumbi. Di daerah ini metode penangkapan dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan menangkap kukang langsung diatas pohon bambu. Penangkapan kukang secara intensif ini dilakukan sejak tahun 1985.

Dalam satu hari penangkap bisa menangkap 6 – 7 ekor kukang. Kukang hasil tangkapan ini langsung dibawa ke pengepul yang kemudian oleh pengepul akan dikirim ke pasar burung yang ada di Bandung, Jakarta, Semarang bahkan Surabaya.

Saat ini semakin sulit menangkap kukang di daerah Sukabumi, padahal sebelum tahun 2000 Sukabumi adalah salah satu pemasok perdagangan kukang di Indonesia. Kemunkinan besar populasinya di alam jauh berkurang, sehingga semakin sulit untuk ditangkap.

Sedikitnya ada 40 ekor kukang yang ditangkap dan diperdagangkan secara illegal di Bengkulu. Sebagian besar Kukang tersebut ditangkap dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Di tingkat pengepul satu ekor kukang dihargai Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu. Oleh pengepul kukang tersebut akan dijual di pasar burung dengan harga berkisar antara Rp. 100.000 sampai Rp 150.000 per ekor.

Gigi kukang dipotong

Untuk menampilkan kesan bahwa kukang itu satwa yang jinak, lucu dan tidak menggigit, maka oleh pedagang gigi kukang tersebut dicabut dengan menggunakan tang (pengait) yang biasa dipakai oleh tukang listrik. Dalam proses pencabutan tersebut gigi kukang sering patah atau remuk dan menimbulkan luka di mulut.

Kemudian kukang tersebut dipegang kakinya dengan posisi kepalanya di bawah. Selanjutnya kukang tersebut diputar-putar dengan alasan untuk menghentikan pendarahan. Banyak kasus kukang yang habis dipotong giginya mengalami infeksi yang bisa berdampak pada kematian.

Perdagangan Kukang

Berdasarkan pemantauan ProFauna di 9 pasar burung di Pulau Jawa dan Bali, kukang merupakan salah satu jenis satwa yang diminati pembeli dan ditemukan hampir di semua pasar satwa/pasar burung.

Berdasarkan pemantauan ProFauna pada tahun 2002 saja sedikitnya ada 5000 ekor kukang diselundupkan dari Sumatera ke Pulau Jawa untuk diperdagangkan melalui Lampung. Ini sangat mengkhawatirkan keberadaan kukang di hutan alami Pulau Sumatera.

Perdagangan kukang tidak hanya terjadi di Pulau Jawa saja melainkan juga di kota-kota besar lain di luar Pulau Jawa.Tanggal 9 Juni 2004 juga diperdagangkan 12 kukang yang ditawarkan 150.000 di pasar burung Bintang Medan yang mana pelaku perdagangan di pasar burung ini adalah pemain lama yang empat tahun silam juga terlibat dalam perdagangan serupa. Perdagangan kukang juga terjadi di Banjarmasin tepatnya di Pasar Ahad Jl A Yani Km 7,5 serta di Pasar Sudi Mampir (depan Plasa Metro City).

Sementara itu di kota Palembang Sumatera Selatan perdagangan kukang terjadi dalam jumlah besar di pasar Enambelas Ilir. Di Palembang setiap bulannya jumlah kukang yang dijual secara bebas berjumlah antara 40 – 60 ekor dengan harga antara Rp. 100.000 sampai Rp.200.000 /ekor.

Di Jakarta banyak juga dijual di pasar hewan Jatinegara

Perdagangan kukang ini tidak hanya terjadi di pasar burung melainkan juga di mall-mall. Pada tanggal 3 Juli 2004 di depan Dunkin Donut di jual 2 ekor kukang yang ditawarkan dengan harga 175.000 rupiah per-ekor. Padahal di mall ini dulunya belum pernah ada catatan tentang perdagangan kukang.

Di Bandung Indah Plaza (BIP) setiap harinya biasa dipajang dengan bebas 3 sampai 5 ekor kukang. Kukang tersebut ditawarkan seharga Rp. 150.000,- hingga Rp.200.000,- per ekor

Beberapa hari yang lalu juga tampak di Supermal Karawaci menjual Kukang dengan harga kisaran Rp.200.000/ekor

Untuk Obat Tradisional

Pemanfaatan kukang selain di perdagangkan untuk hewan peliharaan juga dimanfaatkan untuk media mistis. Tulangnya dipercaya memiliki kekuatan mistis untuk merusak ketentraman dalam rumah tangga, bagi sebagian besar orang di Sumatera dan Jawa, tulang kukang juga bisa dijadikan media yang ampuh untuk melakukan serangan secara mistis yaitu terutama dalam persaingan usaha. Dan kukang yang masih hidup dipercaya tidak baik untuk dipelihara karena dianggap sebagai hewan yang menjadi media / inang bagi mahluk gaib. Hanya sayangnya, kepercayaan ini sering kali sudah tidak dikenal oleh generasi masa kini.

Penyelundupan ke luar negeri

Selain perdagangan di dalam negeri (domestik), kukang juga diselundupkan ke luar negeri. Seperti yang terjadi pada bulan Januari tahun 2003 polisi berhasil menyita 91 ekor kukang dari warga Kuwait di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Kukang tersebut semula akan diselundupkan ke Kuwait. Sayangnya kasus hukum penyelundupan kukang tersebut tidak jelas kelanjutannya.

Pada tanggal 27 Juni 2004 berhasil digagalkan upaya penyelundupan 3 ekor kukang lewat Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta. Kukang tersebut semua akan diselundupkan ke Jepang dan Korea.

Penegakan Hukum

Kukang telah dilindungi oleh hukum Indonesia, sehingga perdagangannya adalah illegal dan kriminal. Meski telah dilindungi, faktanya perdagangan kukang masih banyak terjadi. Meski demikian Polisi Kehutanan juga telah melakukan beberapa kali upaya penertiban dan penyitaan kukang yang diperdagangkan. Menurut catatan ProFauna Indonesia, pada tahun 2003 saja ProFauna telah membantu polisi kehutanan dalam menyita 49 ekor kukang di Kota Jakarta dan sekitarnya.

Sementara itu Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) yang ada di Jawa Timur dan Yogyakarta mencatat telah menerima 15 ekor kukang hasil penyitaan yang dilakukan oleh polisi kehutanan.

Pada tanggal 3 Juli 2004 BKSDA DKI berhasil menyita seekor bayi kukang di Pasar Burung Barito Jakarta. Selain kukang juga berhasil disita lutung dan kucing hutan.

Pada tanggal 25 Juni 2003 tertangkap seorang nenek yang hendak menyelundupkan berbagai jenis satwa termasuk kukang di Bandar Lampung, Sumatera. Nenek tersebut menjadi kurir untuk membawa satwa dari Sumatera ke Jakarta. Sayangnya kasus ini juga tidak diproses secara hukum, dengan pertimbangan pelakunya sudah terlalu tua.

Hasil positif terjadi di Pasar Burung Malang, Jawa Timur. Berdasarkan hasil monitoring Profauna Indonesia di pasar burung tersebut pada tahun 1999 tercatat diperdagangkan 38 ekor kukang. Namun pada tahun 2004 sudah tidak ditemukan lagi adanya perdagangan kukang di Pasar Burung Malang. Tidak adanya perdagangan kukang di Pasar Burung Malang tersebut disebabkan karena BKSDA Jatim II sering melakukan operasi penertiban di pasar burung tersebut sehingga pedagang menjadi jera untuk menjual satwa dilindungi.

Selai itu berdasarkan hasil monitoring Profauna Indonesia di pasar burung [[Mantingan] Ngawi tahun 2009 tercatat diperdagangkan 45 ekor kukang. Hasil survey ini ditindak lanjuti oleh Reskrim Polda Jatim. Pada tanggal 5 November 2009 Tertangkap mafia perdagangan kukang di pasar burung Mantingan Ngawi Jawa Timur, oleh Reskrim Polda Jatim, kukang tersebut rencananya akan diperdagangan di Wilayah Jawa Timur. Penangkapan bandar yang telah di intai oleh Petugas kepolisian Polda Jatim ini, membuahkan hasil dengan diselamatkan 21 ekor kukang dari tersangka. Tersangka di proses secara hukum di Pengadilan negeri Ngawi Jawa timur.

Kukang Terancam Punah

Berdasarkan survey dan monitoring yang dilakukan ProFauna Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2006, diperkirakan setiap tahunnya ada sekitar 6000 hingga 7000 ekor kukang yang ditangkap dari alam di wilayah Indonesia untuk diperdagangkan. Ini menjadi serius bagi kelestarian kukang di alam, mengingat perkembangbiakan kukang cukup lambat yaitu hanya bisa melahirkan seekor anak dalam satu tahun setengah.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 (pasal 5), suatu jenis satwa wajib ditetapkan dalam golongan dilindungi apabila telah mempunyai kriteria;

  1. Mempuyai populasi kecil
  2. Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam.
  3. Daerah penyebaran yang terbatas (endemik).

Permasalahan lain adalah belum adanya data ilmiah yang pasti mengenai populasi liar kukang di alam. Kukang yang aktif di malam hari dengan pergerakannya yang lambat membuat sangat sulit untuk menemui kukang di alam. Anehnya para penangkap kukang dengan mudah bisa menemukan kukang di alam. Dikhawatirkan tanpa disadari populasi kukang di alam akan turun drastis akibat penangkapan untuk diperdagangkan.

Meski kukang telah dilindungi, namun upaya penegakan hukumnya mesti ditingkatkan. Perlindungan di tingkat internasional yang lebih ketat dengan memasukan kukang ke dalam apendix I CITES akan membantu kukang untuk tetap lestari. Karena kukang telah dilindungi oleh undang-unang Republik Indonesia, maka sudah sepatutnya pemerintah Indonesia juga mendukung upaya menaikan status kukang untuk masuk dalam apendix I CITES. Dengan demikian perdagangan internasional kukang tidak akan boleh lagi hasil penangkapan dari alam.

Referensi

  1. ^ Nekaris, A. & Streicher, U. (2008). "Nycticebus coucang". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2008. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 1 January 2009. 
  2. ^ A review of colour and markings in Nycticebus species and subspecies. loris-conservation.org


Pranala luar

Templat:Link GA