Fritz Haber
Fritz Haber | |
---|---|
Lahir | Breslau, Jerman | 9 Desember 1868
Meninggal | 29 Januari 1934 Basel, Swiss | (umur 65)
Kebangsaan | Jerman |
Almamater | University of Heidelberg, Universitas Humboldt Berlin Universitas Teknologi Berlin |
Dikenal atas | Proses Haber Lahir-Haber sepeda Pupuk Reaksi Haber-Weiss Perang kimia Bahan peledak |
Suami/istri | Clara Immerwahr (1901-1915; kematian istrinya; 1 anak) Charlotte Nathan (1917-1927; bercerai; 2 anak) |
Penghargaan | Penghargaan Nobel untuk Kimia (1918) |
Karier ilmiah | |
Bidang | Kimia Fisik |
Institusi | Swiss Federal Institute of Technology University of Karlsruhe |
Pembimbing doktoral | Robert Bunsen |
Fritz Haber (1868-1934) dilahirkan di Breslau, (kala itu terletak di Jerman namun sekarang termasuk wilayah Polandia) dan dari 1886 sampai 1891 ia belajar di Universitas Heidelberg dengan Robert Bunsen, di Universitas Berlin dalam kelompok A.W. Hoffmann, dan di Universitas Teknik Charlottenburg (kini Universitas Teknik Berlin) dengan Carl Liebermann. Ia menikahi Clara Immerwahr pada 1901. Sebelum memulai karier akademinya sendiri ia bekerja pada bisnis kimia ayahnya dan di Institut Teknologi di Zürich dengan Georg Lunge. Selama masa itu di Karlsruhe dari 1894 sampai 1911 ia dan Carl Bosch mengembangkan proses Haber, yang merupakan pembentukan katalis amonia dari hidrogen dan nitrogen atmosfer ke bawah keadaan suhu dan tekanan tinggi. Pada 1918, ia menerima Hadiah Nobel Kimia untuk karyanya. Proses Haber-Bosch merupakan tonggak sejarah dalam kimia industri, karena memisahkan produksi produk nitrogen, seperti pupuk, bahan peledak dan makanan kimia, dari deposit alam, khususnya sodium nitrat ('Caliche'), yang mana Chili merupakan penghasil utama. Ketersediaan mendadak dari pupuk nitrogen yang murah dipuji dengan mencegah malapetaka Malthus, atau krisis penduduk.
Ia juga aktif dalam penelitian reaksi pembakaran, pemisahan emas dari air laut, pengaruh adsorpsi, dan elektrokimia. Sebagian besar pekerjaannya dari 1911 sampai 1933 dikerjakan di Institut untuk Fisika dan Elektrokimia di Berlin-Dahlem. Haber memainkan peran utama dalam pengembangan perang kimia dalam PD I. Bagian kerjanya termasuk pengembangan topeng gas dengan penyaring absorban. Perang gas dalam PD I ialah, dalam beberapa hal, perang para kimiawan, dengan Haber yang beradu dengan pemenang Nobel Kimia asal Perancis Victor Grignard. Istrinya menentang pekerjaannya pada gas beracun dan berkeputusan bunuh diri dengan senjata dinasnya setelah ia sendiri menjaga penggunaan pertama klorin di Ypres.
Setelah PD I usai, Nobel Kimia kembali diberikan pada tahun 1918. Penerimanya adalah kimiawan anorganik Fritz Haber. Penghargaan ini mungkin yang paling kontroversial dalam sejarah Nobel Kimia. Proses ammonia yang ditemukan Haber memang berguna bagi agrikultur untuk pembuatan pupuk. Tapi prosesnya ini juga digunakan untuk membuat gas beracun semasa perang. Sejarawan Elizabeth Crawford menunjukkan bahwa Komite Nobel sebenarnya tidak akan memberikan penghargaan Nobel ke Haber jika saja ada dukungan internasional untuk kandidat yang lain.
Dalam studinya mengenai gas beracun, Haber menemukan hubungan matematika yang mudah antara konsentrasi (C) gas dan jumlah waktu (t) yang mana itu dihirup, diperlihatkan sebagai C x t = k, di mana k ialah tetapan. Dengan kata lain, pembukaan pada tingkat rendah gas selama masa panjang dapat menyebabkan akibat yang sama (misal kematian) sebagai pembukaan konsentrasi tinggi selama waktu singkat. Hubungan ini dikenal sebagai kaidah Haber. Haber membela perang gas terhadap dakwaan bahwa itu tak berperikemanusiaan, berkata bahwa kematian ialah kematian, dengan cara apapun yang ditimbulkan. Pada 1920an, ia mengembangkan pembentukan gas sianida Zyklon B, yang digunakan sebagai insektisida.
Pada tahun 1933, NAZI mengambil alih kekuasaan di Jerman. Hitler sebagai pemimpin NAZI pernah melaksanakan program “Pemurnian Ras Arya”. Salah satu tindakan Hitler yang paling kejam adalah pembantaian umat Yahudi dengan menggunakan gas beracun. Satu persatu umat Yahudi digiring ke sebuah kamp militer, lalu mereka dimasukkan ke dalam ruangan tertutup yang dipenuhi gas beracun. Saat Hitler memegang tampuk kekuasaan di tahun 1933, Fritz Haber tengah menjabat sebagai direktur Institute for Physical and Electrochemistry di Berlin-Dalhem. Demi mewujudkan ambisinya, Hitler memerintahkan Fritz Haber untuk menembak mati seluruh pekerja keturunan Yahudi yang bekerja di institutnya. Haber yang juga keturunan Yahudi menolak melakukannya, bahkan ia rela mengundurkan diri dari jabatannya. Kemudian ia menulis surat, “Selama lebih dari 40 tahun, saya telah memilih rekan-rekan kerja saya berdasarkan kepandaian dan karakter mereka. Saya tidak pernah memilih rekan kerja berdasarkan latar belakang nenek moyang mereka dan saya tidak ingin mengubah metode ini yang menurut saya sangat tepat.”
”For more than 40 years, I have selected my collaborators on the basis of their intelligence and their character and not on the basis of their grandmothers, and I am not willing to change this method which I have found so good.”
Tindakan Haber ini membuat NAZI marah besar tetapi mereka tidak menghukum Fritz Haber. NAZI tidak memberikan sanksi apapun kepada Fritz Haber karena mereka mempertimbangkan jasa dan reputasi Fritz Haber di mata internasional.
Setelah mengundurkan diri, kondisi jantung Fritz Haber memburuk. Karena kondisi kesehatan yang semakin melemah akhirnya Fritz Haber menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 29 Januari 1934 di Basle. Tidak lama setelah kematiannya, Asosiasi Kimia Jerman (German Chemical Society) mengadakan suatu acara seremonial untuk mengenang dan menghormati Fritz Haber. NAZI langsung naik pitam ketika mendengar rencana ini. Mereka marah karena Asosiasi Kimia Jerman memberikan suatu penghormatan yang sangat besar kepada seseorang yang telah menentang NAZI. NAZI mengancam akan menangkap semua orang yang menghadiri acara itu. Walaupun diancam, para ahli Kimia tidak takut dan tetap menghadiri acara itu. Melihat banyaknya ahli Kimia yang hadir, NAZI mengurungkan niat untuk menangkap dan menghukum mereka. NAZI sadar bahwa para ahli Kimia adalah tulang punggung dari rekonstruksi Jerman setelah Jerman hancur di Perang Dunia I. Tanpa adanya ahli Kimia, NAZI sulit membangun kembali kekuatannya.
Referensi
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/penghargaan_nobel_kimia_bagian_i_1901_1920/