Lompat ke isi

Jalur kereta api Banjar–Cijulang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jembatan kereta api antara Banjar dan Cijulang di tahun 1920-an

Jalur Kereta api Banjar-Cijulang atau kadang-kadang dipanggil jalur BanCi merupakan jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Banjar dengan Stasiun Cijulang. Memiliki panjang jalur 82.160 KM. Jalur ini dulu merupakan jalur yang sibuk. Panorama jalur ini sangat indah mulai dari pegunungan hingga laut. Jalur Pangandaran-Cijulang ditutup pada 1981 akibat jalur yang sudah lanjut usia. Jalur Banjar-Pangandaran pun menyusul ditutup pada tahun 1984. Pada tahun 1997, jalur ini sempat diperbaiki dan berberapa lokomotif seperti BB300 dan D301 sempat lewat jalur banci ini. Namun jalur ini ditutup lagi saat krisis ekonomi yang melanda seluruh Asia. Jalur dan bantalan yang baru pasang pun dibongkar. Jalur ini merupakan dibawah kendali oleh Daerah Operasi II Bandung.

Jalur Kereta Api ini mempunyai banyak jembatan dan 4 terowongan yakni Terowongan Batulawang (±281,5 meter), Terowongan Hendrik (±105 meter), Terowongan Juliana (±147,70 meter), dan Terowongan Sumber atau Wilhelmina (±1.116,10 meter). Salah satu jembatan dan terowongan merupakan paling panjang di Indonesia yaitu Jembatan Cikacepit dengan panjang ±1.250 meter dan Terowongan Sumber atau Wilhelmina dengan panjang ±1.116,10 meter.

Latar Belakang Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang

Jalur kereta api ini, menghubungkan kota-kota kecamatan di kawasan Ciamis selatan yang sekarang masuk dalam administrasi Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar. Adapun kota-kota yang dihubungkan dengan jalur kereta api ini yakni Banjar-Banjarsari-Padaherang-Kalipucang-Ciputrapinggan-Pangandaran-Parigi dan Berakhir di Cijulang.

Pembangunan jalur kereta api ini diusulkan oleh pihak swasta pada masa pemerintah Hindia Belanda. Terdapat berbagai argumentasi tentang perlunya dibangun jalur kereta api ini, yakni sebagai berikut.

Pada tahun 1898, F.J Nellensteyn mengajukan konsesi pembangunan trem penghubung Pameungpeuk-Rancaherang-Klapagenep-Cijulang-Parigi-Cikembulan-Kalipucang-Padaherang-Banjar. Konsesi tersebut diterima pemerintah, tetapi Nellensteyn sendiri tak mengerjakan proyek yang diajukan itu.

Pada tahun yang sama, usul datang dari H.J Stroband. Ia mengajukan konsesi pembangunan trem uap dengan jalur yang lebih pendek dari usulan Nellensteyn, yaitu Banjar-Banjarsari-Kalipucang-Cikembulan-Parigi-Cijulang. Namun, usulannya ditolak pemerintah.

Kemudian Eekhout van Pabst dan Lawick van Pabst. Akan tetapi, seperti usul sebelumnya, usul Eekhout dan van Pabst pun tidak ditindaklanjuti.

Latar belakang dari pengajuan pembangunan jalur kereta-api tersebut dilatarbelakangi kepentingan ekonomi. Di sekitar Banjar terdapat banyak perkebunan yang sangat memerlukan sarana transportasi memadai untuk proses pengangkutan. Di antara perkebunan itu adalah perkebunan Lawang Blengbeng, Leuweung Kolot I, Leuweung Kolot II, Bantardawa I, Bantardawa II, Cikaso I, Cikaso II, Banjarsari I, dan Banjarsari II. Semua perkebunan itu milik kalangan swasta dari Eropa.

Di samping itu, hasil pertanian yang melimpah di Priangan tenggara dan lembah Parigi merupakan pertimbangan lain di balik usul pembangunan jalur tersebut. Di kawasan itu banyak padi hasil panen petani yang sudah disimpan lebih dari enam tahun karena kesulitan dalam pengangkutan ke luar daerah. Ditambah lagi, seperti dikemukakan van Pabst, di sepanjang jalur Banjar-Cijulang banyak tanah yang bisa dimanfaatkan sebagai sawah dan tegal.

Selama ini hasil perkebunan dan pertanian dari Banjar hingga Parigi itu diangkut melalui jalur darat (roda) atau sungai (perahu) menuju Cilacap (Jawa Tengah). Pengangkutan dengan cara ini membutuhkan waktu lama dan berbiaya tinggi. Dengan pembangunan jalur kereta di daerah tersebut, diharapkan hasil pertanian dan perkebunan bisa diangkut dengan cepat ke Banjar dan dari Banjar ke Cilacap.[1] [2]


Pada akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 Cilacap merupakan salah satu pelabuhan paling ramai di Pulau Jawa dan satu-satunya di pesisir selatan Pulau Jawa. Pada masa itu produk pertanian dan perkebunan dari beberapa daerah di Jawa Tengah dan Priangan dikapalkan ke luar negeri melalui pelabuhan ini.[3]

Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar Cijulang

Residen Priangan sendiri baru mengajukan pembangunan jalur kereta api Banjar-Parigi pada 1908. Pengajuan ini disertai nota Asisten Residen Sukapura dan Kontrolir Manonjaya. Alasan yang dikemukakan Residen Priangan tak jauh beda dengan yang dikemukakan kalangan swasta, yaitu untuk meningkatkan eksploitasi ekonomi dan pengembangan wilayah Priangan timur dan tenggara.

Setelah melalui pertimbangan yang cukup lama, berdasarkan undang-undang tanggal 18 Juli 1911, pemerintah kolonial memutuskan untuk membangun jalur kereta api Banjar-Kalipucang-Parigi. Pembangunan jalur ini sesuai dengan yang diusulkan Residen Priangan.

Meski demikian, pembangunan jalur tersebut harus ditunda karena muncul kritik dari anggota Majelis Rendah Parlemen, Lambert de Ram. Ia mengkritik jalur yang akan dibangun itu terlalu panjang dan akan memakan biaya sangat mahal. Ia mengusulkan agar jalurnya diubah, yakni dari Banjar langsung ke Cilacap melalui Dayeuhluhur. Namun, usulannya dinilai tidak realistis karena Dayeuhluhur merupakan daerah berawa dan dikenal sebagai sarang nyamuk malaria. Pembangunan jalur kereta melalui daerah ini malah lebih sulit dan memerlukan biaya lebih besar.

Pembangunan menurut rencana semula pun dilaksanakan. Ketika pembangunan jalur kereta sampai di Kalipucang, muncul usul lain. Usul ini disampaikan oleh Inspektur Sementara StaatSpoor (Kereta Api Negara) Radersma. Ia mengusulkan agar dari Kalipucang pembangunan tidak dilanjutkan ke Parigi, tetapi ke Kawunganten. Alasannya, jalur ini lebih dekat menuju Cilacap. Namun, pembangunan jalur ini harus melalui lereng gunung yang ditumbuhi hutan dan terdapat batuan andesit yang hanya bisa dihancurkan dengan dinamit. Akhirnya, usulan ini pun ditolak dan rencana semula diteruskan kembali.

Ketika pembangunan rel sudah sampai di Parigi, ternyata daerah itu dinilai kurang cocok sebagai ujung pemberhentian. Kemudian, pembangunan dilanjutkan 5 kilometer lagi hingga Cijulang. Cijulang dianggap cocok sebagai pemberhentian terakhir karena memiliki lembah unik yang dapat meneruskan jalur sampai Tasikmalaya atau sepanjang pantai selatan sampai Pameungpeuk.Jalur Banjar-Kalipucang resmi dibuka pada tanggal 15 Desember 1916 disusul dengan jalur Kalipucang-Cijulang yang dibuka pada tanggal 1 Januari 1921

Rencana Pengembangan Jalur Kereta Api Banjar-Cijulang

Keberadaan jalur kereta api ini akhirnya menjadi tulang punggung sarana transportasi di wilayah Kabupaten Ciamis khususnya kawasan Banjar hingga Cijulang dan sekitarnya hingga dekade 1980-an. Hal ini dikarenakan jalan raya yang menghubungkan Banjar-Cijulang dan kawasan sekitarnya belum berkembang dengan baik dan sarana transportasi darat saat itu masih terbilang langka. Mundurnya jalur ini hingga dihentikannya pada dekade 1980-an disebabkan karena persaingan dengan moda transportasi jalan raya yang semakin tumbuh dan berkembang. Disisi lain, PJKA (PT. Kereta Api Indonesia sekarang) mengalami kerugian dalam mengoperasikan jalur ini dan biaya perawatan dan perbaikan sarana dan prasarananya cukup mahal.

Dalam berbagai rencana pembangunan sarana transportasi khususnya di bidang perkeretaapian, revitalisasi pembangunan jalur ini dimasukkan dalam rencana pengembangan perekeretaapian khususnya di wilayah provinsi Jawa Barat. Namun demikian, rencana ini terdapat kendala antara lain biaya investasi yang cukup tinggi.

Hal ini disebabkan karena masih banyak potensi dari kawasan ini yang belum dikelola secara optimal dikarenakan sarana dan prasarananya dianggap kurang memadai. Selain potensi Pariwisata di kawasan Pangandaran higga Cijulang. Kawasan ini menyimpan potensi di bidang Pertanian dan Perkebunan serta Pertambangan diantaranya fosfat, kalsit, batu kapur dan pasir besi khususnya di kawasan selatan Provinsi Jawa Barat.[4]

Jalur Terhubung

Daftar Stasiun dan Halte

Lihat Pula

Referensi

  1. ^ Agus Mulyana, “Ekonomi dan Pengembangan Wilayah: Latar Belakang Pembangungan Jalan Kereta Api pada Lajur Banjar-Kalipucang-Parigi 1911-1921
  2. ^ "Titik Balik Historiografi Indonesia terbitan 2008" , dikutip oleh Acep Muslim, 2010
  3. ^ Susanto Zuhdi, "Cilacap 1830-1942: Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa" , Dikutip oleh Acep Muslim, 2010
  4. ^ Pileuleuyan Kareta Banjar-Cijulang, diakses pada tanggal 15 April 2012.