Lompat ke isi

Bahan pangan organik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Anggota sebuah koperasi di Toronto yang saling berbagi bahan pangan organik dalam suasana kekeluargaan. Bahan pangan organik dapat ditanam sendiri di perkotaan. Lihat pertanian urban

Bahan pangan organik adalah bahan pangan yang diproduksi dengan menggunakan metode pertanian organik, yang membatasi input sintetik modern seperti pestisida sintetik dan pupuk kimia. Penggunaan pestisida organik seperti toksin Bacillus thuringiensis masih digunakan. Bahan pangan organik juga tidak diproses menggunakan iradiasi, pelarut industri, atau bahan tambahan makanan kimiawi.[1] Gerakan pertanian organik muncul di tahun 1940an menanggapi industrialisasi pertanian yang kini disebut dengan Revolusi Hijau.[2] Kini berbagai negara di dunia menerapkan kebijakan pangan seperti pelabelan sertifikasi organik agar suatu bahan pangan dapat dijual ke konsumen sebagai "bahan pangan organik". Dengan regulasi ini, bahan pangan organik harus diproduksi dengan cara yang sesuai dengan standar organik yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara dan organisasi internasional.

Berbagai bukti memberikan hasil yang beragam mengenai pembuktian apakah bahan pangan organik lebih aman dibandingkan bahan pangan konvensional[3][4][5][6][7][8][9] maupun lebih baik dari segi rasa.[5][3]

Makna dan asal kata

Kecambah organik

Pada awalnya, pertanian adalah berbasis organik. Bahan kimia yang digunakan pada rantai produksi pangan mulai diperkenalkan pada awal abad ke-20.[10] Gerakan pertanian organik muncul di tahun 1940an menanggapi industrialisasi pertanian.

Walter James, Baron ke-4 Northbourne menggunakan istilah pertanian organik di dalam bukunya yang berjudul Look to the Land (1940), yang berasal dari konsep pertanian organik miliknya yang menjelaskan pendekatan holistik dan seimbang secara ekologis pada pertanian, kontras dengan istilah yang ia sebut sebagai pertanian kimiawi yang bergantung pada "kesuburan yang diimpor" dan tidak mampu berdiri sendiri.[11] Hal ini berbeda dengan penggunaan istilah "organik" di dalam sains yang mengacu pada sekumpulan molekul yang mengandung karbon. Molekul dari kelompok senyawa organik tersebut berada pada semua hal yang dapat dimakan, namun berbagai senyawa pestisida juga merupakan senyawa kimia organik.

National Organic Program yang dijalankan oleh USDA bertanggung jawab terhadap definisi legal dari organik di Amerika Serikat dan melakukan sertifikasi organik

Bahan pangan organik adalah sebuah industri yang mengatur dirinya sendiri dengan pemerintah yang mengawasi di beberapa negara. Saat ini, beberapa negara mengharuskan produsen bahan pangan yang ingin menjual produknya dengan label "organik" harus mendapatkan sertifikasi khusus yang mengatur tata cara produksi mereka berdasarkan definisi standar pemerintah.

Di Amerika Serikat, produksi bahan pangan organik adalah sebua sistem yang dikelola berdasarkan Akta Produksi Bahan Pangan Organik tahun 1990.[12] Jikahewan terkank dilibatkan, baik sebagai penghasil produk hewan maupun produk samping dan tenaganya, maka hewan ternak harus mendapatkan akses secara berkala ke lahan penggembalaan dan tidak menggunakan antibiotik dan hormon pertumbuhan.[13]

Makanan organik yang terproses umumnya hanya mengandung komposisi yang terdiri dari bahan pangan organik pula. Jika terdapat komposisi bahan pangan organik, maka harus dijelaskan berapa persen yang organik. USDA mengharuskan setidaknya 95% organik untuk dapat tetap disebut bahan pangan organik.[14]Bahan pangan organik juga harus bebas dari bahan tambahan makanan kimiawi, bebas dari senyawa kimia, iradiasi, dan bahan pangan termodifikasi secara genetik. Pestisida diizinkan selama bukan merupakan pestisida sintetik.[15] Namun, di bawah standar organik pemerintah Amerika Serikat, jika hama dan gulma tidak mampu dikendalikan melalui praktek pengelolaan ataupun melalui pestisida dan herbisida organik, maka "sejumlah senyawa sintetik" yang ada pada daftar tertentu dapat diiznkan untuk digunakan.[16] Beberapa kelompok telah mengadvokasikan pelarangan penggunaan teknologi nano berdasarkan prinsip pencegahan[17] karena belum diketahui dampaknya.[18]:5–6 Penggunaan produk berbasis teknologi nano dilarang oleh beberapa negara (Kanada, Inggris, and Australia) dan tidak diatur di negara lainnya.[19][20]:2, section 1.4.1(l)

Untuk bisa disebut sebagai bahan pangan organik, sebuah produk harus ditanam dan diproses dengan cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh badan atau lembaga suatu negara:

USDA melakukan inspeksi rutin di lahan usaha tani yang memproduksi di bawah label bahan pangan organik USDA[30] hingga pengujian di tempat,[31]

Perbedaan komposisi kimiawi antara bahan pangan organik dan bahan pangan konvensional

Berdasarkan perbedaan kimiawi, berbagai studi telah melakukan penelitian terkait nutrisi, antinutrisi, dan residu pestisida yang ada pada keduanya. Studi tersebut secara umum mendapatkan hasil yang bervariasi sehingga tidak ditemukan kesimpulan yang sama. Perbedaan tersebut juga diakibatkan oleh perbedaan lingkungan pengujian, metode, dan persepsi. Perbedaan juga terdapat pada musim dan lokasi penanaman, perlakuan terhadap tanaman, komposisi tanah, kultivar yang digunakan, dan sebagainya, termasuk pada produk daging dan susu.[6] Perlakuan pada bahan pangan setelah pengumpulan dari ladang atau kandang, jarak waktu antara panen dan analisis, serta kondisi transportasi dan pemindahan juga berefek pada perbedaan komposisi kimia pada bahan pangan yang diuji.[6] Juga terdapat bukti bahwa bahan pangan organik umumnya lebih kering dibandingkan bahan pangan yang diproses secara konvensional, sehingga senyawa kimia penting yang ada pada bahan pangan organik secara persentase dapat lebih tinggi, tapi tidak lebih tinggi secara kadar mutlak.[3]

Nutrisi

Sebuah survei di tahun 2012 tidak menemukan bukti ilmiah yang menyebutkan perbedaan signifikan terkait kadar vitamin dari produk pangan organik dan produk pangan konvensional, dan hasilnya bervariasi antara satu studi dengan studi lainnya.[6] Studi dilakukan terhadap berbagai hasil tanaman pertanian dan produk peternakan yang menganalisis asam askorbat (vitamin C), beta-karoten (pembentuk vitamin A), retinol (pembentuk vitamin A), dan alfa-tokoferol (vitamin E).

Daging ayam organik diketahui mengandung asam lemak omega-3 lebih banyak dibandingkan daging ayam konvensional, dengan perbedaan rata-rata 1.99 gram per 100 gram. Tidak ditemukan perbedaan signifikan antara kadar lemak dan protein, dan hanya terdapat perbedaan sedikit pada kadar asam askorbat dan nutrisi mikro lainnya.[32][33]

Studi pada tahun 2003 ditemukan bahwa kadar senyawa fenolik lebih tinggi pada buah marrionberry, strawberry, dan jagung yang ditumbuhkan secara organik jika dibandingkan dengan buah yang ditumbuhkan secara konvensional.[34]

Anti-nutrisi

Kadar nitrogen pada beberapa jenis sayuran, terutama sayuran hijau dan umbi-umbian ditemukan lebih rendah dibandingkan yang ditumbuhkan secara konvensional.[4] Toksin lingkungan seperti logam berat, USDA menyatakan bahwa daging ayam yang dipelihara secara organik mengandung kadar arsenik yang lebih rendah,[35]. namun studi lain menunjukan bahwa kadar arsenik, juga kadmium dan logam berat lainnya tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan.[4][3]

Residu pestisida

Sebuah analisis pada tahun 2012 menunjukan residu pestisida terdeteksi pada 7% bahan pangan yang ditumbuhkan scara organik, dan pada 38% bahan pangan yang ditumbuhkan secara konvensional. Bahan pangan organik memiliki 30% risiko lebih rendah terhadap kontaminasi residu pestisida. Hal ini secara statistik cukup beragam, yang kemungkinan dikarenakan tingkat deteksi yang beragam diantara pelaku peneliti. Hanya tiga studi yang dilaporkan mengandung kontaminasi melebihi batas, dan semuanya ditemukan di Uni Eropa.[6] American Cancer Society menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukan bahwa residu pestisida mengakibatkan kanker.[36]

Kontaminasi bakteri

Kontaminasi bakteri E. coli tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Empat dari lima studi menemukan risiko kontaminasi yang lebih tinggi pada selada yang ditanam secara organik, selebihnya tidak signifikan.[6]

Kesehatan dan keselamatan

Efek diet bahan pangan organik bagi kesehatan

Tidak ada bukti ilmiah mengenai manfaat atau kerugian bagi kesehatan manusia dengan rutin mengkonsumsi bahan pangan organik. Pelaksanaan eksperimen dan penelitian terbilang cukup sulit, dikarenakan sulitnya mencari populasi yang mengkonsumsi bahan pangan organik sepanjang hidupnya. Penelitian tersebut akan cukup mahal untuk dilakukan.[6] Kebanyakan artikel yang terkait tidak mempelajari efek langsung terhadap kesehatan manusia. Hanya sebagian kecil yang menyertakan hal demikian, di antaranya perubahan aktivitas antioksidan. Status dan aktivitas antioksidan dapat menjadi biomarker namun tidak sama secara langsung terhadap efeknya bagi kesehatan. Publikasi lainnya meneliti komposisi asam lemak pada air susu ibu dan kemungkinan dampaknya bagi bayi.[7] Sebagai tambahan, sulitnya mengukur perbedaan kimiawi secara akurat dan bermakna antara bahan pangan organik dan bahan pangan kimiawi menjadikannya sulit untuk mengekstrapolasikan rekomendasi kesehatan berdasarkan pada analisis kimiawi.

Hingga tahun 2012, konsensus ilmiah yang ada adalah bahwa "konsumen memilih membeli buah, sayuran, dan daging organik karena mereka percaya bahwa bahan pangan organk lebih bernutrisi dibandingkan bahan pangan lain. Kompilasi dari berbagai bukti ilmiah tidak mendukung pandangan ini."[37] Sebuah ulasan sistematik tahunan yang dikeluarkan oleh FSA pada tahun 2009 dan dilakukan oleh London School of Hygiene & Tropical Medicine berdasarkan bukti yang dikumpulkan selama 50 tahun menyimpulkan bahwa "tidak ada bukti ilmiah yang menyebutkan bahwa bahan pangan organik bermanfaat bagi kesehatan terkait kandungan nutrisinya."[38] Dan tidak ada dukungan dalam publikasi ilmiah manapun yang menyebutkan bahwa kandungan nitrogen yang lebih rendah pada sayuran organik baik bagi kesehatan.[4]

Keselamatan konsumen

Klaim yang menyebutkan bahwa bahan pangan organik lebih tidak membahayakan konsumen fokus kepada residu pestisida.[4] Hal ini terkait dengan fakta bahwa:[4]

  • paparan berlebihan pada pestisida mampu menyebabkan gangguan kesehatan
  • produk pangan dapat terkontaminasi oleh pestisida, yang mampu menyebabkan keracunan
  • sebagian besar bahan pangan yang dijual secara komersial mengandung sedikit kandungan residu pestisida

Namun disebutkan bahwa dampak kesehatan akibat paparan residu pestisida dalam jumlah sedikit yang terdapat pada bahan pangan sulit untuk diteliti secara kuantitatif. Penelitian mengenai tingkat keselamatan bahan pangan organik dihambat oleh sulitnya menemukan desain studi yang layak untuk dilakukan dan hanya ada sejumlah kecil penelitian yang membandingkan antara residu pestisida pada bahan pangan organik dan bahan pangan konvensional.[4][5][3][39][40]

Carcinogenic Potency Project[41][42] telah secara sistemis menguji kemampuan karsinogenik suatu bahan kimia, alami maupun sintetis, dan membangun basis data hasil penelitian selama 30 tahun yang tersedia bagi masyarakat.[43] Hasil penelitian mereka dalam kemampuan karsinogenik suatu bahan kimia adalah sebagai berikut:[44]

  1. Sejumlah besar bahan kimia yang terpapar ke manusia merupakan bahan kimia alami. Paparan harian rata-rata penduduk Amerika Serikat terhadap bahan yang terbakar di dalam makanan mereka adalah 2000 mg dan paparan bahan pestisida alami adalah 1500 mg. Pestisida alami adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh tanaman untuk melindungi dirinya sendiri. Sebagai perbandingakn, total paparan harian residu pestisida sintetik adalah 0.09 mg. Sehingga 99.99% pestisida yang ditelah oleh manusia adalah alami. Meski perbedaannya begitu jauh, namun 79% bahan kimia yang diuji kemampuan karsinogeniknya di tikus laboratorium adalah sintetik.
  1. Seringkali diasumsikan salah bahwa sistem pertahanan manusia (sistem imunitas, dan sebagainya) berevolusi melawan bahan kimia alami di dalam makanan namun tidak berevolusi melawan bahan kimia sintetik. Secara umum, sistem pertahanan pada hewan berkembang pada arah yang sama dan tidak terlalu spesifik pada bahan kimia tertentu. Dan sistem pertahanan umumnya melindungi hewan pada bahan kimia, sintetik maupun alami, pada dosis yang rendah.
  1. Sulitnya mencari toksisitas pada rodentisida (pestisida untuk rodentia) karena yang diuji di laboratorium adalah paparan pada tikus lab. Rodentisida memang dirancang untuk membunuh tikus.
  1. Pada tikus lab, telah diuji juga pestisida alami yang terdapat pada tumbuhan sebagai mekanisme pertanaian mereka. Penelitian menunjukkan bahwa setengah dari pestisida alami yang diuji pada tikus lab menyebabkan kanker pada tikus. Semua pestisida alami tersebut merupakan yang paling umum terdapat pada makanan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hampir semua sayuran dan buah-buahan yang dijual di pasar mengandung pestisida alami yang mampu menyebabkan kanker pada tikus.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Allen, Gary J. & Albala, Ken, ed. (2007). The Business of Food: Encyclopedia of the Food and Drink Industries. ABC-CLIO. hlm. 288. ISBN 978-0-313-33725-3. 
  2. ^ Drinkwater, Laurie E. (2009). "Ecological Knowledge: Foundation for Sustainable Organic Agriculture". Dalam Francis, Charles. Organic farming: the ecological system. ASA-CSSA-SSSA. hlm. 19. ISBN 978-0-89118-173-6. 
  3. ^ a b c d e Blair, Robert. (2012). Organic Production and Food Quality: A Down to Earth Analysis. Wiley-Blackwell, Oxford, UK. ISBN 978-0-8138-1217-5
  4. ^ a b c d e f g Magkos F et al (2006) Organic food: buying more safety or just peace of mind? A critical review of the literature Crit Rev Food Sci Nutr 46(1) 23–56 | pmid=16403682
  5. ^ a b c Bourn D, Prescott J (2002). "A comparison of the nutritional value, sensory qualities, and food safety of organically and conventionally produced foods". Crit Rev Food Sci Nutr. 42 (1): 1–34. doi:10.1080/10408690290825439. PMID 11833635. 
  6. ^ a b c d e f g Smith-Spangler, C (September 4, 2012). "Are organic foods safer or healthier than conventional alternatives?: a systematic review". Annals of Internal Medicine. 157 (5): 348–366. doi:10.7326/0003-4819-157-5-201209040-00007. PMID 22944875. 
  7. ^ a b Dangour AD et al (2009) Nutritional quality of organic foods: a systematic review The American Journal of Clinical Nutrition 92(1) 203–210
  8. ^ "Organic food". UK Food Standards Agency. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 June 2011. 
  9. ^ Williams, Christine M. (2002). "Nutritional quality of organic food: shades of grey or shades of green?" (PDF). Proceedings of the Nutrition Society. 61 (1): 19–24. doi:10.1079/PNS2001126. 
  10. ^ History of food, p. 3
  11. ^ John, Paull (2006). "The Farm as Organism: The Foundational Idea of Organic Agriculture" (PDF). Elementals: Journal of Bio-Dynamics Tasmania. 80: 14–18. 
  12. ^ "Agricultural Marketing Service – National Organic Program". Ams.usda.gov. 2008-10-31. Diakses tanggal 2012-09-09. 
  13. ^ "Access to Pasture Rule for Organic Livestock". Ams.usda.gov. Diakses tanggal 2012-09-09. 
  14. ^ "Labeling: Preamble". Diakses tanggal 2012-09-09. 
  15. ^ Staff, National Pesticide Information Center Organic Pesticide Ingredients
  16. ^ Code of Federal Regulations 7 CRF § 205.206(2e)
  17. ^ Paull, J. & Lyons, K. (2008) Nanotechnology: The Next Challenge for Organics, Journal of Organic Systems, 3(1) 3–22
  18. ^ National Research Council. A Research Strategy for Environmental, Health, and Safety Aspects of Engineered Nanomaterials National Academies Press: Washington DC. 2012
  19. ^ Staff, The Organic & Non-GMO Report, May 2010. Canada bans nanotechnology in organics
  20. ^ Canada General Standards Board Organic Production Systems General Principles And Management Standards (CAN/CGSB-32.310-2006)
  21. ^ "Steps to Certification – Within Australia". NASAA. Diakses tanggal 2012-09-09. 
  22. ^ "Organic Products Regulations". Canada Gazette, Government of Canada. 2December 21, 2006. Diakses tanggal 2012-10-02. 
  23. ^ "KRAV". Krav.se. Diakses tanggal 2012-10-02. 
  24. ^ "Department for Environment, Food and Rural Affairs". DEFRA. Diakses tanggal 2012-10-02. 
  25. ^ "About Us". (Google translated into English). Stowarzyszenie "Polska Ekologia". Diakses tanggal 2013-08-14. 
  26. ^ "Debio Organic certification". Debio.no. Diakses tanggal 2012-10-02. 
  27. ^ NPOP, (National Program for Organic Production)
  28. ^ "BIOCert". Diakses tanggal 3 November 2013. 
  29. ^ JAS Standards[pranala nonaktif]
  30. ^ Nestle, Marion. 2006. What to Eat. NY: North Point Press. ISBN 978-0-86547-738-4
  31. ^ Neuman, William (March 19, 2010). "U.S. Plans Spot Tests of Organic Products". The New York Times. Diakses tanggal 2012-09-09. 
  32. ^ Magkos F et al (2003 Organic food: nutritious food or food for thought? A review of the evidence International Journal of Food Sciences and Nutrition 54(5):357–71
  33. ^ J.N. Pretty JN Et al (2005) Farm costs and food miles: An assessment of the full cost of the UK weekly food basket Food Policy 30: 1–19
  34. ^ Asami, Danny K. "Comparison of the Total Phenolic and Ascorbic Acid Content of Freeze-Dried and Air-Dried Marionberry, Strawberry, and Corn Grown Using Conventional, Organic, and Sustainable Agricultural Practices". Journal of Agricultural and Food Chemistry (American Chemical Society), 51 (5), 1237 -1241, 2003. 10.1021/jf020635c S0021-8561(02)00635-0. Retrieved 10-Apr-2006.
  35. ^ Gold, Mary. "Should I Purchase Organic Foods?". USDA. 
  36. ^ http://www.cancer.org/healthy/eathealthygetactive/acsguidelinesonnutritionphysicalactivityforcancerprevention/acs-guidelines-on-nutrition-and-physical-activity-for-cancer-prevention-diet-cancer-questions
  37. ^ "The Food Standards Agency's Current Stance" (PDF). 
  38. ^ Sophie Goodchild for the London Evening Standard. July 29, 2009 "Organic food 'no healthier' blow"
  39. ^ Canavari, M., Asioli, D., Bendini, A., Cantore, N., Gallina Toschi, T., Spiller, A., Obermowe, T., Buchecker, K. and Lohmann, M. (2009). Summary report on sensory-related socio-economic and sensory science literature about organic food products
  40. ^ Rosen, Joseph D. (May 2010). "A Review of the Nutrition Claims Made by Proponents of Organic Food". Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 9 (3): 270–277. doi:10.1111/j.1541-4337.2010.00108.x. 
  41. ^ Carcinogenic Potency Project Official Website
  42. ^ National Center for Computational Toxicology (NCCT) DSSTox Official Website
  43. ^ Publicly available Toxnet database from US NLM
  44. ^ Gold, L.S., et al (1992) Rodent carcinogens: Setting priorities" Science 258: 261–265

Bahan bacaan terkait

Pranala luar