Lompat ke isi

Al-Mustakfi II

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Al-Mustakfi II
Khalifah
Berkuasa13021340
PendahuluAl-Hakim I
PenerusAl-Watsiq II
Pemakaman
Qush
WangsaAbbasiyah
DinastiAbbasiyah
AyahAl-Hakim I


Abu ar-Rabi' Sulaiman al-Mustakfi Billah bin al-Hakim Biamrillah (bahasa Arab: أبو الربيع سليمان المستكفي بالله بن الحاكم بأمر الله) atau lebih dikenal dengan Al-Mustakfi II (lahir pada bulan Muharram 684 H wafat di Qush pada bulan Sya'ban 740 H/1340)[1] adalah seorang Khalifah Abbasiyah di Kairo, Mesir dan Sultan Mamluk pada tahun 1302-1340.

Khalifah yang telah mempelajari beberapa ilmu ini dilantik menjadi khalifah pada bulan Jumadal Ula 701 H/1302, sesuai wasiat ayahnya. Namanya sering disebut-sebut dalam khutbah di Mesir maupun di Syam. Berita tentang pengangkatannya menyebar ke pelosok wilayah kekuasaan islam[1]

Peristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinannya

  • Pada tahun 702 H, pasukan Bangsa Tatar menyerang Syam. Maka sultan bersama khalifah menyongsong mereka. Lalu berkecamuklah perang dan dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Pasukan Tartar tewas dalam jumlah yang sangat banyak, sisanya melarikan diri. Pada tahun ini juga terjadi gempa di Mesir yang menewaskan banyak warga karena tertimpa reruntuhan.[1]
  • Pada tahun 704 H, gubernur Baybars al-Jasyankir al-Mansuri mengadakan sejumlah kegiatan dan pengajaran di masjid jami Al-Hakim. Ia merenovasi setelah bagian bangunannya rusak akibat gempa. Para hakim dari empat mazhab dijadikan pengajar fikih, sedangkan pengajaran hadis diserahkan kepada Sa'duddin al-Haritsi dan materi nahwu dipercayakan kepada Abu Hayyan.[1]
  • Pada tahun 708 H, Sultan Malik an-Nasir Muhammad bin Qalawun menunaikan ibadah haji. Dengan diantar oleh sejumlah pejabat, ia berangkat dari Mesir pada bulan Ramadhan. Ia menolak diantar lebih jauh oleh mereka. Ketika sampai di kota Kurk dibentangkanlah jembatan penyeberangan untuknya. Ketika ia berada di tengah jembatan, ternyata jembatan tersebut runtuh. Tetapi ia selamat karena kuda yang dimilikinya melompat. Lima puluh orang pengawal yang berada di belakang sebagian besar berjatuhan ke jurang dan luka-luka. sedangkan empat orang pengawal meninggal dunia.

Kemudian sultan menetap di kota Kurk. Ia menulis surat ke Mesir untuk memberitahukan bahwa secara sukarela dia mengundurkan diri dari jabatannya. Setelah hakim Mesir menyetujui pengunduran diri sultan maka ia mengabarkan tentang hal itu kepada hakim Damaskus. Lalu diangkatlah Baybar al-Jasyankir sebagai sultan pada 23 Syawal dengan gelar Malik Muzhaffar. Jabatan kesultanannya dikukuhkan oleh khalifah dengan memakaikan padanya pakaian kebesaran berwarna hitam dan sorban yang dilingkarkan. Kabar ini disampaikan ke negeri Syam dalam lembar kertas berwarna hitam. Dalam suratnya ia mengawali tulisannya dengan kata-kata, Sesungguhnya ia dari Sulaiman dan bahwa ia diawali dengan Bismillahir-Rahmanir-Rahim[1]

  • Pada bulan Rajab tahun 709 H, Malik an-Nasir kembali ke Mesir. Ia meminta agar kekuasaan yang pernah dilepaskan darinya diserahkan kembali kepadanya. Banyak penduduk yang menyatakan dukungan terhadap keinginannya itu.

Ia datang ke Damaskus bulan Sya'ban dan kembali ke Mesir pada hari Idul Fitri, lalu naik ke atas benteng. Ketika ia datang, Baybars al-Muzhaffar yang sedang berada bersama orang-orangnya langsung ditangkap dan dibunuh.[1]

  • Pada tahun yang sama (709 H), menteri mengumumkan agar orang-orang kafir ahli dzimmah (yang mendapat perlindungan) mengenakan sorban warna putih dan diwajibkan bayar pajak kepada negara sebesar enam ratus ribu dinar setiap tahun, sebagai tambahan terhadap yang telah berlaku. Namun Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menolak kebijakan ini, sehingga kebijakan ini dibatalkan.[1]
  • Pada tahun itu pula (709 H), Raja Tartar Kharband menampakkan akidah Syu'ah di negerinya. Dia menyuruh para khatib agar tidak menyebut sahabat Rasulullah ﷺ selain Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain serta ahli bait Rasul. Hal ini berlangsung sampai ia meinggal tahun 716 H. Setelah meninggal, anaknya yang bernama Abu Sa'id menggantikannya. Tindakan-tindakan Abu Sa'id nampak adil, dan menegakkan sunnah dengan mengucap kata-kata Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Dan ia juga berhasil meredam sejumlah gejolak. Dia raja Tartar terbaik dan penyebar keadilan. Kondisi ini berjalan sampai ia tutup usia tahun 730 H. Setelah Abu Sa'id meninggal, kerajaan Tartar tidak pernah disebut lagi akibat konflik internal yang sangat hebat[1]
  • Pada tahun 710 H, Sungai Nil meluap. Banyak desa terendam air dan banyak warga yang tewas akibat banjir.[1]
  • Pada tahun 714 H, Sungai Nil meluap lagi selama tiga setengah bulan sampai menimbulkan bencana begitu parah.[1]
  • Pada tahun 728 H, atap dan pintu Masjidil Haram di Mekkah dibangun.
  • Pada tahun 730 H, pembangunan masjid Jami oleh Qushum di luar Bab Zuwailah rampung. Di tempat itu salat Jum'at didirikan dengan dihadiri oleh sultan dan para petinggi dengan khatib yang biasa berkhutbah yakni hakim agung Jalaluddin al-Qazwini, dan setelahnya adalah Fakhruddin bin Syakr.[1]
  • Pada tahun 733 H, sultan melarang penjualan anak panah ke masyarakat umum dan melarang tukang ramal membuka praktek ramal-meramal.[1]

Para tokoh yang wafat pada masa al-Mustakfi II

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l As-Suyuthi, Jalaluddin. (2013). Rekam Jejak Para Khalifah Berdasarkan Riwayat Hadits. as@-prima pustaka.
Didahului oleh:
Al-Hakim I
Khalifah Kairo
1302-1340
Diteruskan oleh:
Al-Watsiq II