Mustafa Kemal Atatürk
Mustafa Kemal Atatürk (12 Maret 1881—10 November 1938), hingga 1934 namanya adalah Gazi Mustafa Kemal Pasha, adalah seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan pendiri dan Presiden pertama Republik Turki.
Mustafa Kemal membuktikan dirinya sebagai komandan militer yang sukses sementara berdinas sebagai komandan divisi dalam Pertempuran Gallipoli. Setelah kekalahan Kekaisaran Ottoman di tangan Tentara Sekutu, dan rencana-rencana berikutnya untuk memecah negara itu, Mustafa Kemal memimpin gerakan nasional Turki dalam apa yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan Turki. Kampanye militernya yang sukses menghasilkan kemerdekaan negara ini dan terbentuknya Republik Turki. Sebagai presiden pertama negara ini, Mustafa Kemal memperkenalkan serangkaian pembaruan yang luas yang berusaha menciptakan sebuah negara modern yang sekuler dan demokratis. Menurut Hukum Nama Keluarga, Majelis Agung Turki memberikan kepada Mustafa Kemal nama "Atatürk" (yang berarti "Bapak" atau "Leluhur Turki") pada 24 November 1934.
Masa muda
Mustafa dilahirkan pada 1881, di Selânik Ottoman (kini Thessaloniki di Yunani), sebagai anak seorang pegawai kecil yang kemudian menjadi pedagang kayu. Sesuai dengan kebiasaan Turki pada waktu itu, ia dinamai Mustafa saja. Ayahnya, Ali Rıza efendi, seorang pegawai bea cukai, meninggal dunia ketika Mustafa baru berusia tujuh tahun. Karena itu, Mustafa kemudian dibesarkan oleh ibunya, Zübeyde Hanım.
Ketika Atatürk berusia 12 tahun, ia masuk ke sekolah militer di Selânik dan Manastır (kini Bitola), kedua-duanya pusat nasionalisme Yunani yang anti-Turki. Mustafa belajar di sekolah menengah militer di Selânik, dan di sana namanya ditambahkan dengan nama Kemal ("kesempurnaan") oleh guru matematikanya sebagai pengakuan atas kecerdasan akademiknya. Mustafa Kemal masuk ke akademi militer di Manastır pada 1895. Ia lulus dengan pangkat letnan pada 1905 dan ditempatkan di Damaskus. Di Damaskus ia segera bergabung dengan sebuah kelompok rahasia kecil yang terdiri dari perwira-perwira yang menginginkan pembaruan, yang dinamai Vatan ve Hürriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan), dan menjadi penentang aktif rezim Ottoman. Pada 1907 ia ditempatkan di Selânik dan bergabung dengan Komite Kesatuan dan Kemajuan yang biasa disebut sebagai kelompok Turki Muda.
Pada 1908 kaum Turki Muda merebut kekuasaan dari Sultan Abdul Hamid II, dan Mustafa Kemal menjadi tokoh militer senior. Pada 1911, ia pergi ke provinsi Libya untuk ikut serta dalam melawan invasi Italia. Pada bagian pertama dari Perang Balkan Mustafa Kemal terdampar di Libya dan tidak dapat ikut serta, tetapi pada Juli 1913 ia kembali ke Istanbul dan diangkat menjadi komandan pertahanan Ottoman di wilayah Çanakkale di pantai Trakya (Thrace). Pada 1914 ia diangkat menjadi atase militer di Sofia, sebagian sebagai siasat untuk menyingkirkannya dari ibu kota dan dari intrik politiknya.
Karier militer
Ketika Kekaisaran Ottoman terjun ke Perang Dunia I di pihak Jerman, Mustafa Kemal ditempatkan di Tekirdağ (di Laut Marmara).
Gelibolu (Gallipoli)
Ia kemudian dipromosikan menjadi kolonel dan ditempatkan sebagai komandan divisi di daerah Gallipoli (bahasa Turki: "Gelibolu"). Ia memainkan peranan kritis dalam pertepuran melawan pasukan sekutu Inggris, Perancis dan ANZAC dalam Pertempuran Gallipoli pada April 1915. Di sini ia berhasil menahan pasukan-pasukan sekutu di Conkbayırı dan di bukit-bukti Anafarta. Karena keberhasilannya ini, pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal, dan dengan demikian memperoleh gelar pasha dan memperoleh pengaruh yang semakin luas dalam upaya-upaya peperangan. Dengan pengaruh dan pengalaman inilah Mustafa Kemal berhasil menggulingkan Kekaisaran Ottoman dan merebut kembali wilayah-wilayah yang mulanya telah diserahkan kepada Yunani setelah Perang besar itu.
Mustafa Kemal memperoleh penghormatan dari bekas lawan-lawannya karena keberaniannay dalam kemenangan. Memorial Mustafa Kemal Atatürk mempunyai tempat terhormat dalam Parade ANZAC Parade di Canberra. Di tugu peringatan ini tertulis kata-katanya:
Para pahlawan yang menumpahkan darahnya dan kehilangan nyawanya ... kalian kini terbaring di tanah dari negara sahabat. Karena itu beristirahatlah dengan damai. Tidak ada perbedaan antara Johnny dan Mehmet di mana mereka kini terbaring berdampingan di negara kita... Kalian, para ibu yang mengirim anak-anaknya ke negara-negara yang jauh, hapuskanlah air matamu. Anak-anakmu kini berbaring di haribaanmu di dalam kedamaian. Setelah kehilangan nyawa mereka di negeri ini, mereka pun telah menjadi anak-anak kami.
Tahun-tahun terakhir Perang Dunia I
Pada 1917 dan 1918 Mustafa dikirim ke front Kaukasus (Kafkaslar) untuk berperang melawan pasukan-pasukan Rusia, yang berhasil dimenangkannya. Ia kemudian ditempatkan di Hejaz (Hicaz), untuk menindas Pemberontakan Arab (yang didukung oleh Britania Raya) melawan kekuasaan Ottoman. Setelah melepaskan jabatannya, akhirnya ia kembali untuk berdinas dalam mempertahankan Palestina, namun gagal. Pada Oktober 1918 Ottoman menyerah kepada Sekutu, dan Mustafa Kemal menjadi salah seorang pemimpin partai yang memilih untuk mempertahankan wilayah yang lebih kurang sama dengan yang dikuasai oleh Turki sekarang, sementara setuju untuk mengundurkan diri dari semua wilayah lainnya.
Emansipasi Turki
Sementara pasukan Sekutu mulai menduduki Kekaisaran Ottoman, kaum revolusioner Turki mulai memperlihatkan perlawanan. Mustafa Kemal mengorganisir gerakan-gerakan "Kuva-i Milliye" (Angkatan Nasional) yang paling berhasil, yang berkembang menjadi Perang Kemerdekaan Turki.
Revolusi Mustafa Kemal dimulai dengan penempatannya di Samsun, dan di sana ia diberikan kekuasaan darurat sebagai Inspektur Divisi Militer ke-19. Begitu tiba di Anatolia, ia menafsirkan kekuasaannya secara bebas, dan menghubungi serta mengeluarkan perintah-perintah kepada para gubernur provinsi dan panglima militer daerah. Ia menyuruh mereka untuk melawan pendudukan. Pada Juni 1919 ia dan teman-teman dekatnya mengeluarkan Deklarasi Amasya yang menggambarkan megnapa wewenang Istanbul tidak sah. Para perwira Turki Muda secara politis mempromosikan gagasan bahwa pemerintahan di pengasingan harus dibentuk di suatu tempat di Anatolia. Perintah Istanbul untuk menghukum mati Kemal datang terlambat. Sebuah parlemen baru, Dewan Agung Nasional, dibentuk di Ankara pada April 1920. Dewan ini menganugerahkan kepada Mustafa Kemal Pasha gelar 'Presiden Dewan Nasional, menolak pemerintahan Sultan di Istanbul dan menolak Perjanjian Sèvres.
- Untuk rincian lebih jauh tentang topik ini, lihat Panggung Perang
Di front politik, Mustafa Kemal Pasha menandatangani Perjanjian Kars (23 Oktober 1921) dengan Uni Soviet - sebuah perjanjian persahabatan yang isinya Turki menyerahkan kota Batumi, yang kini terletak di Georgia - kepada kaum Bolshevik Lenin sebagai ganti kedaulatan atas kota-kota Kars dan Ardahan, yang direbut oleh Rusia Tsaris dalam Perang Rusia-Turki, 1877-1878.
- Untuk rincian lebih jauh tentang topik ini, lihat Tahap perdamaian
Kemenangan Mustafa Kemal Pasha dalam Perang Kemerdekaan Turki menjamin kedaulatan Turki. Ia mengantarkan Perjanjian Lausanne, dan dengan itu Turki akhirnya memasuki masa damai setelah satu dasawarsa mengalami peperangan yang menghancurkan, meskipun ia menghadapi oposisi irredentis di Dewan Nasional dan di tempat-tempat lainnya.
Kehidupan setelah perang dan pembaruan
Konsolidasi politik
Mustafa Kemal menggunakan beberapa tahun berikutnya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya di Turki dan melembagakan berbagai pembaruan politik, ekonomi dan sosial yang meluas. Pembaruan-pembaruan ini mengakibatkan oposisi di lingkungan Partai Rakyat Republikan ("Cumhuriyet Halk Fırkası" dalam bahasa Turki) yang didirikan oleh Mustafa Kemal pada 9 September 1923. Kemudian Mustafa Kemal memerintahkan Jenderal Kazım Karabekir untuk mendirikan Partai Republikan Progresif ("Terakkiperver Cumhuriyet Fırkası" in Turkish) sebagai oposisi di Dewan Nasional Turki. Partai ini menentang sosialisme negara dari Partai Rakyat Republikan dan mengusulkan liberalisme. Tetapi setelah beberapa lama, partai ini diambil alih oleh orang-orang yang dianggap Ataturk sebagai fundamentalis. Pada 1925, sebagian sebagai tanggap terhadap provokasi dari Syekh Said, dikeluarkanlah Undang-undang untuk Mempertahankan Ketertiban, yang memberikan kekuasaan kepada Ataturk untuk membubarkan kelompok-kelompok subversif. Partai Republikan Progresif dengan segera dibubarkan dengan undang-undang yang baru ini, suatu tindakan yang dianggapnya perlu untuk mempertahankan negara Turki. Namun, tindakan ini menyebabkan banyak orang Turki menjadi kecewa dengan Ataturk, dan menganggapnya sebagai tindakan seorang diktator.
Pada 11 Agustus 1930 Mustafa Kemal memutuskan untuk sekali lagi mencoba gerakan demokrasi. Ia menuduh Ali Fethi Okyar mendirikan partai yang baru. Dalam surat Mustafa Kemal kepada Ali Fethi Okyar, ia menekankan laisisme. Mulanya Partai Republik Liberal berhasil menang di seluruh negara. Tetapi sekali lagi partai oposisi menjadi terlalu kuat di dalam perlawanannya terhadap upaya pembaruan Atatürk, khususnya dalam hal peranan agama dalam kehidupan masyarakat. Akhirnya Ali Fethi Okyar menghapuskan partainya sendiri dan Mustafa Kemal tidak pernah berhasil mendemokratiskan sistem parlementer. Ia kadang-kadang menghadapi pihak oposisi dengan keras dalam berusaha mencapai tujuan utamanya untuk mendemokratiskan Turki. Salah satu kritiknya yang tetap bertahan hingga sekarang ialah bahwa Ataturk tidak mempromosikan demokrasi, namun sebagaimana dicatat oleh penulis biografinya, "Di antara kedua perang, demokrasi tidak dapat bertahan di banyak masyarakat yang lebih kaya dan yang lebih terdidik. Otoritarianisme Ataturk yang dicerahkan meninggalkan ruangan yang memadai untuk kehidupan privat yang bebas. Di masa hidupnya, kita tidak dapat mengharapkan lebih banyak lagi."[1]
Pembaruan kebudayaan
Mustafa Kemal menganggap fez (dalam bahasa Turki "fes" (topi Turki), yang mulanya diperkenalkan Sultan Mahmud II sebagai aturan berpakaian di Kekaisaran Ottoman pada 1826) sebagai lambang feodalisme dan karenanya melarangnya. Ia mendorong lelaki Turki untuk mengenakan pakaian orang Eropa. Meskipun Islam melarang keras minuman yang mengandung alkohol, ia menggalakkan produksi dalam negeri dan mendirikan industri minuman keras milik negara. Ia menyukai minuman keras nasional, rakı, dan banyak sekali meminumnya.
Budaya dan kesenian
Atatürk pernah mengatakan: "Kebudayaan adalah dasar dari Republik Turki." Pandangannya tentang kebudayaan termasuk warisan kreatif bangsanya sendiri dan apa yang dipandangnya sebagai nilai-nilai yang mengagumkan dari peradaban dunia. Terutama sekali ia menekankan humanisme. Ia pernah menggambarkan tekanan ideologis Turki modern sebagai "suatu kreasi patriotisme dicampur dengan gagasan humanis yang luhur."
Untuk membantu pencampuran sintesis seperti itu, Atatürk menekankan perlunya memanfaatkan unsur-unsur warisan nasinoal bangsa Turki dan bangsa Anatolia -- termasuk budaya-budaya pribuminya yang kuno - serta kesenian dan teknik dari peradaban-peradaban dunia lainnya, baik di masa lalu maupun sekarang. Ia menekankan perlunya mempelajari peradaban-peradaban Anatolia kuno, seperti bangsa Het, Frigia, dan Lidia. Kebudayaan Turki pra-Islam menjadi pokok penelitian yang luas, dan tekanan khusus diberikan kepada kenyataan bahwa -- jauh sebelum peradaban Seljuk dan Ottoman -- bangsa Turki telah memiliki kebudayaan yang kaya. Atatürk juga menekankan kesenian rakyat di pedesaan sebagai mata air kreativitas Turki.
Kesenian visual dan plastik -- yang perkembangannya sekali-sekali ditahan oleh sebagain pejabat Ottoman dengan anggapan bahwa penggambaran wujud manusia adalah sebuah penyebahan berhaal -- berkembang di bawah kepresidenan Atatürk. Banyak museum yang dibuka; arsitektur mulai mengikuti arus yang lebih modern; dan musik, opera, dan balet klasik barat, serta teater, juga mengalami kemajuan besar. Ratusan "Wisma Rakyat" dan "Ruang Rakyat" di seluruh negeri memungkinkan akses yang lebih luas terhadap berbagai kegiatan kesenian, olah raga dan acara-acara kebudayaan lainnya. Penerbitan buku dan majalah juga meningkat pesat, dan industri film mulai berkembang.
Mustafa Kemal memiliki visi sekuler dan nasionalistik dalam programnya membangun Turki kembali. Ia dengan keras menentang ekspresi kebudayaan Islam yang asli terdapat di kalangan rakyat Turki. Penggunaan huruf Arab dilarang dan negara dipaksa untuk beralih ke abjad yang berbasis Latin yang baru. Pakaian tradisional Islam, yang merupakan pakaian kebudayaan rakyat Turki selama ratusan tahun, dilarang hukum dan aturan berpakaian yang meniru pakaian barat diberlakukan.
Warisan
Atatürk meninggal dunia pada 1938 dalam usia 57 tahun karena radang hati yang disebabkan oleh kecanduan alkohol. Gaya hidupnya merupakan beban yang sangat hebat bagi tubuhnya. Konsumsi alkohol pada diskusi-diskusi makan malam, merokok, dan kerja keras dalam jangka waktu yang panjang dengan sedikit tidur dan istirahat, serta mengerjakan proyek-proyek dan impiannya telah menjadi gaya hidupnya. Seperti yang telah dikatakan sejarahwan Will Durant, orang yang mengabdikan hidupnya kepada perang, politik, dan kehidupan masyarakat dengan cepat akan rontok, dan ketiganya ini merupakan semangat Atatürk.
Penggantinya, İsmet İnönü, memperkuat pemujaan kepribadian Atatürk secara anumerta, yang telah bertahan hingga sekarang, bahkan setelah Partai Rakyat Republikan Atatürk sendiri kehilangan kekuasaan setelah pemilu yang demokratis pada 1950. Wajah dan nama Atatürk terlihat dan terdengar di mana-mana di Turki: potretnya dapat dilihat di semua bangunan umum, di sekolah-sekolah, di segala jenis buku sekolah, di semua uang kertas Turki, dan di rumah-rumah banyak keluarga Turki. Bahkan setelah bertahun-tahun, ada kebiasaan bahwa pada pk. 9.05 pada 10 November (bertepatan dengan saat kematiannya), diadakan upacara-upacara peringatan. Banyak kendaraan dan orang yang akan berhenti selama satu menit, untuk mengenangnya, di seluruh negeri pada pk. 9.05 pagi.
Atatürk dikenang melalui banyak bangunan peringatan di seluruh Turki, seperti Bandara Internasional Atatürk di Istanbul, Jembatan Atatürk di atas Tanduk Emas (Haliç), Bendungan Atatürk, Stadion Atatürk, dan Anıtkabir, mausoleum tempat ia dikebumikan. Patung-patung raksasa Atatürk statues bertebaran di seluruh Istanbul dan berbagai kota lainnya di Turki, dan praktis setiap pemukiman yang besar mempunyai bangunan peringatannya sendiri untuknya. Ada pula sejumlah bangunan peringatan bagi Ataturk secara internasional, seperti Atatürk Memorial di Wellington, Selandia Baru (yang juga merupakan bangunan peringatan untuk pasukan ANZAC yang meninggal di Gallipolli). Parlemen Turki mengeluarkan Undang-undang (5816) yang melarang penghinaan terhadap warisannya ataupun serangan terhadap segala benda yang menggambarkannya. Undang-undang ini kadang-kadang dikritik karena hanya berlaku untuk Atatürk, dan denagn demikian mirip dengan undang-undang yang melindungi para pemimpin dari rezim-rezim diktatorial.
Atatürk berusaha untuk memodernisasi dan mendemokratiskan sebuah Republik Turki yang baru dari sisa-sisa Kekaisaran Ottoman. Dalam upayanya ini, Atatürk telah menerapkan pembaruan-pembaruan yang meluas, yang akibatnya telah mendekatkan Turki kepada Uni Eropa sekarang. Tekanan yang diberikan kepada sekularisme dan nasionalisme juga telah menimbulkan konflik pada tingkat tertentu di dalam masyarakat. Sebagian pemeluk Islam yang taat merasa gagasan sekularisme ini bertentangan dengan ajaran Islam, dan mengkritik negara karena tidak memberikan kebebasan yang penuh dalam agama. Di Turki hingga saat ini Islam masih dibatasi dan kaum perempuan tidak diizinkan mengenakan kerudung di bangunan-bangunan umum. Kelompok etnis minoritas seperti orang-orang Kurdi juga telah berusaha memperoleh hak-hak budaya yang lebih besar, yang di masa lampau telah dibatasi karena dikembangkannya nasionalisme Turki.
Meskipun terdapat konflik-konflik ini, Atatürk tetap dihormati di seluruh Turki dan prinsip-prinsipnya tetap merupakan tulang punggung politik Turki modern.
Pranala luar
Didahului oleh: - |
Perdana Menteri Turki | Digantikan oleh: Fevzi Cakmak |
Didahului oleh: - |
Presiden Turki | Digantikan oleh: Ismet Inonu |
- ^ Andrew Mango, Ataturk. hlm. 536