Lompat ke isi

I kara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.
I kara
Aksara Bali
Huruf LatinI
IASTI
Fonem[i]
UnicodeU+1B07 , U+
Warga aksaratalawya

I kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /i/, sama halnya seperti aksara (i) dalam aksara Dewanagari, huruf I dalam alfabet Latin, atau huruf iota (ι) dalam alfabet Yunani. Jika dialihaksarakan dari aksara Bali ke huruf Latin, maka I kara ditulis "I".

Bentuk

Bentuk huruf I dalam aksara Bali dipengaruhi oleh aksara Jawa, meskipun keduanya berbeda. Bentuk I pendek dalam aksara Bali menyerupai I panjang dalam aksara Jawa.

Aksara Jawa Aksara Bali
I pendek
I panjang

Penggunaan

I kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[1] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. Selain itu, digunakan apabila bunyi /i/ bukan peluluhan dari bunyi /hi/.

I kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Contoh: ikuh, ibi, icang, inguh, dll. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara Ha yang dapat dibubuhi oleh tanda wulu.

I kara dirgha

I kara
Aksara Bali
Huruf LatinI
IASTĪ
Fonem[iː]
UnicodeU+1B08 , U+
Warga aksaratalawya

I kara yang melambangkan bunyi /i/ panjang (/iː/) disebut I kara dirgha (I panjang; secara harfiah, dirgha berarti panjang) atau I kara matedung (I kara tedung). Bentuknya merupakan gabungan antara tedung dengan I kara biasa (I kara hrasua atau I kara berbunyi pendek). Bila I kara dirgha dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis "ī" menurut IAST.

Namun dalam percakapan berbahasa Bali pada zaman sekarang, pengucapan suara /iː/ ("i" panjang) dengan /i/ ("i" pendek) sudah jarang dibedakan lagi. Dengan kata lain, pengucapannya disamakan, seolah-olah suara panjang dan pendek tidak ada bedanya.[2] Namun apabila menulis lontar, kidung, dan mantra-mantra, aturan mengenai suara panjang dan pendek masih tetap diperhatikan, dan pada saat itulah I kara dirgha digunakan.

Referensi

  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Tinggen, hal. 11.
  2. ^ Tinggen, hal. 7.