Na rambat
Na rambat | |
Aksara Bali | |
Huruf Latin | Na |
---|---|
IAST | Ṇa |
Fonem | [ɳ] |
Unicode | U+1B21 , U+ |
Warga aksara | murdhanya |
Gantungan |
Na rambat adalah salah satu aksara wianjana (huruf konsonan) dalam sistem penulisan aksara Bali, yang melambangkan bunyi /ɳ/. Jika dialihaksarakan menjadi huruf Latin, maka aksara ini ditulis "Na", atau "Ṇa" untuk IAST.[1][2]
Bentuk
Bentuk Na rambat tampaknya merupakan perkembangan dari bentuk aksara Na murda dalam aksara Jawa, dan memiliki hubungan kekerabatan dengan huruf Pallawa dan Dewanagari. Selain dari segi bentuknya, keduanya sama-sama merupakan konsonan retrofleks, dan termasuk ke dalam warga aksara Murdhanya (konsonan retrofleks). Semuanya adalah keturunan aksara Brahmi.
Aksara Brahmi | Aksara Dewanagari | Aksara Pallawa | Aksara Jawa | Aksara Bali |
---|---|---|---|---|
Fonem
Dantya (gigi) |
---|
Murdhanya (langit-langit) |
Na rambat diucapkan seperti huruf bunyi /ɳ/ pada kata karṇa (bahasa Sanskerta). Umumnya terjadi saat mengucapkan fonem konsonan tarik belakang ([ʈ], [ɖ], [ʂ], [ɻ]) yang disusul oleh bunyi nasal /n/, sehingga yang dicapai adalah nasal /ɳ/ (ṇ).
Penggunaan
Penggunaan aksara Na rambat sama dengan penggunaan Ṇa (Dewanagari: ण) dalam abjad bahasa Sanskerta.[1] Dalam sistem penulisan dengan aksara Bali, Na rambat digunakan pada kata-kata yang mengandung bunyi /ɳ/, baik dari bahasa Bali, maupun bahasa non-Bali.
Menurut uger-uger pasang aksara Bali (aturan penulisan aksara Bali), Na rambat ditulis pada kata yang mengandung bunyi /r/ disusul dengan /n/, sebab bunyi /n/ tersebut berubah menjadi bunyi /ɳ/ bila menyusul /r/.[3] Contoh (dalam bahasa Bali): "warna", "karna", "rena", dll. Tidak diperbolehkan memakai Na kojong sebab warga aksara-nya (daerah artikulasi/posisi lidah) tidak sesuai.[3] Ra termasuk warga Murdhanya, posisi lidah menyentuh langit-langit mulut, sedangkan Na kojong termasuk warga Dantya, diucapkan dengan menyentuh gigi atas. Menurut buku Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali, tidak mungkin dua daerah artikulasi tersebut (langit-langit mulut dan gigi atas) dicapai oleh lidah pada saat yang bersamaan. Maka dari itu, dipakailah Na rambat sebab daerah artikulasinya sesuai dengan huruf Ra.[3]
Secara fonologi, /r/ adalah bunyi konsonan getar rongga-gigi, sedangkan /n/ adalah bunyi konsonan sengau rongga-gigi. Maka, daerah artikulasinya sama. Namun teori ini berbeda dengan aturan tradisional dalam menulis aksara Bali.
Na rambat biasanya ditulis apabila dalam suatu kata terkandung bunyi /ɳ/ yang disusul oleh bunyi konsonan retrofleks (contoh: /ʂ/, /ʈ/, /ɖ/), dan demikian sebaliknya. Contoh (dalam bahasa Bali): tresna, kresna, pandita, tendas, gending, kanta dll. Huruf-huruf yang digarisbawahi pada kata-kata tersebut patut ditulis dengan menggunakan huruf konsonan retrofleks (aksara warga murdhanya), yaitu: Sa sapa (Ṣ), Ta latik (Ṭ), Da madu (Ḍ), dan Na rambat (Ṇ).
Lihat pula
Catatan kaki
Referensi
- Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
- Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Surabaya: Penerbit Paramitha.
- Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.