Penaklukan Suriah oleh Muslim
Penaklukan Suriah oleh Muslim | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Penaklukan Islam dan Peperangan Romawi Timur-Arab | |||||||||
Peta penaklukan Khalid bin Walid di Suriah | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Kekaisaran Bizantium Kerajaan Ghassaniyah | Kekhalifahan Rasyidin | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Heraklius Jabalah bin al-Aiham Theodore Trithyrius Vahan Vardan Thomas Buccinator Gregory |
Abu Bakar Ash-Shiddiq Umar bin Khattab Khalid bin Walid Abu Ubaidah bin al-Jarrah Yazid bin Abi Sufyan Syurahbil bin Hasanah Amr bin al-Ash |
Penaklukan Suriah oleh Muslim terjadi pada paruh pertama abad ke-7,[1] di mana wilayah ini sudah dikenal sebelumnya dengan nama lain seperti Bilad al-Sham, Levant, atau Suriah Raya. Sebenarnya pasukan Islam sudah berada di perbatasan selatan beberapa tahun sebelum Nabi Islam Muhammad meninggal dunia tahun 632 M, seperti terjadinya Pertempuran Mu'tah pada tahun 629 M, akan tetapi penaklukan sesungguhnya baru dimulai pada tahun 634 M di bawah perintah Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, dengan Khalid bin Walid sebagai panglima utamanya.[1]
Suriah Bizantium
Suriah di bawah pemerintahan Romawi timur selama 7 abad sebelum Islam datang, juga pernah di invasi beberapa kali oleh Kekaisaran Sassania Persia yaitu pada abad ke-3, 6 dan 7; Suriah juga menjadi target serangan sekutu Sassania, Lakhmid.[2] Wilayah ini disebut Provinsi Iudaea oleh Bizantium. Selama perang Romawi-Persia terakhir, yang dimulai pada tahun 603, pasukan Persia di bawah pimpinan Khisra II berhasil menduduki Suriah, Palestina and Mesir selama lebih dari satu dekade sebelum akhirnya berhasil dipukul mundur oleh Heraclius dan dipaksa berdamai dan mundur dari wilayah yang mereka kuasai itu pada tahun 628 M. Jadi, pada saat Islam berperang melawan Romawi ini sebenarnya mereka sedang menata kembali wilayahnya yang sempat hilang selama kurang lebih 20 tahun tersebut.
Penaklukan Suriah Dibawah Kekhalifahan Abu Bakar
Khalid segera dikirim menuju barisan Suriah. Ia berangkat ke Suriah dari Al-Hirah, di Irak pada awal Juni 634, ia membawa separuh tentaranya yaitu 8000 orang.[3] Ada dua rute menuju Suriah dari Irak: salah satunya melalui Daumatul Jandal, dan yang lainnya melalui Mesopotamia, melewati Ar-Raqqah. Tentara muslim di Suriah yang membutuhkan bantuan darurat, jadi Khalid menghindari rute konvensional menuju Suriah melalui Daumatul Jandal, karena rute itu merupakan rute yang jauh, dan butuh beberapa minggu untuk mencapai Suriah. Khalid menghindari pula rute Mesopotamia, karena adanya garnisun Romawi di Suriah Utara dan Mesopotamia. Untuk melibatkan mereka ketika tentara Muslim terkepung di Suriah adalah bukan ide yang bijaksana. Khalid memilih rute yang lebih dekat menuju Suriah, yaitu rute yang tidak konvensional melewati Gurun Suriah. Dengan berani, ia memimpin tentaranya melewati gurun. Tercatat bahwa tentaranya berjalan selama dua hari tanpa setetes air, sebelum mencapai tanda-tanda sumber air di oasis. Khalid kemudian memasuki Suriah Utara dan menjebak sayap kanan tentara Bizantium. Menurut sejarawan modern, inilah manuver strategis cerdik Khalid, barisannya yang berbahaya melalui gurun dan muncul pada front timur laut Bizantium, sementara mereka (Bizantium) diduduki dalam menanggulangi tentara Muslim di Suriah Selatan, menjadikan mereka lepas kendali akan pertahanan Bizantium di Suriah.[4]
Penaklukan Suriah Selatan
Sawa, Suriah, dan kota bersejarah Tadmur telah jatuh pertama kali ke tangan Khalid. Sukhnah, Qaryatain, dan Hawarin ditaklukan setelah Pertempuran Qarteen dan Pertempuran Hawarin. Setelah berurusan dengan semua kota ini, Khalid bergerak menuju Damaskus, melewati gunung yang sekarang diketahui sebagai Sanital Uqab (celah Uqab) setelah nama standar tentara Khalid. Dari sini, ia pindah menuju Bosra, ibu kota kerajaan Ghassaniyah Arab, Negara bawahan Kekaisaran Bizantium. Ia memerintahkan komandan Muslim lainnya untuk berkonsentrasi terhadap tentara-tentara mereka yang dekat dengan perbatasan Suriah-Arab di Bosra. Di Marj-al-Rahit, Khalid mengalahkan tentara Kristen-Arab Ghassaniyah pada sebuah pertempuran cepat, yang disebut Pertempuran Marj-al-Rahit. Sementara itu, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, komandan tertinggi tentara Muslim di Suriah, telah memerintahkan Syurahbil bin Hasanah untuk menyerang Bosra. Pengepungan terakhir di Busra membawa tentara yang kecil yang terdiri dari 4000 orang.
Penaklukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab
Wilayah pertama yang berhasil ditaklukkan adalah Damaskus pada tahun 635 M, dan Yerusalem pada tahun 637 M. dipimpin oleh panglima Khalid bin Walid pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab.
Pada saat menyerahnya Damaskus ke tangan Islam, penduduk dijamin keamanannya (harta, nyawa, bahkan gereja) dengan syarat mereka mau membayar upeti atau jizyah.
Serangan balik Heraklius sempat membuat kaum muslimin mundur dari Yerusalem dan Damaskus, tetapi hanya sebentar saja karena pasukan Romawi berhasil dihancurkan pada Pertempuran Yarmuk (636 M.). Akhirnya kedua wilayah ini berhasil direbut kembali pada tahun 640 M. yang sekaligus menandai selesainya penaklukan di Suriah secara total.
Khalifah Umar membagi Suriah menjadi 4 distrik besar yaitu Damaskus, Hims, Yordania, dan Palestina (kemudian ditambah lagi distrik Qinnasrin). Ia juga memerintahkan kepada seluruh tentara Islam agar tetap tinggal dalam barak-barak militer, sehingga kehidupan masyarakat lokal tidak terganggu dan tetap berjalan seperti biasa.
Banyak suku-suku arab yang sudah lama menetap di Suriah akhirnya beralih ke Islam dan juga suku Ghassan. Khalifah juga menerapkan toleransi beragama sehingga memberi citra positif bagi pemeluk agama Kristen Nestorian, Kristen Jacobite dan Yahudi di mana pada masa kekuasaan Romawi mereka dianiaya. Hal inilah yang dianggap sebagai hal terpenting dari suksesnya pemerintah Islam menata wilayah mereka disamping pemerintah juga menghindari pemungutan jizyah secara berlebihan apalagi disertai pemaksaan. Zakat dikenakan kepada petani hanya sesuai dengan hasil panennya, jizyah diambil dari penduduk yang masih kafir sebagai imbalan atas jaminan perlindungan pemerintah dan pembebasan dari wajib militer.
Khalifah Umar juga membuat zona penyangga diseluruh jazirah arab (tempat lahirnya Islam), dan setelah Suriah yang terletak di barat jatuh ke tangan kaum muslimin, pasukan Islam bisa memfokuskan arah ke wilayah timur untuk menaklukkan Kekaisaran Sassania Persia. Setelah Persia juga jatuh ke tangan kaum muslimin mereka kemudian memfokuskan kembali ke provinsi Bizantium, Aegyptus (provinsi Romawi).
Penaklukan pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan
Selama kepemimpinan Utsman bin Affan, Konstantinus III memutuskan untuk menaklukkan kembali Levant, yang telah jatuh ke pihak Muslim selama pemerintahan Umar.[1][5] Invasi skala besar direncanakan dan pasukan besar dikirim untuk merebut kembali Suriah. Muawiyah I, gubernur Suriah dipanggil untuk memberi bala bantuan dan Utsman memerintahkan gubernur Kufah untuk mengirim kontingen, yang bersama-sama dengan garnisun Suriah mengalahkan tentara Bizantium di Suriah Utara.
Utsman memberi izin kepada Muawiyah, gubernur Suriah, untuk membangun angkatan laut. Dari basis mereka di Suriah, umat Islam menggunakan armada ini untuk menaklukkan Siprus pada 649 dan Kreta dan kemudian Rodos dan dilancarkannya serangan tahunan menuju Anatolia Barat ini menggagalkan Bizantium untuk membuat upaya lebih lanjut untuk menaklukkan kembali Suriah.[5] Pada 654-655, Usman memerintahkan dilaksanakannya persiapan ekspedisi untuk menaklukkan ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel, tetapi karena adanya kekacauan di kekhalifahan yang berkembang pada 655 dan mengakibatkan terbunuhnya Utsman, ekspedisi tersebut dibatalkan selama beberapa dekade dan dilaksanakan di bawah dinasti berikutnya, yaitu Umayyah, namun berakhir dengan kegagalan.
Penaklukan pada masa Bani Umayyah
Mu'awiyah menjadikan Damaskus sebagai basis kekuatan untuk melebarkan wilayah Islam saat ia menjadi khalifah pada tahun 660 M. Ia tercatat sebagai khalifah Bani Umayyah pertama yang memimpin kekhalifahan Islam dengan pusat di Suriah dan menjadikan Damaskus sebagai ibu kotanya yang terus bertahan hingga abad berikutnya.
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ a b c "Syria." Encyclopædia Britannica. 2006. Encyclopædia Britannica Online. 20 Oct. 2006 [1]
- ^ "Syria." Encyclopædia Britannica. 2006. Encyclopædia Britannica Online. 20 Oct. 2006 [2]
- ^ The Sword of Allah: Khalid bin al-Waleed, His Life and Campaigns: page no:576 by Lieutenant-General Agha Ibrahim Akram, Nat. Publishing. House, Rawalpindi (1970) ISBN 978-0-7101-0104-4.
- ^ Tabari: Vol. 2, p. 609
- ^ a b "Umar (634–644)", The Islamic World to 1600 Multimedia History Tutorials by the Applied History Group, University of Calgary. Last accessed 20 Oct 2006 Diarsipkan 2007-04-10 di Wayback Machine.
Daftar pustaka
- Charles, R. H. The Chronicle of John, Bishop of Nikiu: Translated from Zotenberg's Ethiopic Text, 1916. Reprinted 2007. Evolution Publishing, ISBN 978-1-889758-87-9. [3]
Pranala luar
- Multimedia History Tutorials by the Applied History Group, The Islamic World to 1600, University of Calgary. [4] Diarsipkan 2007-04-10 di Wayback Machine.
- Edward Gibbon, Sejarah kemunduran dan runtuhnya Kekaisaran Roma Diarsipkan 2005-07-21 di Wayback Machine. Bab 51
- Bishop John NIkiou The Chronicle of John, Bishop of Nikiu Chapters CXVI-CXXI