Lompat ke isi

U kara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.
U kara
Aksara Bali
Huruf LatinU
IASTU
Fonem[u]
UnicodeU+1B09 , U+
Warga aksaraosthya

U kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /uː/, sama halnya seperti aksara (u) dalam aksara Dewanagari, huruf U dalam alfabet Latin, atau huruf upsilon (υ) dalam alfabet Yunani. Jika dialihaksarakan dari aksara Bali ke huruf Latin, maka U kara ditulis "U".

Penggunaan

U kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[1] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. Contoh kata yang menggunakan U kara (dalam bahasa Bali serapan): umanis, ujar, utama, utara, utsaha, upakara, utpati, dsb.

U kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Contohnya antara lain: urab, ujan, ulung, ubet, dll. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara Ha yang dapat dibubuhi oleh tanda suku.

U kara yang dibubuhi oleh tanda ulu candra dianggap aksara suci bagi Dewa Wisnu oleh penganut agama Hindu di Bali. U kara yang dibubuhi ulu candra tersebut dibaca "Ung". Kombinasi antara A kara (Ang) dengan U kara (Ung) dan Ma (Mang) menghasilkan simbol Aum atau Om, simbol yang dikeramatkan oleh umat Hindu.

U kara dirgha

U kara dirgha
Aksara Bali
Huruf LatinU
IASTŪ
Fonem[u], [uː]
UnicodeU+1B0A , U+
Warga aksaraoshtya

U kara yang melambangkan bunyi /u/ panjang (/uː/) disebut U kara dirgha atau U kara matedung (secara harfiah, dirgha berarti panjang). Bentuknya merupakan gabungan antara tedung dengan U kara biasa (U kara hrasua atau U kara berbunyi pendek). Bila U kara dirgha dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis Ū atau Uu.

Namun dalam percakapan berbahasa Bali zaman sekarang, pengucapan suara /uː/ dengan /u/ sudah jarang dibedakan lagi. Dengan kata lain, pengucapannya disamakan, seolah-olah suara panjang dan pendek tidak ada bedanya.[2] Namun apabila menulis lontar, kidung, dan mantra-mantra, aturan mengenai suara panjang dan pendek masih tetap diperhatikan, dan pada saat itulah U kara dirgha digunakan.

Referensi

  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Tinggen, hal. 11.
  2. ^ Tinggen, hal. 7.