Lompat ke isi

Rumah Bubungan Tinggi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Rumah Ba'anjung Pisang Sasikat Muka Ba'atap Sindang Langit Babubungan Tinggi disingkat Rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong.
Rumah Bubungan Tinggi Ba'anjung Jurai terdapat di Desa Telok Selong.
Di sebarang sungai di kejauhan terdapat deretan rumah Bubungan Tinggi di tepi sungai.
rumah Bubungan Tinggi yang sederhana milik keluarga petani nelayan berdinding pelupuh/gedhek.
Pola umum denah rumah Bubungan Tinggi.
Kandang Rasi motif bunga dan gelang pada Rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong.
Hiasan samping atas (jurai atas) pada ruang Pamedangan dengan motif Kambang Cengkih pada Rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong.
Lalungkang (jendela) dengan jarajak (teralis) pada rumah adat Banjar.
Grendel jendela pada rumah adat Banjar.
Bujuran sampiran / balok ring tepi atas pada rumah Banjar.

Balay Bubungan Tinggi (dalam bahasa Banjar) atau Balay Cacak Burung adalah salah satu jenis rumah Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah yang paling terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan Selatan. Di dalam kompleks keraton Banjar dahulu kala bangunan rumah Bubungan Tinggi merupakan pusat atau sentral dari keraton yang menjadi istana kediaman raja yang disebut Dalam Sirap yang dahulu tepat di depan rumah tersebut dibangun sebuah Balai Seba pada tahun 1780 pada masa pemerintahan Panembahan Batuah.

Rumah Bubungan Tinggi mirip Rumah tardisonal Betawi yang disebut Rumah Bapang,[1] namun pada Rumah Bubungan Tinggi dibangun dengan konstruksi panggung dan memiliki anjung pada kiri dan kanan bangunannya yang sangat mirip dengan rumah adat Maanyan.

Makna Filosofis

[sunting | sunting sumber]

Meskipun Suku Banjar sekarang adalah suku yang berdiri sendiri dengan adat budaya berlandaskan unsur keagamaan Islam yang kuat. Namun banyak sekali adat-istiadatnya yang masih mempertahankan tradisi leluhurnya (Dayak Kaharingan), diantaranya adalah Rumah Adat Bubungan Tinggi.

Rumah Adat Bubungan Tinggi merupakan lambang mikrokosmos dalam makrokosmos yang besar. Penghuni seakan-akan tinggal di dunia tengah yang diapit oleh dunia atas yang dilambangkan dengan atap / bubungan dan dunia bawah yang dilambangkan dengan bentuk rumah panggung / barumahan, dimana mereka hidup dalam keluarga yang besar sedang kesatuan dari dunia atas dan dunia bawah melambangkan Mahatala dan Jatha.

Rumah Banjar Bubungan Tinggi melambangkan persatuan dan harmoni dunia atas dan dunia bawah dalam Dwitunggal Semesta seperti halnya kepercayaan suku-suku dayak.

Pada peradaban agraris, rumah dianggap sakral/keramat karena dianggap sebagai tempat bersemayam secara gaib oleh para Dewata seperti pada Rumah Balai Suku Dayak Meratus (Banjar arkhais) yang berfungsi sebagai rumah ritual.

Pada masa kerajaan Nagara Dipa, sosok nenek moyang diwujudkan dalam bentuk patung pria dan wanita yang dipuja dan ditempatkan dalam istana. Pemujaan arwan nenek moyang yang berwujud pemujaan Maharaja Suryanata dan Putri Junjung Buih merupakan simbol persatuan alam atas dan alam bawah dalam kepercayaan Kaharingan-Hindu. Suryanata sebagai manifestasi Dewa Matahari (Dewa Surya) dalam unsur Hindu. Matahari yang selalu dinanti terbitnya dari ufuk timur sebagai sumber kehidupan. Sedang Putri Junjung Buih merupakan lambang air, sekaligus lambang kesuburan dan tanah dalam unsur Kaharingan Banjar.

Pada arsitektur Rumah Bubungan Tinggi pengaruh unsur-unsur itu masih dapat ditemukan. Bentuk ukiran burung enggang dan naga yang disamarkan (didestilir) juga merupakan simbol perpaduan alam atas dan alam bawah.

Wujud bentuk Rumah Bubungan Tinggi dengan atapnya yang menjulang ke atas merupakan citra dasar dari sebuah pohon hayat yang merupakan lambang kosmis. Pohon Hayat merupakan simbol kesatuan dimensi-dimensi dari satu-kesatuan semesta. Ukiran tumbuh-tumbuhan yang subur pada tawing halat (sekateng) merupakan perwujudan filosofi Pohon Kehidupan (Batang Garing) dalam kepercayaan suku Dayak Kaharingan. Selain itu, atap yang menjulang juga merupakan citra sebuah payung yang melambangkan orientasi kekuasaan ke atas. Payung juga merupakan perlambang kebangsawanan yang biasa menggunakan payung kuning sebagai perangkat kerajaan sebagai tanda martabat dan kemewahan Kerajaan Banjar. Wujud bentuk Rumah yang simetris yang terlihat pada bentuk sayap bangunan (Anjung) yang terdiri atas Anjung Kanan dan Anjung Kiwa sekilas sangat mirip dengan bentuk rumah adat Suku Dayak Maanyan. Hal ini berkaitan dengan filosofi simetris (seimbang) dalam pemerintahan Kerajaan Banjar, yang membagi kementrian menjadi Mantri Panganan (Kelompok Menteri Kanan) dan Mantri Pangiwa (Kelompok Menteri Kiri) masing-masing terdiri atas empat menteri. Mantri Panganan bergelar Patih dan Mantri Pangiwa bergelar Sang, tiap tiang menteri memiliki pasukan masing-masing.

Ciri-Ciri

[sunting | sunting sumber]

Menurut Tim Depdikbud Kalsel, ciri-cirinya:

  1. Atap Sindang Langit tanpa plafon
  2. Tangga Naik selalu ganjil
  3. Pamedangan diberi Lapangan kelilingnya dengan Kandang Rasi berukir

Konstruksi

[sunting | sunting sumber]

Konstruksi rumah adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang penuh dengan hutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada mereka, yaitu kayu (ulin).

Sesuai dengan bentuk serta konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.

Bagian Konstruksi Pokok

[sunting | sunting sumber]

Konstruksi pokok dari rumah adat Banjar dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu:

  1. Tubuh bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk.
  2. Bangunan yang menempel di kiri dan kanan disebut Anjung.
  3. Bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi.
  4. Bubungan atap sengkuap yang memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit.
  5. Bubungan atap yang memanjang ke belakang disebut atap Hambin Awan.

Tubuh bangunan induk yang memanjang terus ke depan dibagi atas ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya.

Ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya ialah:

  1. Palatar (pendopo atau teras), ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar disebut juga Pamedangan.
  2. Pacira, yaitu ruang antara (transisi) yang terbagi dua bagian yaitu pacira dalam dan pacira luar. Pacira Dalam berfungsi untuk menyimpan alat pertanian, menangkap ikan dan pertukangan. Kedua pacira ini hanya dibedakan oleh posisinya saja. Pacira Luar tepat berada di muka pintu depan (Lawang Hadapan).
  3. Panampik Kacil, yaitu ruang tamu muka merupakan ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang Hadapan yaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang lantai disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
  4. Panampik Tangah yaitu ruang tamu tengah merupakan ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun Jajakan.
  5. Panampik Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruang tamu utama merupakan ruangan yang menghadapi dinding tengah (Banjar: Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang Lantainya disebut Watun Jajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas ruangan 7 x 5 meter.
  6. Palidangan atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi ada juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai palidangan). Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka watun di sini disebut Watun Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8 batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.
  7. Panampik Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendah daripada lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini disebut pula dengan Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.
  8. Padapuran atau Padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya disebut Watun Juntaian. Kadang-kadang Watun Juntaian itu cukup tinggi sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan kayu api), pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
Tampak Belakang Rumah Adat Banjar

Tentang ukuran tinggi, lebar dan panjang setiap rumah adat Banjar pada umumnya relatif berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena ukuran pada waktu itu didasarkan atas ukuran depa atau jengkal.

Ukuran depa atau jengkal tersebut justru diambil dari tangan pemilik rumah sendiri; sehingga setiap rumah mempunyai ukuran yang berbeda.

Ada kepercayaan di sana yang mengatakan bahwa setiap ukuran haruslah dengan hitungan yang ganjil bilangan ganjil.

Penjumlahan ganjil tersebut tidak saja terlihat di dalam hal ukuran panjang dan lebar, tetapi juga sampai dengan jumlah hiasan tangga, anak tangga, layang-layang puncak dan lain-lain.

Jikalau diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter sedang lebar bangunan induk adalah 7 meter dan lebar anjung masing-masing 5 meter.

Lantai dari permukaan tanah sekitar 2 meter yaitu kolong di bawah anjung dan palidangan; sedangkan jarak lantai terendah rata-rata 1 meter, yaitu kolong lantai ruang palatar.

Tata ruang dan kelengkapan

[sunting | sunting sumber]
Pintu belakang dari Rumah Banjar

Tata ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu ruang terbuka, setengah terbuka dan ruang dalam.

Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi lagi menjadi surambi muka dan surambi sambutan.

Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan.

Sedangkan ruang dalam dibagi menjadi Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil), Paluaran (Panampik Basar), Paledangan (Panampik Panangah) yang terdiri dari Palidangan Dalam, Anjung Kanan dan Anjung Kiwa, serta Panampik Padu (dapur).

Secara ringkas berikut ini akan diuraikan situasi ruang dan kelengkapannya;

Di depan surambi muka biasanya terdapat lumpangan tempat air untuk membasuh kaki. Pada surambi muka juga terdapat tempat air lainnya untuk pembasuhan pambilasan biasanya berupa guci.

Ruangan ini lantainya lebih tinggi, dikelilingi pagar rasi. Biasanya pada ruang ini terdapat sepasang kursi panjang.

  • Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil)

Setelah masuk Pacira akan didapatkan tanggui basar dan tanggui kacil di arah sebelah kiri, sedangkan arah sebelah kanan terdapat pengayuh, dayung, pananjak dan tombak duha. Di sayap kanan ruangan terdapat gayung, sandal dan terompah tergantung di Balabat Panurunan. Sebagai perlengkapan penerangan dalam ruangan ini terdapat dua buah lampu gantung.

  • Paluaran (Panampik Basar)

Ruangan ini cukup besar digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan apabila masih kekurangan ruang Tawing Halat yang memisahkan dengan Palidangan dapat dibuka. Di bagian tengah di depan Tawing Halat ini terletak bufet. Di atasnya agak menyamping ke kiri dan ke kanan terdapat gantungan tanduk rusa. Di tengah ruangan terdapat dua buah lampu gantung. Lantainya diberi lampit dan kelengkapan bergerak seperti paludahan, kapit dan gelas, parapen, rehal.

Ruangan ini terdiri dari Paledangan Dalam dan Anjung Kiwa - Anjung Kanan. Fungsi ruang sama dengan Paluaran, namun biasanya diperuntukkan bagi kaum wanita. Di sini terdapat kelengkapan lemari besar, lemari buta, kanap, kendi. Lantainya diberi hambal sebagai alas duduk.

  • Anjung Kanan - Anjung Kiwa

Ruang Anjung Kanan merupakan ruang istirahat yang dilengkapi pula dengan alat rias dan perlengkapan ibadah. Sedangkan Anjung Kiwa merupakan tempat melahirkan dan tempat merawat jenazah. Di sini juga di beri perlengkapan seperti lemari, ranjang, meja dan lain-lain.

Bagian Padu pada Rumah Bubungan Tinggi Desa Habirau

Di samping untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang padu ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan. Perlengkapan umum yang terdapat di dalamnya adalah dapur, rak dapur, pambanyuan, lemari, tajau, lampit dan ayunan anak.

Bentuk arsitektur dan pembagian ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi mempunyai kesamaan prinsip antara satu dengan lainnya, dengan perbedaan-perbedaan kecil yang tidak berarti.

Dari sini dapat dilihat bahwa rumah tradisional Bubungan Tinggi tersebut mempunyai keterikatan dengan nilai tradisional masyarakatnya.

Jadi meskipun pada awalnya bentuk tersebut dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan fungsi dan adaptasi terhadap lingkungan, tetapi karena sifatnya yang berulang-ulang kemudian dari bentuk fungsional tersebut berubah menjadi bentuk yang tradisional.

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-29. Diakses tanggal 2016-08-28. 
  1. Imam Santoso, gambar konstruksi Type Rumah Banjar Bubungan Tinggi Baruh Kambang, Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalsel, 11 Februari 1984.
  2. Budiarti, gambar konstruksi Rumah Adat Banjar Bubungan Tinggi Habirau, Negara, Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Kalimantan Selatan, Kanwil Depdikbud Kalsel, 03-09-1994.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]