Sarbini Sumawinata
Sarbini Sumawinata | |
---|---|
Kepala Biro Pusat Statistik | |
Masa jabatan 1955–1965 | |
Presiden | Soekarno |
Pendahulu Abdul Karim Pringgodigdo Pengganti M. Abdul Majid | |
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia | |
Masa jabatan 1959–2007 | |
Asisten Pribadi Presiden/Ketua Tim Bidang Politik | |
Masa jabatan 1966–1968 | |
Ketua Dewan Komisaris Business News | |
Sunting kotak info • L • B |
Prof. Dr. Sarbini Sumawinata[1](20 Agustus 1918 – 13 Maret 2007) adalah seorang intelektual Sunda keturunan Sumedang yang merupakan ekonom dan guru besar Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia dan berjasa bagi negara karena pada 1965 ia merupakan salah seorang pertama yang memperkenalkan konsep pembangunan ekonomi kepada Jenderal Soeharto yang saat itu masih menjabat sebagai Panglima Komando Strategi dan Cadangan Angkatan Darat (Kostrad). Konsep ini kelak menghasilkan perbaikan ekonomi negara pada awal pemerintahan Orde Baru.
Pendidikan & Profesi
[sunting | sunting sumber]- HIS, Madiun (1932)
- MULO, Madiun (1936)
- AMS-B, Yogyakarta (SMA Negeri 3 Yogyakarta) (1939)
- Technische Hoogeschool te Bandung (1939-1942)
- Sekolah Teknik Tinggi, Yogyakarta (1947)
- Pendidikan di Sentraal Plan Bureau, Negeri Belanda (1952)
- Universitas Harvard, Cambridge, Massachusetts, AS (1954)
- Pendidikan Statistik, Kanada (1954)
- Bagian Perencanaan Kementerian Kemakmuran, Yogyakarta (1949)
- Bagian Perencanaan Kementerian Kemakmuran Pusat, Jakarta (1950)
- Kepala Biro Pusat Statistik (1955-1965)
- Guru Besar Fakultas Ekonomi UI (1959-2007)
- Asisten Pribadi Presiden/Ketua Tim Bidang Politik (1966-1968)
- Ketua Dewan Komisaris Business News
Menjadi penasihat Soeharto
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1966, Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Ketua Presidium Kabinet Ampera yang resminya masih berada dibawah pimpinan Presiden Soekarno membentuk Tim Ahli Ekonomi yang dipimpin oleh Prof. Widjojo Nitisastro dan Tim Ahli Politik yang dipimpin oleh Prof. Sarbini, dengan Ali Moertopo sebagai Asisten Pribadi Ketua Presidium Bidang Politik.
Meskipun berlatar belakang sebagai seorang ekonom, Sarbini ternyata sangat paham soal politik. Ia ternyata sangat kritis dalam masalah politik, sehingga tidak jarang ia berseberangan jalan dengan Jend. Soeharto.
Menjadi orang sipil kembali
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1968, Soeharto selaku Presiden membentuk kabinet dan membuarkan kedua Tim Ahlinya. Karena itu Sarbini kembali menjadi orang sipil dan menjadi pemimpin buletin ekonomi Business News
Meskipun demikian, Sarbini tetap menyumbangkan pemikiran kritisnya terhadap sistem politik negara. Misalnya, ia pernah mengajukan pemikirannya tentang bahaya militerisme dan pentingnya kesetaraan dalam hubungan kerja sama sipil-militer dan kebebasan pers. Sarbini juga tidak segan-segan mengkritik pemerintahan Orde Baru yang dinilainya membawa Indonesia ke dalam jurang kehancuran.
Sekitar Malari 1974
[sunting | sunting sumber]Pada awal Orde Baru, pemerintah Indonesia meninggalkan kebijakan pemerintahan Soekarno yang menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan menolak modal asing. Sebaliknya, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (1968) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (1969) yang dimaksudkan untuk mendatangkan sebanyak-banyaknya investor asing. Akibatnya modal asing, terutama dari Jepang membanjiri Indonesia dan menghimpit banyak pengusaha kecil nasional.
Pada awal 1974 Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia, dan meletuslah huru-hara yang disebut sebagai peristiwa Malari. Dalam kaitan itu Prof. Sarbini sempat ditahan selama 808 hari dengan tuduhan terlibat dalam huru-hara itu, meskipun ia tak pernah diajukan ke pengadilan.
Pemikiran Sarbini
[sunting | sunting sumber]Banyak orang kurang mengenal Prof. Sarbini Sumawinata sebagai tokoh sosialis Indonesia. Ia giat mengembangkan gagasan ekonomi kerakyatan demi peningkatan kesejahteraan rakyat pedesaan. Negara, katanya, perlu melakukan investasi besar untuk menghancurkan sisa-sisa feodalisme dan kolonialisme yang terus membelenggu rakyat pedesaan.
Sarbini juga menganjurkan berbagai langkah modernisasi dalam bidang pertanian. Industrialisasi kerakyatan yang mencakup semua sektor kehidupan desa, seperti pertanian, perikanan, perdagangan, angkutan, perbankan, dll. perlu dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat desa.
Sarbini yakin bahwa bila pembangunan rakyat pedesaan ini dapat dilaksanakan, maka cita-cita peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia akan tercapai, sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini, yaitu Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Sjahrir.
Sarbini ingin meneruskan cita-cita Partai Sosialis Indonesia dalam menegakkan sosialisme kerakyatan sebagai alternatif terhadap sistem kapitalisme yang dianggapnya merongrong kehidupan bangsa Indonesia.
Kematian
[sunting | sunting sumber]Prof. Sarbini meninggal dunia pada 13 Maret 2007 setelah hampir seminggu dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina setelah menderita tipus dan infeksi lambung. Dokter yang merawatnya mengatakan bahwa ia meninggal dunia karena gagal jantung. Jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta, pada 14 Maret 2007.
Keluarga
[sunting | sunting sumber]Salah seorang menantu Prof. Sarbini adalah Hariman Siregar, seorang tokoh Malari. Beliau juga meninggalkan enam orang anak, salah satunya adalah Pandit Sumawinata MBA. yang merupakan seorang dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dan Universitas Bakrie
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Pusat Data & Analisis Tempo Apa & Siapa '85/86". Berbicara dan bertindak sesuai dengan hati nurani memang sudah ditanamkan kepadanya sejak kecil. Ayahnya, Soelaiman Soemawinata, yang berasal dari Sumedang, Jawa Barat, lari ke Madiun, Jawa Timur, untuk menghindar dari adat yang mengekang. "Ayah sangat menghargai kebebasan, itulah yang diwariskan kepada kami," kata ekonom yang tertarik kepada masalah pembangunan pedesaan ini. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-11. Diakses tanggal 2015-07-10.