Lompat ke isi

Kwangkey

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tempelaq, tempat menyimpan tulang si meninggal dalam Upacara Kwangkey.

Kwangkey atau Kuangkay adalah salah satu ritual keagamaan Kaharingan yang dilakukan oleh suku Dayak Benuaq yang tinggal di pedalaman Kalimantan Timur. Kwangkey merupakan puncak dari upacara kematian khas suku Dayak Benuaq.[1]

Kwangkey berasal dari kata ke dan angkey. Ke berarti ‘melakukan’ atau ‘melaksanakan’ dan angkey berarti ‘bangkai’, yaitu manusia atau binatang yang sudah tidak bernyawa lagi. Dengan demikian, Kwangkey dapat diartikan secara harafiah sebagai ‘buang bangkai’ yang bermakna melepaskan diri dari segala kedukaan dan mengakhiri masa berkabung. [2][3]

Tujuan utama dari upacara Kwangkay adalah untuk menghormati dan memuliakan roh para leluhur yang sudah meninggal. Roh-roh ini diharapkan dapat memperoleh kebahagiaan dan tempat yang lebih baik di alam arwah (di Gunung Lumut dan di Tenangkay), menjadi lebih bijaksana, sehingga bila dibutuhkan dapat menjadi penghubung antara manusia dengan Tuhan. Orang Benuaq percaya bahwa para arwah keluarga yang sudah mati tidak ubahnya orang yang masih hidup, mereka perlu makan, perlu tempat yang baik, dan memerlukan hiburan. Sehingga upacara Kwangkay yang dilakukan oleh anggota keluarga yang masih hidup ditujukan untuk memberi makan, penghormatan, hiburan, dan tempat yang layak bagi orang yang telah meninggal tersebut.[1][4]

Orang Benuaq mengadakan upacara Kwangkay dengan harapan timbal balik, mereka percaya bahwa jika roh para leluhur dan anggota keluarga yang sudah mati dihormati dan diberi makan, maka kehidupan keluarga yang masih hidup pun akan baik dan jauh dari bencana.[1]

Selama upacara Kwangkay berlangsung suasana desa tempat penyelenggaraan upacara sangat ramai bagai pesta, banyak orang dari desa lain berdatangan untuk berdagang, berjudi atau sekadar memeriahkan pesta kematian tersebut. Karena biaya untuk upacara Kwangkay ini relatif mahal, maka upacara ini dapat dilakukan secara kolektif dan bergotong-royong yang merekaebut Sempeket.[3]

Waktu penyelenggaraan

[sunting | sunting sumber]

Upacara adat Kwangkay dilakukan dengan perhitungan waktu 7 hari dan atau 2 kali 7 hari pelaksanaan upacara. Upacara intinya berlangsung selama 9 hari. Angka 7 menurut mitologi penciptaan adalah angka mati untuk Ape Bungan Tanaa. Karena itu untuk seterusnya dipergunakan sebagai dasar utama perhitungan dalam penyelenggaraan upacara kematian . Walaupun perhitungan hari pelaksanaan upacara hanya 14 hari, tetapi persiapan dan upacara pasca Kwangkay itu memakan waktu beberapa hari bahkan beberapa minggu.[3]

Tempat penyelenggaraan

[sunting | sunting sumber]

Tempat penyelenggaraan upacara Kwangkay dipusatkan di Rumah Panjang atau Rumah Lamin atau dalam Bahasa Dayak Louw. Louw ini adalah Lamin yang pinjam oleh pelaksana upacara dari pemerintah desa. Segala bentuk dan tahap upacara dimulai dan diakhiri di Lamin adat. Upacara Pesawaq Belontakng dan upacara Entokng Liyau diadakan di halaman depan Lamin, upacara Muat Blontakng dan Pekatee ' KrEwaau bagian dari upacara Pekili Kelelungan dan lanjutan dari upacara Entokng Liyau diadakan dilapangan upacara, serta upacara Muat Oritn Tempelaa dan Nyerah Nyodah Tempe–laaq diadakan di pemakaman.[3]

Pihak yang terlibat

[sunting | sunting sumber]

Penyelenggara teknis upacara adalah para Pengewara atau Pengentangih yaitu petugas adat khusus untuk upacara Kwangkay yang terdiri dari 3, 5 atau 7 orang. Jumlah ini tergantung dari tahapan upacara yang diselenggarakan. 1 atau 2 orang wanita bertindak sebagai perantara antara Pengentangih dengan pihak keluarga. Mereka yang disebut Pengugu Ramu ini bertugas khusus secara total baik waktu dan pikirannya selama upacara. Mereka biasanya dibayar oleh pihak keluarga penyelenggara atau datang dengan sukarela menolong. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam upacara adalah semua anggota keluarga dan juga para pamong desa yang mengambil bagian tertentu dalam tahapan-tahapan upacara yang diselenggarakan. Biasanya dibentuk panitia khusus yang terdiri dari pihak keluarga, pamong desa dan pemuka masyarakat. Para anggota masyarakat lain, baik diundang maupun yang tidak diundang biasanya datang dengan sukarela untuk membantu penyelenggara.[3]

Tahapan upacara

[sunting | sunting sumber]

Secara umum upacara adat kematian Kwangkay dibagi atas tiga tahapan yaitu:[5]

  1. Tahap persiapan atau Dornak Ampah;
  2. Tahap pelaksanaan upacara inti ;
  3. Tahap pasca upacara.

Setiap tahap upacara di atas masih dirinci lagi menjadi beberapa upacara pokok, yang masing-masing upacara pokok ini terdiri dari beberapa urutan atau bagian upacara. Tahap pertama disebut Dornak Arnpah, merupakan tahap persiapan keperluan upacara. Arnpah berarti kosong yang sering disebut pula Lawe, maksudnya adalah bahwa pada fase ini upacara dilakukan dengan kosong atau tanpa Penyentangih. Dornak Arnpah atau Dornak Lowe tidak berarti kosong kegiatan, tetapi para petugas dan keluarga menyiapkan seluruh keperluan yang dibutuhkan dalam upacara Kwangkay akan datang, termasuk mengundang Pengentangis. Tahap ini adalah tahap persiapan untuk masuk ke upacara inti . Walaupun persiapan penyelenggaraan upacara Kwangkay berlangsung berbulan-bulan lamanya, namun secara umum tahapan persiapan mulai dihitung saat acara Dornak Arnpah yang kira-kira berlangsung 7 hari.[3][5] Tahap ke dua ada lah tahap pelaksanaan upacara inti. Dalam tahap ini roh diundang dan diberi sedekah dan sajian. Beberapa peranti yang akan dipakai dikawinkan, dan ada pula persembahan korban yang ditutup dengan penguburan. Tahap pelaksanaan upacara inti berlangsung sebanyak 2 kali 7 hari.[3]

Potong sapi dalam acara adat Kwangkay

Dan tahapan terakhir adalah upacara penutup yang bersifat pembersihan pengaruh jahat dari upacara kematian. Upacara ini bisa berlansung selama sekitar satu sampai tujuh hari. Setiap tahapan- tahapan upacara diakhiri dengan persembahan korban binatang peliharaan. Hari ke tujuh Dornak Ampah diakhiri dengan acara Ukay Jpaq atau potong ayam. Tujuh hari pertama tahap upacara inti diakhiri dengan persembahan acara Ukay Unik atau potong babi, yang dilanjutkan dengan hari-hari yang sibuk untuk perkawinan benda-benda upacara. Pada akhir upacara inti atau hari ke tujuh bagian ke dua (hari ke-14), dipersembahkan kerbau pada acara Ukay Kreauw sebagai acara puncak dari rangkaian upacara Kwangkay secara keseluruhan. Dengan usainya rangkaian upacara inti tersebut, menurut kepercayaan orang Benuaq, berarti roh para anggota keluarga yang sudah meninggal tersebut sudah mendapat penghidupan dan tempat hidup yang paling layak di alam baka, dengan rumah berukir indah, lengkap dengan perlengkapan hidup serta hewan peliharaan . Mereka menjalani hidup abadi dengan makmur dan sempurna di alam baka.[3][6]

Pantangan-pantangan selama upacara

[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa pantangan (Tuhing) yang harus dipatuhi baik oleh para anggota keluarga penyelenggara upacara, maupun oleh para petugas upacara dan masyarakat sekitar tempat penyelenggaraan upacara selama penyelenggaraan Kwangkay.[3][5]

Pantangan bagi Keluarga Penyelenggara Upacara

[sunting | sunting sumber]
  1. Tidak boleh bepergian;
  2. Tidak boleh bergurau/humor berlebihan;
  3. Tidak boleh mengenakan pakaian pesta.

Pantangan bagi Petugas Upacara

[sunting | sunting sumber]
  1. Tidak boleh memegang tumbuhan atau benda gatal;
  2. Tidak boleh makan rebung, terong, ikan haruan putih, daging buaya atau daging kura-kura/ penyu.

Pantangan bagi Masyarakat sekitar tempat Penyelenggaraan Upacara

[sunting | sunting sumber]
  1. Tidak boleh membawa tumbuhan atau benda atau makanan terlarang tersebut di atas ke rumah anggota keluarga penyelenggara upacara dan ke Lamin Upacara;
  2. Tidak boleh bertengkar atau berkelahi disekitar tempat penyelenggaraan upacara.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c Suryadi, dkk, (1995). Dimensi Tradisi Lisan Dalam Upacara Kwangkay: Puncak Upacara Kematian Suku Dayak Benuaq. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.Hal. 20-25
  2. ^ Pamung, S.Pd, Yuvenalis (2010), Upacara Daur Hidup Adat Dayak Benuaq, Yogyakarta: Araska Printika, ISBN 978-602-8669-62-7 
  3. ^ a b c d e f g h i Drs. Halilintar Latief, (1996). Upacara Adat Kwangkay: Dayak Benuaq Ohong di Mancong. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Hal. 49-59
  4. ^ "Kwangkay Wujud Rasa Cinta Kasih Keluarga…". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-17. Diakses tanggal 2015-02-18. 
  5. ^ a b c Abdul Haris Asy'arie, (2005). Tinjauan Terhadap Hukum Adat: Masyarakat Dayak Benuaq Kalimantan Timur. Kalimantan Timur: Humas Pemprov Kaltim.Hal. 99-100
  6. ^ "Upacara Adat Kwangkay Pelihara Kebersamaan…". Diakses tanggal 2015-02-18.  [pranala nonaktif permanen]