Lompat ke isi

Minyak nilam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Minyak nilam

Minyak nilam (bahasa Inggris: patchouli oil) adalah salah satu minyak atsiri yang dihasilkan oleh nilam (Pogostemon cablin Benth.) yang merupakan komoditas unggulan nasional di Indonesia. Minyak nilam sendiri punya banyak kegunaan, mulai dari pembunuh serangga, hingga bermanfaat pula sebagai obat-obatan. Sebanyak 90% kebutuhan minyak nilam dunia, disokong oleh Indonesia yang berasal dari penyulingan di pelosok-pelosok Nusantara.[1] Indonesia belum bisa mematok harga, dalam hal ini, Indonesia masih sebagai price taker saja.[2] Walaupun begitu, Amerika merupakan pengimpor minyak nilam terbesar di dunia.

Prospek pengembangan

[sunting | sunting sumber]

Minyak nilam dihasilkan oleh Pogostemon cablin Benth, Pogostemon hortensis Backer ex. Adelb, dan Pogostemon heyneanus Benth.[1] Di Indonesia, nilam ditanam dengan luas tanam 9.600 ha dengan produksi sebesar 2.100 ton minyak nilam per-tahun.[3] Di perdagangan internasional, nilam dijual dengan nama Patchouli oil. Dari berbagai macam minyak atsiri, minyak nilam adalah yang menjadi primadona di Indonesia. Pada tahun 2005, penjualan minyak nilam mencapai 1.200 ton. Di luar Indonesia, ada berbagai negara-negara yang mengimpor minyak nilam, seperti Hongkong, Mesir, Arab Saudi, dll. Amerika Serikat sendiri menempati urutan pertama penyerap minyak nilam dari Indonesia. Sisanya dari Spanyol, Singapura, Prancis dan Belanda.[1] Urutan kedua adalah Inggris, baru Prancis, Swiss, Jerman, Belanda, dan lain-lain. Pada tahun 2001 hingga 2005, terjadi peningkatan ekspor; dari 20,6 USD pada tahun 2001 sampai 43,5 USD pada tahun 2005.[4] Toga Raja Manurung, Ketua Umum Asosiasi Minyak Atsiri Indonesia, menyebut bahwa produksi minyak nilam Indonesia hanya mampu menghasilkan 800 ton pada tahun 2011, padahal pada tahun yang lalu, Indonesia bisa menghasilkan 1000 ton. Kebutuhan minyak nilam dunia mencapai 1.500 ton, artinya sebanyak 70% kebutuhan minyak nilam dunia disokong oleh Indonesia.[2][5]

Sebelum Perang Dunia II, Indonesia mampu menghasilkan 80-90% minyak nilam yang hampir memenuhi kebutuhan dunia. Minyak nilam yang berasal dari nilam aceh (P. cablin) sumber utamanya ialah dari Aceh Singkil, Pulau Simeulue, Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Kabupaten Gayo Lues.[1][6] Lebih dari 80% produksi minyak nilam berasal dari Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, yang sebagian besar hasilnya diekspor ke luar negeri. Daerah lain yang menghasilkan minyak nilam adalah Bengkulu, Lampung, dan beberapa daerah di Jawa.[4] Ekspor nilam itu antara lain dari sejumlah penyuling skala kecil, lalu dipasok eksportir ke Surabaya dan Jakarta.[7] Menurut kabarnya dahulu sewaktu Indonesia masih dijajah Belanda, daun daripada minyak nilam dijadikan parfum di Eropa.[8] Tapi, tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) ini sendiri, masuk ke Indonesia pada tahun 1895.[9] Daerah lain yang mengembangkan minyak nilam adalah Jambi, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.[10] Namun, sebagai pemasok terbesar minyak nilam, Indonesia tidak bisa mematok harga, dalam hal ini, Indonesia hanyalah price taker saja. Sebagai akibat fluktuasi di perdagangan internasional, minyak nilam ikut berubah-ubah pula harganya.[2] Selain faktor di atas, fluktuasi harga minyak nilam ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan dan dikarenakan pula oleh sebab nilam yang cepat tumbuh dan cepat panen. Inilah yang membuat pasokan gampang berlimpah yang menyebabkan harganuya fluktuatif.[7] Tapi, secara ekonomis, usaha minyak nilam menguntungkan. Menurut Toto Subroto (2009), laba yang bisa didapat mencapai Rp 12.017.333,00.[11]

Mendapatkan minyak nilam

[sunting | sunting sumber]

Nilam dipanen pada usia 7-9 bulan, dan bisa dipanen sekali lagi pada 3-4 bulan selanjutnya. Panen dilakukan pada saat bagian bawahnya menguning. Setelah berusia 3 tahun, tanaman nilam harus diremajakan.[12] Panen harus dilakukan pada pagi atau sore hari, karena kalau siang hari, kandungan minyaknya berkurang. Semua cabangnya digunting, terkecuali satu untuk merangsang penumbuhan cabang baru. Nilam dipanen menggunakan sabit atau ani-ani. Kalau menggunakan sabit, harus benar-benar tajam, kalau tumpul, nanti seluruh tumbuhan terangkat dan tidak baik dalam penumbuhan tunas yang baru. Menggunakan sabit, bisa menyebabkan batang dan daun tercampur sehingga kadar minyaknya berkurang. Kalau menggunakan, walau memakan waktu lebih lama, mendapatkan daun dengan kandungan minyak lebih lama.[12] Dahulu, di Eropa, daun yang menguning dari minyak nilam tidak dipakai, tetapi batangnya dipakai dalam beberapa keperluan.[8]

Setelah dipanen, hendaknya dikeringkan dulu. Kata Heyne dalam buku De nuttige-nya, diterangkan bahwa masyarakat petani Hindia Belanda (sekarang Indonesia), bahwa daun nilam dijemur menggunakan bambu hingga betul-betul kering dan beratnya kurang dari setengah dari berat semula.[8] Daun nilam dihamparkan dalam jemuran dan dibolak-balik, sampai 5-8 jam. Daun yang sudah layu, diangin-anginkan di atas rak bambu. Lama pengeringan adalah 3-4 hari. Setelah kering, baru bisa disuling.[12] Adapun daun yang sudah kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri ketimbang daun yang masih basah.[9]

Ada tiga cara mendapatkan minyak nilam:[13]

  • Direbus. Pertama-tama, dimasukkan ke dalam ketel berisi air, dan panaskan. Ketel terbuat dari bahan antikarat seperti stainless steel, tembaga berlapis aluminium, dll. Dari situ, keluar uap yang dialirkan ke kondensor. Uap akan mengandung zat cair yang berisi campuran air dan minyak nilam. barulah dilakukan pemisahan.
  • Dikukus. Mirip dengan cara pertama, tetapi antara daun dan minyak, dibuat pemisah. Daun nilam di atasnya, air di bawahnya pada saat di ketel.
  • Penyulingan dengan cara uap. Diperlukan dua buah ketel, yang satu berisi air yang dididihkan, yang satu, berbentuk silinder. Agar tidak kehilangan panas, ketel-ketel tersebut dibungkus zat penahan panas, seperti karung goni. Alat pendinginnya berupa, bak pendingin yang disitu terdapat pipa spiral dari stainless steel. Fungsinya untuk mengubah zat tadi menjadi cairan. Kemudian ditampung, dan dipecah menjadi dua zat yang berlainan, yakni air - uap, dan minyak nilam itu sendiri.

Di daerah Gayo Lues, Aceh, minyak nilam masih diolah secara tradisional. Penyulingan memakai drum yang dipanaskan dengan kayu bakar. Pemakaian drum besi membuat kualitas minyak tidak maksimal, dan pemakaian kayu bakar mengakibatkan kebutuhan kayu sangat tinggi.[6]

Setelah minyak nilam telah didapat, baik disimpan dalam botol-botol kecil. Kalau produksinya banyak, bisa dimasukkan ke dalam drum. Namun, tempat penyimpanan harus bersih dari zat kimia yang tercampur pada tempat penyimpanan. Kalau tidak dibersihkan, minyak nilam bisa terkontaminasi. Oleh sebab itu, drum harus dijemur dulu di bawah terik matahari agar zat yang menempel menguap dulu.[14] Berbeda dengan minyak lainnya, minyak nilam yang disimpan akan memberikan bau yang lebih halus dan aromatik dibandingkan dengan minyak nilam yang baru disuling. Minyak yang telah disimpan lama, biasanya kadar patchouli oil-nya bertambah.[14]

Minyak nilam mengandung alkohol nilam (patchouli alcohol), kamper nilam (patchouli camphor), cadinene, benzaldehida, eugenol, dan cinnamic aldehyde. Di dalam minyak nilam ini, terkandung zat patchouli alcohol (disingkat PA) yang teramat berguna pada dunia internasional. Minyak nilam yang baik adalah yang mengandung PA yang mengandung 30%. Bau minyak nilam hampir mirip dengan minyak cedar, yang digunakan untuk memalsukan minyak nilam. Cara untuk membedakan keduanya, dengan cara disaring di kertas saring, simpan selama beberapa hari, sampai tercium bau minyak cedarnya.[9][15]

Daun nilam yang disimpan di antara lipatan-lipatan buku dapat mencegah kedatangan serangga.[9] Dahulu, di Semenanjung Malaya, daunnya dipakai untuk mewangikan tanaman. Dipakai pula untuk membuat parfum di Asia Selatan.[8] Digunakannnya minyak nilam sebagai parfum, karena mempunyai aroma woodsy, untuk meningkatkan semangat. Karena punya efek menenangkan, dipakai pula untuk mengharumkan kamar tidur, yang berefek menenangkan dan membuat tidur menjadi lebih nyenyak. Minyak nilam juga dipakai untuk menghambat perkembangan jamur dan mikrob. Dalam ayurveda, minyak nila juga dipakai pertolongan pertama dalam mengobati orang yang digigit ular.[16] Minyak nilam juga terpakai untuk minyak rambut, anti-jerawat, obat eksem, dan anti-jamur.[10]

Penggunaan minyak nilam yang dicampur dalam sampo herbal juga berguna dalam menyembuhkan ketombe. Untuk melindungi pakaian wol atau sutra dari ngengat, semut, dll, bisa diletakkan daun nilam dalam lemari.[16] Di Eropa dan Amerika, karena sifat nilam yang mengikat, bisa dipakai sebagai parfum. Air rebusan daun nilam pun bisa juga diminum untuk mengobati obat batuk dan asma. Rebusan daun juga bermanfaat untuk bisul. Akarnya dipakai untuk mengobati reumatik. Daun nilam pun dipakai untuk menyedapkan makanan.[16]

Menurut penelitian ilmiah, senyawa α-bulnesene dalam minyak nilam mempunyai manfaat untuk anti-peradangan. Patchoulol dan α-patchoulene dipakai pula untuk anti-jamur. Selain itu pula, minyak nilam pun juga bermanfaat sebagai antidioksida. Selain itu pula, tumbuhan ini juga toksik dengan Aedes aegypti.[17]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d Untung et al. (Juni 2009), hlm.23 – 24.
  2. ^ a b c Wahyudi & Ermiati (2012) hal.2.
  3. ^ Subroto (2009) hal.2
  4. ^ a b Subroto (2009) hal.3
  5. ^ Subroto (2009) hal.5; Halimah & Zetra (2010/2011) hal.1.
  6. ^ a b Kompas (15 September 2018), hlm.17
  7. ^ a b Untung et al. (Juni 2009), hlm.25
  8. ^ a b c d Heyne (1917) hal.129.
  9. ^ a b c d Sastrapradja dkk. (1981) hal.22 – 23.
  10. ^ a b Wahyudi & Ermiati (2012) hal.1
  11. ^ Subroto (2009) hal.50.
  12. ^ a b c Subroto (2009) hal.39 – 44.
  13. ^ Subroto (2009) hal.45 – 49.
  14. ^ a b Subroto (2009) hal.16 – 17.
  15. ^ Subroto (2009) hal.11 – 12.
  16. ^ a b c Subroto (2009) hal.17 – 20
  17. ^ Halimah & Yulfi (2011) hal.1-2, dan 7

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]