Kereta rel listrik Rheostatik
KRL Rheostatik | |
---|---|
Beroperasi | Tidak beroperasi |
Produsen | Nippon Sharyo Kawasaki Heavy Industries Hitachi, Ltd. |
Digantikan | KRL Commuter Line AC |
Konstruksi | 1976-1987 |
Mulai beroperasi | 1976-2013 |
Tanggal dirucat | 2013-2014 |
Jml. sudah diproduksi | 120 unit (30 set) |
Formasi | 4 kereta per set |
Kapasitas | 566 penumpang (rata-rata) |
Operator | PT KAI Commuter Jabodetabek |
Jalur dilayani | KA Commuter Jabodetabek |
Data teknis | |
Konstruksi bodi | Mild Steel Stainless Steel |
Panjang kereta | 20.000 mm |
Lebar | 3.180 mm |
Tinggi | 3.755 mm |
Pintu | 2-3 pintu di setiap sisi |
Kelajuan maksimum | 100 km/jam |
Sistem traksi | Rheostat Tipe motor traksi: HS-836 (120 kW) |
Daya mesin | 120 kW × 8 = 960 kW |
Transmisi | Motor Generator (MG) Tipe: MMC-HTB-10 |
Percepatan | 2,0 km/h/s |
Perlambatan | 3,5 km/h/s (normal) 4,5 km/h/s (darurat) |
Elektrifikasi | 1.500 V DC |
Penangkap arus | Pantograf |
Bogie | NT-40 (Unit TC) ND-112 (Unit M1) |
Abar | Electromagnetic Direct Brake |
Alat perangkai | AAR No. 10A Contour |
Kerja majemuk | Hanya sesama KRL Rheostatik |
Lebar sepur | 1067 mm |
Kereta rel listrik Rheostatik adalah kereta rel listrik non-AC yang pernah dioperasikan di lintas Jabodetabek. KRL ini diproduksi bersama secara Completely Built-Up (CBU) oleh Nippon Sharyo, Kawasaki Heavy Industries, dan Hitachi, Ltd. KRL dengan nomor kode KL3 ini akhirnya berhenti beroperasi setelah dihapuskannya seluruh operasional KRL non-AC pada tanggal 25 Juli 2013. KRL dengan jumlah 120 unit ini menggunakan teknologi Rheostat.[1]
KRL ini juga merupakan salah satu KRL Ekonomi yang andal, karena jarang bermasalah dibandingkan KRL Ekonomi lain seperti BN-Holec, juga karena dapat melintasi rute Serpong dan Tangerang yang dapat membuat KRL-KRL Ekonomi jenis lain bermasalah akibat beberapa kendala. KRL ini juga tidak memiliki masalah suku cadang seperti KRL BN-Holec yang disebabkan pabriknya (BN-Holec) tutup, ini terbukti bahwa masih banyak KRL Rheostatik yang beroperasi sampai akhir masa dinasnya, kecuali unit yang dirucat akibat kecelakaan.
Semua unit KRL ini berada dalam perawatan Balai Yasa Manggarai dari awal sampai akhir masa dinasnya. KRL ini pernah berdinas di semua lintas Jabodetabek.
Sejarah[1]
KRL ini terkenal sebagai KRL paling legendaris sepanjang sejarah karena sudah lebih dari 37 tahun menjadi tulang punggung KRL di Indonesia. Pada tahun 1976, KRL ini hadir di Indonesia untuk menggantikan KRL dan lokomotif listrik (termasuk ESS 3201) yang sudah ada sejak penjajahan Belanda.[2] KRL ini terbuat dari dua jenis baja, yaitu mild steel dan stainless steel. KRL ini didatangkan bersamaan dengan KRD MCW 301.
Tipe KRL (Mild steel dan Stainless steel)
KRL ini merupakan KRL non-AC yang menggunakan kipas angin dan pintu otomatis, namun pintu otomatis KRL tersebut mulai rusak pada dekade 1990-an, saat atapers merajalela.
KRL yang terbuat dari mild steel diimpor pada tahun 1976 (20 unit, 5 set), 1978 (20 unit, 5 set), 1983 (24 unit, 6 set), dan 1984 (16 unit, 4 set). Pada KRL yang diimpor tahun 1976, KRL ini memiliki 2 pintu dan tangga untuk memudahkan penumpang yang naik di peron pendek, seperti di Jakarta Kota. KRL yang diimpor pada tahun 1978-1984 memiliki 3 pintu, dan pintu tinggi dengan pijakan kaki.
KRL yang terbuat dari stainless steel diimpor pada tahun 1986 (20 unit, 5 set) dan 1987 (20 unit, 5 set). KRL ini menggunakan 3 pintu dan pintu tinggi dengan pijakan kaki.
KRL dengan 3 pintu, (Mild Steel batch 1978-1984, Stainless Steel batch 1986-87) awalnya memiliki toilet, namun akhirnya toilet dihilangkan pada dekade 2000-an. KRL Rheostatik Mild dari awal beroperasi sudah menjadi KRL kelas ekonomi, sedangkan KRL Rheostatik Stainless beroperasi sebagai kelas eksekutif (Pakuan AC, dioperasikan mulai tahun 90-an menggunakan KLB Presiden Soeharto), bisnis, dan ekonomi di tahun 1987 sampai 2000, hingga pada tahun 2000 semua KRL Rheostatik Stainless menjadi kelas ekonomi seluruhnya, dengan toilet yang telah dihilangkan.
Kelas (KL1, KL2, dan KL3)[1]
Sebenarnya, KRL Rheostatik beroperasi sebagai KRL ekonomi non-AC sejak awal beroperasinya. Pada awal dekade 90-an, sempat ada satu set yang ditambahkan AC untuk perjalanan kereta api luar biasa (KLB) Presiden Soeharto saat meresmikan jalur layang Manggarai-Jakarta Kota kala itu, dan menjadi KRL kelas eksekutif (KL1) untuk Pakuan AC rute Bogor-Jakarta Kota pp. Tersedia pula KRL Ekspres non-AC kelas bisnis (KL2) yang dilayani dengan KRL Rheostatik berbodi stainless steel sebelum akhirnya dikembalikan menjadi KRL ekonomi (KL3). Saat itu, Kelas ekonomi dilayani oleh semua KRL Rheostatik Mild dan sebagian KRL Rheostatik Stainless.
Penurunan kondisi
Pada era 90-an akhir, seiring makin banyaknya penduduk, pengguna KRL pun makin meningkat. Atapers muncul pada tahun 90-an akhir, karena jumlah armada KRL yang tidak mengimbangi jumlah penumpang. Pintu KRL Rheostatik pun rusak seluruhnya, dan dari pihak Balai Yasa Manggarai juga tidak memperbaiki pintu KRL ini saat pemeliharaan akhir (PA), sampai akhir KRL ini beroperasi. (Kecuali KRL Djoko Lelono, yang pintunya berfungsi lagi). Vandalisme juga sering menimpa KRL ini, terlihat banyak coretan di bodi maupun interior KRL ini saat masih berdinas, khususnya tahun 2000-an keatas.
Perubahan bentuk fisik KRL
Sepanjang karier KRL ini dari tahun 1976 sampai dengan 2013, banyak perubahan yang dialami oleh KRL ini, dari mulai skema warna bodi kereta, bentuk kaca depannya, ataupun interiornya.
Penurunan kondisi juga mulai terasa awal 90-an, bahkan sangat terasa pada akhir tahun 90-an sampai awal 2000-an, sampai pada tahun 2010 kondisi KRL ini cukup membaik dan tidak seburuk dulu, bahkan 1 set KRL Djoko Lelono (8 kereta per set) pintunya berfungsi kembali. Sayangnya pada akhirnya KRL ini harus pensiun dan hanya berdiam dirucat di Stasiun Purwakarta.
Livery KRL
Dari masa ke masa, seiring perubahan status PJKA dari jawatan hingga persero, KRL Rheostatik terus mengalami perubahan livery sejak awal beroperasi hingga akhir masa dinasnya. Karakteristik yang menonjol dari KRL Rheostatik yang berbodi mild steel antara lain dapat diberi aneka warna daripada KRL yang berbodi stainless steel.
Rheostatik Mild Steel
KRL ini awalnya menggunakan livery warna merah di bagian bodi dan kuning di wajah KRL pada awalnya, sampai tahun 1990. Tahun 1991, seiring perubahan status perusahaan kereta dari PJKA ke Perumka, KRL ini dicat merah biru dengan garis putih, seperti KA ekonomi, dengan wajah berwarna merah dan logo Perumka di wajah KRL. Mulai era inilah, pintu KRL mulai tidak berfungsi, akibat diganjal penumpang saat kereta penuh.
Pada tahun 90-an akhir, sejak peluncuran kereta argo dengan livery baru, semua kereta (kecuali KA ekonomi) dicat dengan livery baru garis biru tua-biru muda. KRL ini dicat putih-hijau dengan garis biru tua-biru muda, dan livery ini cukup lama bertahan, tepatnya sampai akhir tahun 2004. Bahkan awal 2005 masih ditemukan kereta dengan livery ini.
Pada era livery putih-hijau juga, KRL ini mulai mengalami perubahan kaca depan dari 3 kaca kotak yang menyatu (seperti KRL JR East 103), menjadi 2 kaca kotak yang menyatu sebelum diubah menjadi kaca kecil yang membulat. Penurunan kondisi KRL ini juga terjadi paling signifikan saat itu karena mulai adanya "atapers" dan makin menumpuknya penumpang.
Tahun 2000-an, warna KRL berubah menjadi orange kecoklatan dengan garis kuning, meskipun banyak KRL yang masih memakai livery sebelumnya sampai 2004, bahkan 2005 awal. Tahun 2005 ke atas KRL ini menjadi warna orange kecoklatan dengan garis kuning dan orange, dan pada tahun 2009 beberapa set sempat dicat dengan warna hijau tua dengan garis hijau susu.
Tahun 2010, KRL ini dicat putih dengan garis orange, dan livery ini merupakan livery terakhir KRL ini sampai akhir masa dinasnya. Lampu kabut juga dipasang di KRL ini mulai era 2010 ke atas.
KRL Rheostatik hasil retrofit Balai Yasa Manggarai
Pada era livery putih-orange, terdapat 2 set hasil modifikasi Balai Yasa Manggarai, yaitu "Djoko Lelono" yang terdiri dari 6 kereta sebelum diubah menjadi 8 kereta, dan "Marcopolo", yang terdiri dari 4 kereta per setnya. Bahkan KRL Djoko Lelono pintunya bisa kembali berfungsi. Sayang, semua KRL tersebut ikut dibawa ke Purwakarta.
KRL Rheostatik Stainless Steel
KRL ini selalu polos dengan garis di bodinya. Pada awal beroperasi, KRL ini menggunakan garis merah, dengan logo PJKA di wajah KRL.
Di era Perumka, KRL ini menggunakan garis biru muda-putih-biru tua untuk kelas eksekutif dan bisnis, dan merah-putih-biru pada kelas ekonomi, mulai tahun 1991 sampai 2000, dan saat KRL ini semua turun pangkat menjadi kelas ekonomi seluruhnya, livery ini masih dipakai sampai semua KRL selesai menjalani perawatan akhir.
Di era PT Kereta Api Indonesia, awalnya KRL-KRL itu menggunakan garis orange-kuning, lalu merah-kuning, dan terakhir merah kuning dengan wajah KRL berwarna putih sampai akhir masa dinasnya. Di masa-masa akhir dinas KRL ini juga ada beberapa yang dipasang lampu kabut.
Bentuk kaca depan
Rheostatik Mild Steel
KRL Mild Steel awalnya menggunakan kaca depan seperti KRL JR 103, namun pada tahun 90-an akhir, kaca KRL ini diubah menjadi 2 kaca depan kotak besar yang menyatu, lalu akhirnya diubah menjadi 2 kaca kotak dengan sudut yang melengkung dengan ukuran yang lebih kecil, untuk menghindari pelemparan batu. Lalu, ukurannya diperbesar tahun 2000-an. Teralis besi dipasang tahun 2000-an ke atas.
Rheostatik Stainless Steel
Bentuk kaca KRL Rheostatik Stainless Steel tidak berubah sejak dulu, sejak pertama kali beroperasi.
Djoko Lelono I, New Marcopolo[3], dan Catdog
Kisah paling menyedihkan mungkin juga dapat diambil dari sejumlah KRL Rheostatik yang mengalami modifikasi, yaitu KRL "Djoko Lelono I", "New Marcopolo", dan "Catdog".
KRL "Djoko Lelono I"
KRL Djoko Lelono I adalah KRL non-AC yang kabin masinisnya aerodinamis dan inovatif hasil kerja Balai Yasa Manggarai. Mulai operasi kembali setelah modifikasi pada tahun 2009, KRL ini memiliki wajah kabin yang konon terinspirasi dari KA Intercity-Express (ICE) di Eropa. Pintu penumpang juga sudah diaktifkan kembali sehingga dapat membuka dan menutup seperti sediakala.
Namun kini, inovasi yang ditanamkan tersebut tak mampu menyelamatkan KRL Djoko Lelono I ini, dari giliran perucatan. KRL Djoko Lelono diberangkatkan ke Purwakarta.
KRL "New Marcopolo"
Ada juga KRL lain, yaitu "New Marcopolo". KRL ini juga dimodifikasi interiornya, juga kabin masinisnya, serta dilengkapi kisi-kisi aliran udara pada bagian langit-langit kereta yang mungkin dipergunakan sebagai antisipasi jika dipasangi AC. Namun, hal itu urung dilakukan mengingat KRL ini menyusul rekan-rekannya untuk menetap di Purwakarta.
KRL "Catdog"
Pada tahun 1993, terjadi kecelakaan kereta api Ratu Jaya 1993 di daerah Ratu Jaya, Depok, tepatnya di antara Stasiun Depok dan Citayam (saat itu jalur masih single-track), yaitu kejadian tabrakan antar kereta, yaitu KRL ekonomi Rheostatik Mild dan Stainless steel. Karena 2 kereta dari masing-masing set rusak dan tidak bisa beroperasi lagi, maka 2 kereta dari masing-masing set yang tersisa digabungkan, menjadi kereta yang unik. Selama tahun 1993 sampai 2000-an, rangkaian ini menggunakan livery Perumka. Lalu mulai tahun 2000 sampai kereta ini berhenti beroperasi, skema warna yang digunakan adalah skema warna KRL Rheostatik Stainless, dimana bagian dari KRL yang merupakan KRL Mild Steel ikut dicat abu-abu dan garis orange-kuning, agar KRL ini tidak terlalu terlihat seperti gabungan 2 jenis kereta berbeda. Sampai saat ini, KRL ini belum dikirim ke Purwakarta untuk diafkirkan karena masih disimpan di Dipo Depok, kemungkinan sebagai KRL penolong atau untuk membantu langsiran.
Pengafkiran KRL Rheostatik
Sejak tak lagi dioperasikannya seluruh KRL ekonomi non-AC, KRL Rheostatik disimpan di Dipo KRL Depok dan Balai Yasa Manggarai. KRL Rheostatik dengan body mild steel sebagian dikirim ke Stasiun Purwakarta untuk diafkirkan. Sementara KRL Rheostatik stainless steel ada yang masih disimpan di Dipo KRL Depok atau Balai Yasa Manggarai, karena tidak menutup kemungkinan untuk direkondisi menjadi KRL AC, tetapi akhirnya ada juga yang ikut dirucat ke Purwakarta. Akan tetapi, komponen dan instrumen KRL Rheostatik yang masih berfungsi dengan baik terlebih dahulu dilepas dan disimpan sebelum dibawa ke Purwakarta untuk dirucat, sedangkan bogie dan rodanya ditumpuk disana juga.
Tetapi, sampai saat ini belum ada tanda-tanda KRL ini akan dihancurkan menjadi besi tua, namun hanya ditumpuk saja di Purwakarta, kemungkinan hanya untuk mengosongkan dipo maupun Balai Yasa agar dapat memuat KRL JR East 205 yang baru.
Kini, masih ada beberapa rangkaian KRL Rheostatik yang bernasib mujur dibandingkan rekan-rekannya. Namun, KRL yang masih aktif ini dioperasikan untuk pengangkut logistik antar dipo atau KRL penolong jika sewaktu-waktu diperlukan. Beberapa KRL juga masih disimpan. Sampai saat ini, masih belum ada tanda-tanda KRL ini akan dipreservasi, padahal KRL ini adalah KRL paling legendaris di Indonesia dan sangat bersejarah karena merupakan KRL modern pertama di Indonesia.
Referensi
- ^ a b c Majalah KA Edisi Juni 2014
- ^ Indonesian Heritage Railway: Lokomotif listrik ESS3201
- ^ Sejarah tipe kereta rel listrik di Jakarta
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi KRL