Lompat ke isi

Adji Darma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pangeran Kasoema Nagara
Raja Cantung dan Buntar Laut
Berkuasa1863-1890
PendahuluAdji Madoera bin Raja Adji Djawa
PenerusAbdul Majid Kasuma
PangeranLihat daftar
Pemakaman25 Juni 1929
Bondowoso, Jawa Timur
Keturunan♀ Adji Putri Ambar (anak Adji Oetin)

♀ Adji Kurbah (anak Adji Oetin)
♂ Adji Karma Kasuma (anak Nyai Daerah)
♂ Adji Mohammad (anak Nyai Daerah)

♂ Adji Moh. Saidillah (anak Nyai Daerah)
WangsaDinasti Tanah Bumbu
Ayah♂ Adji Madoera bin Raja Adji Djawa
Ibu♀ Ratoe Jumantan binti Pangeran Praboenata

Adji Darma (Pangeran), bergelar (abhiseka) Pangeran Kasoema Nagara (logat Banjar) atau Pangeran Kusumanegara (logat Jawa) adalah Kepala Landschap Cantung dan Buntar Laut (Bahasa Belanda: Hoofd van het eiland Tjantong en Boentar Laoet), sekarang wilayah kecamatan Hampang dan beberapa desa di kecamatan Kelumpang Hulu, Kalimantan Selatan.[1][2]

Pangeran Adji Darma alias Pangeran Kasoema Nagara diasingkan pemerintah kolonial Belanda ke Bondowoso sampai akhir hayatnya.[3]

Nama lahirnya Adji Darma, setelah dinobatkan, maka gelar Pangeran ditambahkan di depan nama lahirnya tersebut dengan panggilan Pangeran Adji Darma. Dia lahir di daerah Tjantoeng (Cantung) yang sekarang berubah menjadi kecamatan Hampang, Kalimantan Selatan. Ayahnya bernama Adji Madoera/Adji Daha bin Adji Jawa bin Adji Raden bin Pangeran Prabu bin Panembahan Adam/Aji Duwo bin Adji Anom Singa Maulana (1644-1667) bin Adji Mas Anom Indra (1607-1644) bin Adji Mas Pati Indra (1567-1607) bin Pangeran Abu Mansyur Indra Jaya (Bangsawan dari Giri tanah Jawa).: Kabupaten Paser

Ibunda Pangeran Kasoema Nagara adalah Ratoe (Ratu) Jumantan binti Pangeran Praboenata (Raja Sampanahan).

Wilayah Tjantoeng (Cantung) dulunya masuk dalam wilayah kerajaaan "Tanah Boemboe (Tanah Bumbu)" (Kerajaan: Sampanahan, Bangkalaan, Cengaal, Manoenggoel (manunggul), Tjantoeng (Cantung), Batoe Licin (Batu Licin) dan Boentar Laoet (Buntar Laut ) [1]. Tanah Bumbu di Kepalai oleh Ratoe Mas (Ratu Mas) , Raja Tanah Bumbu 3 (1740-1780) binti Pangeran Mangoe (Mangu), Raja Tanah Bumbu 2 (1700-1740) bin Pangeran Dipati Toeha (Tuha) 2 Raja Tanah Bumbu 1 (1660-1700) yang di berikan oleh Soeltan Saidoellah/Raden Kasoema Alam (Sultan Saidullah), yang bergelar Panembahan Batoe 1 sebagai Raja Banjar ke 6 (1646-1660) dari trah Kesultanan Banjar.

Kerajaan Cantung mulai di kenal pada era Adji Jawa (1825-1841) yang sebelumnya di Aneksasi oleh Kerajaan Pasir. [2] Adji Jawa mengambil alih ke 6 (enam) divisi: Sampanahan, Bangkalaan, Cengaal, Manunggul, Cantung, Batoe Licin dan Buntar Laut Ketika menikahi Gusti Katapi binti Gusti Muso [3] dan Gusti Kamil binti Gusti Kamir.Aji Jawa mengadakan "Kontrak Politik" Pada Tanggal 25 Juli 1825 No.24 .

Raja Adji Jawa melimpahkan kekuasaan Cantung kepada anaknya Adji Madoera / Adji Daha dari ibunya Gusti Katapi Binti Gusti Muso pada tahun 1841. Semenjak itu Adji Madoera / Adji Daha menjadi Raja Cantung pada tahun 1841-1863 menggantikan Ayahandanya (Adji Jawa). [4]

Adji Madoera / Aji Daha sekitar tahun 1845 juga mengambil alih "Kerajaan Buntar Laut" dari bibinya Gusti Dandai yang meninggal dunia karena tidak memiliki keturunan.Sehingga wilayah kekuasaannya menjadi Cantung dan Buntar Laut.[5]

Pada tanggal 10 Oktober 1862 (BT 10 Oktober 1862 No.22) Adji Madoera mengadakan "Kontrak politik" dengan Pemerintahan Hindia Belanda.

IN NAAM DES KONINGS

Adji Madoera memberikan Kekuasaan kepada Anaknya Pangeran Koesoemanegara sekitar tahun "1864". Semenjak tahun 1864 di mulailah era kepemimpinan Raja Cantung dan Buntar laut Pangeran koesoemanegara / Adji Darma. [6]

Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma sangat di hormati oleh rakyatnya dan di segani oleh kawan maupun lawan.Di Dalam mengatur roda pemerintahan Pangeran Koesoemanegara di bantu oleh Datu Tingkan sebagai panglima perangnya. Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma sering berkomunikasi dengan rakyatnya tanpa pandang bulu.dia seorang yang taat di dalam menjalankan syariat islam tanpa menbedakan agama satu dengan lainnya. Sehingga Pangeran Kasoema Nagara / Aji Darma raja Cantung dan Buntar laut sangat di cintai oleh rakyatnya.

Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma menikah dengan Adji Oetin binti Pangeran Muda Arifbillah / Aji Samarang (Raja Tanah Boembu (Bangkalaan, Cengaal, Manunggul)) memperoleh anak:

  1. Adji Putri Ambar
  2. Adji Kurbah

Pada Masa itu Wilayah kerajaan Cantung dan buntar Laut di bawah Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma "sangat menentang" (tidak menyukai) Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang di anggap merugikan Bangsa Indonesia khususnya rakyat Cantung. Kerajaan Cantung dan Buntar laut mencapai kemakmuran pada era kepemimpinan Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma sehingga membuat iri lawan-lawannya. Banyak cara yang telah di lakukan lawan-lawanya untuk mengambil "alih kekuasaan" Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma.

Kolonial Hindia Belanda yang terkenal dengan "politik adu domba" menyusun strategi untuk menjatuhkan kekuasaan Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma, Sehingga sekitar tahun 1890 dia di anggap makar oleh Kolonial Hindia Belanda karena ikut membantu "Goesti Arsyad/Sultan Moh Seman" dalam perang kemerdekaan/perang melawan penjajahan yang pada akhirnya di internir/exiled (diasingkan) ke Surabaya melalui jalan laut, lalu di teruskan ke Pelabuhan Panarukan (di bawah karesidenan Besuki) dan selanjutnya ditempatkan di Bondowoso Jawa Timur dengan pengawalan yang ketat. "(BT 30 Oktober 1901 No.46)"

Makam Pangeran Kasoema Nagara di Bondowoso

Ratoe Jumantan Ibunda Pangeran Koesoemanegara ikut serta hingga ke Bondowoso Jawa Timur. Ratoe Jumantan meninggal dan di makamkan di Bondowoso bersebelahan dengan makam Pangeran Koesoemanegara / Adji Darma pada tahun 1325 H atau tahun 1904

Pangeran Kasoema Nagara/ Adji Darma tutup usia pada tanggal 17 Muharam 1348 H atau 25 Juni 1929 dan di makamkan di Bondowoso Jawa Timur.

H. Hendri Nindyanto, SH: keturunan ke 4 dari Pangeran Kasoema Nagara / Adji Darma Bin Adji Madoera .

Silsilah Kekerabatan dan Sejarah Pewarisan Wilayah

[sunting | sunting sumber]

Silsilah menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar & Kotawaringin yang disebut juga Hikayat Banjar resensi 1.[4]

Saudagar Jantam[5]

↓ (berputra)

Saudagar Mangkubumi x Sita Rara

↓ (berputra)

Raja Negara Dipa I: Ampu Jatmaka (anak angkat Raja Kuripan) x Sari Manguntu

↓ (berputra)

Raja Negara Dipa II: Lambu Mangkurat (saudara angkat Raja Negara Dipa III Puteri Junjung Buih) x Dayang Diparaja binti Aria Malingkun dari Tangga Ulin

↓ (berputra)

Putri Huripan x Raja Negara Dipa V: Maharaja Suryaganggawangsa bin Raja Negara Dipa IV: Maharaja Suryanata (suami dari Raja Negara Dipa III: Puteri Junjung Buih)

↓ (berputra)

Putri Kalarang x Pangeran Suryawangsa (adik Maharaja Suryaganggawangsa)

↓ (berputra)

Raja Negara Dipa VI: Maharaja Carang Lalean x Raja Negara Dipa VII: Putri Kalungsu (adik Putri Kalarang)

↓ (berputra)

Raja Negara Daha I: Maharaja Sari Kaburungan

↓ (berputra)

Raja Negara Daha II: Maharaja Sukarama

↓ (berputra)

Putri Galuh Baranakan x Raden Mantri Alu bin Raden Bangawan bin Maharaja Sari Kaburungan

↓ (berputra)

Sultan Banjar I: Sultan Suryanullah

↓ (berputra)

Sultan Banjar II: Sultan Rahmatullah

↓ (berputra)

Sultan Banjar III Sultan Hidayatullah

↓ (berputra)

Sultan Banjar IV: Sultan Musta'ain-nu Billah/Marhum Panembahan/Pangeran Senapati x Ratu Agung binti Pangeran Demang bin Sultan Rahmatullah

↓ (berputra)

Sultan Banjar V: Sultan Inayatullah (Ratu Agung)

↓ (berputra)

Sultan Banjar VI: Sultan Saidullah (Sultan Ratu)

↓ (berputra)
  1. Sultan Banjar: Sultan Saidullah 2/Raden Basus/Suria Negara/Sultan dari Nagara (anak Nyai Wadon Raras)
  2. Sultan Banjar: Sultan Tahlillullah/Sultan Amrullah Bagus Kasuma (Raden Bagus)/Suria Angsa/Sultan dari Kayu Tangi (anak Nyai Wadon)
↓ (berputra)

Raja Tanah Bumbu I: Pangeran Dipati Tuha/Pg. Dipati Mangkubumi

↓ (berputra)

Raja Tanah Bumbu II: Pangeran Mangun Kasuma

↓ (berputra)

Raja Tanah Bumbu III: Ratu Mas (saudari dari Ratu Sepuh) x Pangeran Dipati (Daeng Malewa) dari Gowa

↓ (berputra kandung & berputra tiri)
  1. Ratu Intan I - (anak kandung Ratu Mas, menjadi Raja Cantung 1 & Batulicin 1/Dinding Papan)
  2. Pangeran Layah (Raja Buntar Laut 1)
  3. Pangeran Prabu gelar Sultan Sepuh - (anak tiri Ratu Mas, menjadi Raja Sampanahan, Bangkalaan, Cengal, Manunggul) x Ratu Sepuh ?
↓ (berputra)
  1. Pangeran Nata gelar Ratu Agung (Raja Bangkalaan, Manunggul, Sampanahan)
  2. Pangeran Seria (Raja Cengal)
  3. Gusti Ali gelar Pangeran Mangku (Raja Sampanahan)
  4. Gusti Kamir gelar Pangeran Muda (Raja Bangkalaan)
  5. Raja Cantung 2 & Batulicin 2 (Raja Tanah Bumbu): Raja Gusti Besar x Aji Raden Bin Pangeran Prabu bin Panembahan Adam/Aji Duwo
↓ (berputra)

Raja Tanah Bumbu: Raja Adji Djawa (Pangeran Adji Jawi) x Gusti Katapi binti Gusti Muso (Sub-Raja Bangkalaan)

↓ (berputra)

Raja Cantung & Buntar Laut: Raja Adji Madoera x Ratu Jumantan binti Raja Sampanahan Gusti Prabu Nata

↓ (berputra)

Raja Cantung & Buntar Laut: Pangeran Adji Darma x Adji Oetin binti Pangeran Muda Arifbillah / Adji Samarang (Raja Tanah Bumbu: Bangkalaan, Cengal, Manunggul))

  1. Adji Kurbah
  2. Adji Putri Ambar

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Dutch East Indies. Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien (1888). "Netherlands Departement van Koloniën, Netherlands Departement van Overzeesche Gebiedsdeelen". Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 17. J.G. Stemler. hlm. 358. 
  2. ^ Dutch East Indies. Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien (1888). Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 17. Dutch East Indies: J.G. Stemler. hlm. 358. 
  3. ^ Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer (1902). Verslag der handelingen (dalam bahasa Belanda). Dutch East Indies. hlm. 11. 
  4. ^ (Melayu)Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia (Selangor Darul Ehsan): Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X
  5. ^ http://sinarbulannews.files.wordpress.com/2011/01/silsilah-sultan-adam.jpg

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]