Ahmadiyаh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 November 2020 00.13 oleh Rachmat04 (bicara | kontrib) (Reverted to revision 17106854 by Rahmatdenas (talk))

Ahmadiyyah (Urdu: احمدیہ, Ahmadiyyah) atau sering pula ditulis Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang dibawah oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) bertujuan untuk membangkitkan umat Islam India yang berada pada penjajahan Kolonial Inggris yang membawa pengaruh dalam penyebaran agama Kristen oleh para misionaris, mengkanter gerakan modernisasi Sayyid Ahmad Khan dan kebangkitan fundamentalisme Hindu Arya Samaj. Pada tahun 1889, di sebuah desa yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al-Masih dan al-Mahdi.[1]

Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua Jema'at yakni Jema'at Ahmadiyah Qadian dan Jema'at Ahmadiyah Lahore. Penyebab terpecahnya Jema'at Ahmadiyah disebabkan oleh faktor kepemimpinan, ada yang menghendaki Hadhrat Mirza Ghulam Bashiruddin Mahmud Ahmad (Putra kedua Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad) dan ada yang menghendaki Muhammad Ali (tokoh senior Ahmadiyah). Tetapi, mayoritas Jema'at Ahmadiyah memilih Hadhrat Mirza Ghulam Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. "Jema'at Muslim Ahmadiyah" (atau Ahmadiyah Qadian) dibawah Hadhrat Mirza Ghulam Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a sebagai Khalifatul al-Masih al-Mau'ud II memindahkan pusat Ahmadiyah ke London. Pengikut jema'at ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jema'at Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).[2] "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore) dengan kepindahan Muhammad Ali ke Pakistan untuk mengembangkan Ahmadiyah di Lahore. Di Indonesia, pengikut jema'at ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.[3]

Tujuan pendirian

Jema'at Muslim Ahmadiyah (Ahmadiyya Muslim Community) adalah satu organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia[4]. Jema'at Muslim Ahmadiyah adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia, Eropa dan Israel. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang.[5] Jema'at Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al Qur'an ke dalam bahasa-bahasa besar di dunia dan sedang merampungkan penerjemahan al Qur'an ke dalam 100 bahasa di dunia. Sedangkan Jema'at Ahmadiyah di Indonesia telah menerjemahkan al Qur'an dalam bahasa Indonesia, Sunda, dan Jawa. Pada 13 Februari 1835 M/ 14 Syawal 1250 H [6].
Iain Adamson}}, di sebuah desa bernama Qadian, di daerah Punjab, India, lahir seorang anak laki-laki bernama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. Terlahir dari seorah ayah yang bernama Hadhrat Mirza Ghulam Murtaza dan seorang ibu yang bernama Ciraagh Bibi. Keluarga Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad masih keturunan Moghal dari Haji Barlas yang juga paman dari Tughlak Timur. Pada abad 10 H atau abad XVI M keturunan yang bernama Mirza Hadi Beq bersama 200 pengikutnya mendirikan perkampungan yang disebut Islampur. Sejak awal kehidupannya, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad sudah amat tertarik pada telaah dan khidmat agama Islam. Mendapatkan pelajaran al-Qur'an dan kitab-kitab berbahasa Persia dari Fazal Ilahi dan pelajaran mantiq dari Gul Ali Syah. Ia sering bertemu dengan individual Kristiani, Hindu ataupun Sikh dalam perdebatan publik, serta menulis dan bicara tentang mereka. Dalam perjalanan hidup Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad telah menuangkan gagasannya dalam buku sebanyak 86 buah, bahkan sehari sebelum meninggalnya pada 25 Mei 1908 masih sempat menyerahkan draf tulisannya kepada penerbit. Sehingga kepergian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad bukan hanya meninggalkan isteri dan anak yang teramat dicintainya, tetapi yang lebih mengagumkan telah meninggalkan buah karya bagi kalangan Ahmadi boleh berbangga. Hal ini menjadikan lingkungan keagamaan menjadi tertarik kepadanya dan ia dikenal baik oleh para pimpinan komunitas. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mulai menerima wahyu Ilahi sejak usia muda dan dengan berjalannya waktu maka pengalaman perwahyuannya berlipat kali secara progresif. Setiap wahyu yang diterimanya kemudian terpenuhi pada saatnya, sebagian di antaranya yang berkaitan dengan masa depan masih menunggu pemenuhannya. Dakwahnya menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan al-Masih al-Mau'ud dilakukan pada akhir tahun 1890, dan dipublikasikan ke seluruh dunia. Pernyataannya, seperti juga halnya para pembaharu Ilahiah lainnya seperti Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW, langsung mendapat tentangan luas. Sebelum menyatakan dirinya sebagai al-Masih al-Mau'ud, Allah SWT telah menjanjikan kepada Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad melalui wahyu bahwa:

Wahyu ini memberikan janji akan adanya dukungan Ilahi dalam penyebaran ajaran Jema'at yang telah dimulainya di dalam Islam. Mentaati perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai Al-Masih bagi umat Kristiani, sebagai Imam Mahdi bagi umat Muslim, sebagai Krishna bagi umat Hindu, dan lain sebagainya. Jelasnya, ia adalah "Nabi Yang Dijanjikan" bagi masing-masing bangsa, dan ditugaskan untuk menyatukan umat manusia di bawah bendera satu agama. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi umat Islam adalah seorang nabi yang membawa ajaran yang bersifat universal; dan sosok Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang menyatakan diri sebagai al- Masih yang dijanjikan juga menyatakan dirinya tunduk dan menjadi refleksi dari Muhammad, Khataman Nabiyin. Menjelaskan tentang tujuan diutusnya wujud al-Masih al-Mau'ud, ia menjelaskan:

Menyusul wafatnya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad pada 26 Mei 1908, para Muslim Ahmadi memilih seorang pengganti sebagai Khalifah. Sosok Khalifah merupakan pimpinan keruhanian dan administratif dari Jema'at Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jema'at Ahmadiyah di seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Ghulam Mirza Masroor Ahmad yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifahtul al-Masih al-Mau'ud kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.

Dengan bimbingan seorang Khalifah, Jema'at Ahmadiyah berada di barisan terdepan dalam khidmat dan kesejahteraan kemanusiaan. Banyak sekolah-sekolah, klinik dan rumah sakit yang didirikan di berbagai negeri, di mana mereka yang papa dan miskin dirawat secara gratis. Saat terjadi bencana alam, Jemaat Ahmadiyah membantu secara sukarela secara finansial ataupun fisik tanpa membedakan agama, warna kulit ataupun bangsa. Jemaat Ahmadiyah telah memiliki jaringan televisi global yang bernama "MTA (Muslim Television Ahmadiyya) International", yang mengudara dua puluh empat jam sehari dalam beberapa bahasa dunia. Layanan ini diberikan tanpa memungut biaya. Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke lebih dari 170 negara di dunia dan populasinya diperkirakan sudah mencapai 80 juta manusia yang telah berbai'at ke dalam Jemaat pada tahun 2001.

Bai'at dalam Jema'at Ahmadiyah

Bulan Desember 1888, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima ilham Ilahi untuk mengambil bai'at dari orang-orang, setelah sebelumnya menolak untuk menerima pembai'atan sebab belum ada wahyu yang mengizinkan. Bai'at yang pertama diselenggarakan di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889 di rumah seorang mukhlis bernama Mia Ahmad Jaan. Dan orang yang bai'at pertama kali adalah Hadhrat Maulvi Nuruddin (yang nantinya menjadi Khalifah pertama Jema'at Ahmadiyah). Pada hari itu kurang lebih 40 orang telah bai'at, tetapi setelah 100 tahun sepeninggalan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad terhitung semenjak pembai'atan Jema'at Ahmadiyah telah dianut diberbagai negara.[8].

Sepuluh syarat Bai'at

  1. Orang yang bai'at, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik.
  2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara, pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
  3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
  4. Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara papaun juga.
  5. Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
  6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya.
  7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun.
  8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih daripada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
  9. Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya.
  10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al-Masih al-Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja.

Para Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad

Khalifah Ahmadiyah Qadiyan

  1. Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih I, 27 Mei 1908 - 13 Maret 1914
  2. Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih II, 14 Maret 1914 - 7 November 1965
  3. Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III, 8 November 1965 - 9 Juni 1982
  4. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, 10 Juni 1982 - 19 April 2003
  5. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, 22 April 2003 - sekarang

Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)

Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat sebagai pemimpin.

Adapun para Amir tersebut adalah sbb:

  1. Hazrat Maulana Hakim Nurudin
  2. Maulana Muhammad Ali MA. LLB.
  3. Maulana Sadrudin
  4. Dr. Saed Ahmad Khan
  5. Prof. Dr. Asghar Hamid Ph.D
  6. Prof. Dr.Abdul Karim Saeed

Media elektronik

Salah satu media elektronik milik Ahmadiyah yang terbesar adalah televisi. Mereka telah membuat satu televisi yang mereka namai MTA, yaitu Moslem Television Ahmadiyya. Proyek ini dirintis oleh Khalifah Ahmadiyah yang ke-empat, Mirza Tahir Ahmad[9].

Rujukan

Pranala luar