Dahhak bin Qais Asy-Syaibani

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Januari 2023 11.10 oleh Irfan Thoriq (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{Short description|Pemimpin pemberontakan Khawarij (meninggal tahun 746)}} {{Infobox criminal|name={{nowrap|Adh-Dhahhak bin Qais asy-Syaibani}}<br>{{lang|ar|الضحاك بن قيس الشيباني}}|death_date=746|criminal_penalty=Dibunuh oleh bala tentara Umayyah|criminal_charge=Pengkhianatan negara}} '''Adh-Dhahhak bin Qais asy-Syaibani''' ({{lang-ar|الضحاك بن قيس الشيباني}}) adalah seorang pemimpin pemberontakan kaum Khawarij yang...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Adh-Dhahhak bin Qais asy-Syaibani
الضحاك بن قيس الشيباني
Meninggal746
Gugatan kejahatanPengkhianatan negara
Hukuman kriminalDibunuh oleh bala tentara Umayyah

Adh-Dhahhak bin Qais asy-Syaibani (Arab: الضحاك بن قيس الشيباني) adalah seorang pemimpin pemberontakan kaum Khawarij yang gagal di Irak dalam melawan pemerintahan Khalifah Marwan II dari tahun 745 hingga kematiannya di medan pertempuran pada tahun 746.

Krisis kekhalifahan dan pemberontakan kaum Khawarij

Setelah penggulingan pemerintahan Khalifah al-Walid II di awal tahun 744, dimulailah masa gejolak pada Kekhalifahan Umayyah; penerusnya, Yazid III, meninggal setelah hanya beberapa bulan memerintah, dan Marwan bin Muhammad, gubernur Armenia dan Azerbaijan, kemudian berkuasa menjadi khalifah setelah menaklukkan Damaskus dan Syam dan mengambil alih kekhalifahan dari Ibrahim bin al-Walid, penerus Yazid III. Namun, otoritas Marwan bin Muhammad atau Marwan II sebagai seorang khalifah tidak diakui dimanapun.[1]

Di Irak, gejolak terjadi antara gubernur Irak, Abdullah bin Umar bin Abdul-Aziz yang ditunjuk pada masa kekhalifahan Yazid III, dengan Nadhr bin Sai'd al-Harasyi, gubernur yang ditunjuk oleh Marwan. Konflik tersebut memunculkan pemberontakan Khawarij yang dipimpin oleh Sai'd bin Bahdal, yang kemudian meninggal akibat wabah dan digantikan oleh Dhahhak.[2][3] Dhahhak segega mengumpulkan pasukan besar dan berhasil mengalahkan dua gubernur tersebut yang telah bersekutu pada April atau Mei 745. Setelah kekalahan mereka, Nadhr kembali ke istana Marwan dan Abdullah bin Umar sendiri mundur kebenteng di Wasith, yang kemudian dikepung oleh pasukan Dhahhak. Namun pada Agustus, Ibnu Umar bersedia untuk menyerah dan secara mengejutkan, sebagai anggota bani Umayyah dan berasal dari suku Quraisy, suku Nabi Muhammad, mendukung Dhahhak yang bukan termasuk dari bani Umayyah, yang saat itu telah dinyatakan sebagai seorang khalifah oleh para pengikutnya.[2][3] Kufa sekarang diduduki oleh bala tentara Dhahhak dan menjadi pusat kekuasaannya. Ibnu Umar sendiri ditunjuk sebagai gubernur Wasith, Irak bagian timur, dan bagian barat Persia. Kedermawanan hati Dhahhak kepada para pengikutnya, serta daya tarik dari doktrin Khawarij saat itu, memperbesar anggota pengikutnya, sehingga pasukannya dapat mencapai hingga 120.000 orang. Jendral Sulaiman yang tersohor, putra dari Khalifah Hisyam bin Abdul-Malik yang memusuhi Marwan, juga berlindung kepada Dhahhak.[2][3]

Akhir dari pemberontakan

Ketika Marwan disibukkan dengan pengepungan yang dilakukannya di Homs yang dipertahankan oleh saudara Sulaiman, Sa'id, pasukan Khawarij yang dipimpin Dhahhak bergerak menuju wilayah Al-Jazira, di Mesopotamia bagian utara. Setelah menaklukkan Mosul, Marwan memerintahkan putranya Abdullah, yang berada di Harran, untuk menghadapi pergerakan pasukan pemberontak Khawarij. Namun, Abdullah dikalahkan dan mundur ke Nisibis yang kemudian dikepung. Namun setelah Homs ditaklukkan, Marwan dan bala tentaranya dengan cepat bergerak ke timur. Pasukan yang dipimpin Marwan dan pasukan pemberontak Khawarij yang dimpimpin Dhahhak bertemu di Kafatuta pada Agustus atau September 746, dan pasukan Dhahak dikalahkan dengan Dhahhak sendiri tewas di awal pertempuran. Penerusnya, al-Khaybari, mencoba untuk kembali menyerang namun juga terbunuh.[2][4] Walaupun demikian, pemberontakan Khawarij masih bertahan di bawah kepemimpinan Abu Dulaf selama satu tahun lagi, namun pada akhir tahun 747, wilayah Mesopotamia, Irak, dan Persia telah diamankan oleh Marwan.[5]

Referensi

  1. ^ Hawting (2000), pp. 93-97
  2. ^ a b c d Veccia Vaglieri (1965), p. 90
  3. ^ a b c Hawting (2000), p. 100
  4. ^ Hawting (2000), pp. 100-101
  5. ^ Hawting (2000), p. 101

Bibilografi