Fridtjof Wedel-Jarlsberg Nansen

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Fridtjof Nansen
Fridtjof Wedel-Jarlsberg Nansen
LahirFridtjof Wedel-Jarlsberg Nansen
(1861-10-10)10 Oktober 1861
Toko Frøen, Christiania, Norwegia
Meninggal13 Mei 1930(1930-05-13) (umur 68)
Polhøgda, Lysaker, Norwegia
PendidikanUniversitas The Royal Frederick
PekerjaanScientist, penjelajahan, kemanusiaan
Suami/istriEva Sars (meninggal 1 Desember 1907)
Sigrun Munthe
Anak2 anak perempuan, 3 anak laki-laki
Orang tuaBaldur Nansen dan Adelaide (née Wedel-Jarlsberg) Nansen
PenghargaanPenghargaan Nobel Perdamaian (1922)
Kerajaan Orde Norwegia Olav
Orde yang Dannebrog
Légion d'honneur
Ordo Santo Stanislaus
Medal Geografis Cullum (1897)
Tanda tangan

Fridtjof Nansen (/ˈfrɪd.tjɒf ˈnænsən/ FRID-choff NAN-sən; 10 Oktober 1861 – 13 Mei 1930) adalah seorang penjelajah, ilmuwan, diplomat, humanitarian dan penerima Nobel Perdamaian Norwegia. Pada masa mudanya, ia menjadi juara lomba ski dan selancar es. Ia memimpin tim yang membuat perlintasan pertama bagian dalam Greenland pada 1888, menjadikan pulau tersebut tempat ski lintas negara. Ia meraih ketenaran mancanegara setelah mencapai rekor ketinggian utara 86°14′ dalam ekspedisi Kutub Utara pada tahun 1893–96. Meskipun ia pensiun dari penjelajahan setelah ia pulang ke Norwegia, teknik perjalanan kutubnya dan inovasinya dalam peralatan dan busana mempengaruhi generasi penjelajahan Arktik dan Antartika pada masa selanjutnya.

Nansen belajar zoologi di Universitas Kerajaan Frederick di Christiania (berganti nama menjadi Oslo pada 1925), dan kemudian bekerja sebagai kurator di Museum Bergen dimana penelitiannya tentang sistem tekanan pusat pada makhluk-makhluk laut dalam membuatnya meraih gelar dokerandes dan membantu pendirian teori-teori neurologi modern. Setelah tahun 1896, peminatan saintifik utamanya beralih ke oseanografi; dalam rangka risetnya, ia membuat beberapa penjajap saintifik, utamanya di Atlantik Utara, dan berjasa atas pengembangan peralatan oseanografi modern. Sebagai salah satu warga utama di negaranya, pada 1905 Nansen menyerukan agar penyatuan antara Swedia dan Norwegia diakhiri, dan tokoh penting dalam mendorong Pangeran Carl dari Denmark untuk menerima tahta dari Norwegia yang baru merdeka. Antara 1906 dan 1908, ia menjabat sebagai perwakilan Norwegia di London, dimana ia membantu negosiasi Traktat Integritas yang memandu status kemerdekaan Norwegia.

Pada dekade akhir hidupnya, Nansen utamanya mencurahkan dirinya pada Liga Bangsa-Bangsa, setelah ia diangkat menjadi Komisioner Tinggi Liga untuk Pengungsi pada 1921. Pada 1922, ia dianugerahi Nobel Perdamaian atas karyanya menengahi para korban terusir dari Perang Dunia Pertama dan konflik-konflik terkait. Salah satu inisiatif yang ia perkenalkan adalah "paspor Nansen" bagi orang-orang tak bernegara, sebuah sertifikat yang diakui oleh lebih dari 50 negara. Ia bekerja menengahi para pengungsi sampai ia wafat mendadak pada 1930, setelah Liga mendirikan Jawatan Internasional Nansen untuk Pengungsi dengan tujuan melanjutkan karyanya. Jawatan tersebut meraih Nobel Perdamaian pada 1938. Nansen dihormati oleh beberapa negara, dan namanya dikenang dalam sejumlah fitur geografi, terutama di kawasan-kawasan kutub.

Latar belakang keluarga dan masa kecil

Nansen pada usia empat tahun

Keluarga Nansen berasal dari Denmark. Hans Nansen (1598–1667), seorang pedagang, adalah seorang penjelajah awal dari kawasan Laut Putih di Samudera Arktik. Pada masa berikutnya, ia bermukim di Copenhagen, menjadi borgmester di kota tersebut pada 1654. Generasi-generasi berikutnya dari keluarga tersebut tinggal di Copenhagen sampai pertengahan abad ke-18, saat Ancher Antoni Nansen pindah ke Norwegia (saat itu dikuasai oleh Denmark). Putranya, Hans Leierdahl Nansen (1764–1821), adalah seorang magistrat mula-mula di distrik Trondheim, kemudian di Jæren. Setelah Norwegia terpisah dari Denmark pada 1814, ia masuk kehidupan politik sebagai perwakilan untuk Stavanger dalam Storting pertama, dan menjadi advokat kuat dari penyatuan dengan Swedia. Setelah terserang stroke paralitik pada 1821, Hans Leierdahl Nansen wafat, meninggalkan seorang putra berusia empat tahun, Baldur Fridtjof Nansen, ayah dari penjelajah tersebut.[1]

Baldur adalah seorang pengacara tanpa ambisi untuk kehidupan publik, yang menjadi Wartawan untuk Pengadilan Tinggi Norwegia. Ia menikah dua kali, yang kedua dengan Adelaide Johanne Thekla Isidore Bølling Wedel-Jarlsberg dari Bærum, seorang kemenakan dari Herman Wedel-Jarlsberg yang membantu pembuatan konstitusi Norwegia tahun 1814 dan kemudian menjadi Raja muda Norwegia dari raja Swedia.[2] Baldur dan Adelaide bermukim di Store Frøen, sebuah lahan di Aker, beberapa kilometer dari utara ibukota Norwegia, Christiania (kemudian berganti nama menjadi Oslo). Pasangan tersebut memiliki tiga anak: yang pertama wafat saat masih bayi, yang kedua, lahir pada 10 Oktober 1861, adalah Fridtjof Nansen.[3][4]

Sekitaran pedesaan Store Frøen membentuk alam masa kecil Nansen. Pada musim panas singkat, kegiatan-kegiatan utamanya adalah memancing dan berenang, sementara di musim gugur, paruh waktu utamanya dipakai untuk berburu di hutan-hutan. Bulan-bulan musim dingin yang panjang biasanya dicurahkan untuk bermain ski, yang Nansen mulai praktikkan pada usia dua tahun, menggunakan alat bantu ski.[4] Pada usia 10 tahun, ia didorong orangtuanya untuk melakukan lompat ski di dekat instalasi Huseby. Hal ini hampir menimbulkan bencana, karena pendaratan ski tepat berada di dalam salju, membuat bocah tersebut terlempar dari bagian depan: "Aku, mula-mula kepala, membentuk lengkungan sempurna di udara ... Saat aku datang lagi, aku terjatuh ke salju sampai aku terpelanting. Anak-anak menganggapku patah leher, namun kemudian mereka menyaksikan bahwa aku masih hidup ... sebuah tawa besar pun timbul."[3] Keantusiasan Nansen terhadap permainan ski tak sampai disitu, sesuai dengan yang ia catat, upaya-upayanya dinaungi oleh para pemain ski dari kawasan pegunungan Telemark, dimana gaya baru ski dikembangkan. "Aku anggap itu adalah satu-satunya jalan", tulis Nansen.[5]

Di sekolah, Nansen bekerja tanpa menunjukan penonjolan apapun.[4] Studi-studinya ditempatkan pada tempat kedua setelah olahraga, atau dengan ekspedisi ke hutan-hutan dimana ia hidup "seperti Robinson Crusoe" sepanjang berpekan-pekan pada masa itu.[6] Melalui pengalaman-pengalaman semacam itu, Nansen mengembangkan tingkat pertahanan diri. Ia menjadi pemain ski handal dan peselancar es tingkat tinggi. Pada musim panas 1877, kehidupan terganggu saat Adelaide Nansen wafat mendadak. Menjadi tertekan, Baldur Nansen menjual properti Toko Frøen dan pindah dengan dua putranya ke Christiania.[7] Semangat olahraga Nansen masih berkembang; pada usia 18 tahun, ia memecahkan rekor selancar satu mil (1.6 km), dan pada tahun berikutnya, memenangkan kejuataan ski lintas negara nasional, sebuah nasib yang ia pertahankan 11 kali berturut-turut.[8]

Pelajar dan petualang

Nansen saat menjadi pelajar di Christiania

Pada 1880, Nansen menyelesaikan seluruh ujian universitasnya, examen artium. Ia memutuskan untuk mempelajari zoologi, mengklaim bahwa ia memilih mata pelajaran tersebut karena ia menganggap hal tersebut menawarkan pandangan hidup di alam terbuka. Ia memulai studi-studinya di Universitas Kerajaan Frederick di Christiania (berganti nama menjadi Oslo pada 1925) pada awal 1881.[9]

Pada awal 1882, Nansen mengambil "...langkah fatal pertama yang membuatnya terjauhkan dari kehidupan ilmu pengetahuan yang dekat."[10] Profesor Robert Collett dari departemen zoologi di universitas tersebut meminta agar Nansen melakukan perjalanan laut, untuk belajar zoologi Arktik pada tangan pertama. Nansen menjadi antusias, dan membuat aransemen melalui akutansi terkini, Kapten Axel Krefting, komandan pemegang segel Viking.[10] Perjalanan tersebut dimulai pada 11 Maret 1882 dan berjalan sepanjang lima bulan kemudian. Pada pekan-pekan sebelum pelayaran dimulai, Nansen dapat berkonsentrasi pada studi-studi saintifik.[11] Dari sampel-sampel air yang ia tunjukan, berseberangan dengan asumsi sebelumnya, merupakan bentuk-bentuk es laut pada permukaan air ketimbang bagian bawahnya. Bacaan-bacaannya juga menyatakan bahwa arus-arus Gelombang Teluk membentuk lapisan dingin pada permukaan air.[12] Sepanjang musim semi dan awal musim panas, Viking memutari Greenland dan Spitsbergen dalam pencarian biota-biota laut. Nansen menjadi seorang pakar penanda, dan pada suatu hari bangga menyatakan bahwa timnya telah mendapatkan 200 segel. Pada Juli, Viking terjebak di es yang dekat dengan bagian tak tereksplorasi dari pantai Greenland; Nansen berusaha untuk menjelajahi pesisirnya, namun tidak memungkinkan.[11] Namun, ia mulai mengembangkan gagasan bahwa lapisan es Greenland dapat dijelajahi, atau bahkan dilintasi.[8] Pada 17 Juli, kapal terbebas dari es, dan pada awal Agustus, kembali ke perairan Norwegia.[11]

Nansen tak melanjutkan studi formal di universitas. Sebagai gantinya, atas rekomendasi Collett, ia menerima sebuah jabatan sebagai kurator di departemen zoologi Museum Bergen. Ia menjalani enam tahun berikutnya disana—selain perjalanan keliling Eropa selama enam bulan pada saat cuti—bekerja dan belajar dengan figur-figur utama seperti Gerhard Armauer Hansen, penemu bacillus leprosi,[13] dan Daniel Cornelius Danielssen, direktur museum tersebut yang telah mengubahnya dari koleksi bawah air menjadi pusat riset dan pendidikan saintifik .[14] Ranah studi yang dipilih Nansen adalah bidang neuroanatonim yang relatif belum tereksplorasi, yang secara khusus menyoroti sistem perasaan utama dari makhluk-makhluk laut dalam. Sebelum pergi untuk cuti pada Februari 1886, ia menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan risetnya pada masa itu, dimana ia menyatakan bahwa "anastomose atau persatuan antar sel ganglion berbeda" tak dapat terdemonstrasikan dengan hal tertentu. Pandangan tak ortodoks ini terkonfirmasikan oleh riset-riset embriologis Wilhelm His dan psikiatris August Forel. Nansen dianggap menjadi pembela teori neuron asal Norwegia pertama, yang aslinya diproporsalkan oleh Santiago Ramon y Cajal. Makalah berikutnya, Struktur dan Kombinasi Unsur-Unsur Histologi dari Sistem Perasaan Pusat, diterbitkan pada 1887, menjadi tesis doktoralnya.[15]

Melintasi Greenland

Rencana

Adolf Erik Nordenskiöld, yang melakukan ekspedisi tahun 1883 sejauh 160 kilometer (100 mi) di lapisan es Greenland

Gagasan ekspedisi melintasi lapisan es Greenland bertumbuh dalam pikiran Nansen sepanjang masanya di Bergen. Pada 1887, setelah mengajikan tesis doktoralnya, ia akhirnya mulai mengadakan proyek tersebut. Sebelumnya, dua penjelajah paling signifikan dari dalam Greenland meliputi Adolf Erik Nordenskiöld pada 1883, dan Robert Peary pada 1886. Keduanya berangkat dari Teluk Disko di pantai baratnya, dan berjelajah sepanjang sekitar 160 kilometer (100 mi) ke arah timur sebelum kemudian kembali.[16] Sebaliknya, Nansen merencanakan perjalanan dari timur ke barat, ketimbang memulai perjalanannya di Teluk Disko. Ia beralasan, perjalanan yang dilakukan dari pantai barat yang didiami akan membuat membuat perjalanan pulang, karena tak ada kapal yang akan mencapai pantai timur yang berbahaya dan melabuhkannya.[17] Dengan dimulai dari arah timur—dengan alasan bahwa pendaratan akan dibuat disana—Nansen akan melakukan perjalanan satu arah menuju kawasan berpenduduk. Perjalanan tersebut tak memiliki jalur retret pada sebuah basis keamanan; satu-satunya jalan untuk berjalan maju, suatu keadaan yang membulatkan filsafat Nansen.[18]

Nansen menolak organisasi kompleks dan kekuatan besar dari pihak-pihak Arktik lainnya, dan sebagai gantinya merencanakan ekspedisi kelompok kecil yang terdiri dari enam orang. Perbekalannya akan ditarik pada sebuah kereta salju bermassa ringan yang dirancang khusus. Sebagian peralatannya, yang meliputi kantung tidur, pakaian dan alat masak, juga dibutuhkan untuk perencanaan tersebut.[19] Rencana tersebut umumnya meraih sambutan rendah dalam pers;[20] seorang kritikus tanpa ragu menyatakan bahwa "jika skema [tersebut] diupayakan dalam bentuk terkininya ... kemungkinannya juga bakal sepuluh banding satu ... lompatan tak bergunanya sendiri dan mungkin orang-orang lainnya".[21] Parlemen Norwegia menolak menyediakan dukungan finansial, meyakini bahwa resiko potensial semacam itu tak perlu dilakukan. Proyek tersebut kemudian diluncurkan dengan sebuah sumbangan dari seorang pengusaha Denmark, Augustin Gamél; sisanya utamanya datang dari sumbangan kecil dari masyarakat, melalui pengumpulan sumbangan yang dilakukan oleh para murid di universitasnya.[22]

Disamping makin terpublikasi, Nansen meraih sejumlah masukan dari para petualang. Ia ingin para pemain ski handal, dan berusaha untuk merekrutnya dari para pemain ski Telemark, namun kesepakatannya ditolak.[23] Nordenskiöld menyarankan Nansen agar suku Sami, dari Finlandia di ujung utara Norwegia, menjadi pemandu para penjelajah salju, sehingga Nansen merekrut sepasang orang, Samuel Balto dan Ole Nielsen Ravna. Tempat-tempat yang tersisa diberikan kepada Otto Sverdrup, seorang mantan kapten laut yang sekarang bekerja sebagai pekerja hutan; Oluf Christian Dietrichson, seorang perwira, dan Kristian Kristiansen, seorang kenalan Sverdrup. Semuanya memiliki pengalaman kehidupan di luar ruangan dalam keadaan ekstrim, dan merupakan pemain ski handal.[24] Sebelum rombongan tersebut berangkat, Nansen menghadiri sebuah sidang formal di universitas, yang sepakat untuk menerima tesis doktoralnya. Sesuai dengan kebiasaan, ia disyaratkan untuk menghadapkan karyanya kepada para dosen terpilih yang bertindak sebagai "para advokat iblis". Ia meninggalkannya sebelum prosesnya berjalan.[24]

Ekspedisi

Ekspedisi Greenland, Juli–Oktober 1888
  Jaris-garis putus menunjukkan perjalanan Jason, sampai 17 Juli. Garis kelanjutannya menunjukkan perjalanan rombongan Nansen ke arah sejarah sampai 29 Juli, dan perjalanan perahu ke arah utara menuju Umivik
  Rute perlintasan yang aslinya direncanakan, dari Sermilik ke Christianhaab
  Rute perlintasan sebenarnya menuju Godthaab, 15 Agustus sampai 3 Oktober

Pada 3 Juni 1888, rombongan Nansen berjalan dari pelabuhan barat laut Islandia Ísafjörður memakai kapal Jason. Sepekan kemudian, pantai Greenland nampak, namun proses pendaratannya terhalang oleh timbunan es. Pada 17 Juli, karena pantai masih berjarak 20 kilometer (12 mi), Nansen memutuskan untuk meluncurkan kapal-kapal kecil; mereka menuju ke Sermilik Fjord, yang Nansen yakini akan menawarkan rute menuju lapisan es.[25]

Ekspedisi tersebut meninggalkan Jason "dalam jiwa-jiwa baik dan dengan harapan-harapan tertinggi dari hasil keberuntungan", menurut kapten Jason.[25] Pada hari-hari berikutnya, tekanan ekstrim terjadi pada rombongan tersebut saat, dalam rangka menghindari keadaan cuaca dan laut dari kawasan pesisir, mereka bergerak ke arah selatan pada es. Kebanyakan waktu tersebut dijalani dengan berkemping di es itu sendiri—itu terlalu berbahaya untuk meluncurkan perahu-perahu. Pada 29 Juli, mereka berada di jarak 380 kilometer (240 mi) dari selatan titik dimana mereka telah meninggalkan kapalnya. Pada hari tersebut, mereka akhirnya mencapai daratan, namun terlalu sangat jauh untuk memulai perlintasan. Setelah istirahat panjang, Nansen memerintahkan timnya untuk kembali ke perahu-perahu dan mulai bergerak ke arah utara.[26]

Pada 12 hari berikutnya, rombongan tersebut mengarungi kawasan utara di sepanjang pantai melalui lapisan-lapisan es. Pada hari pertama, mereka bertemu sekelompok besar Eskimo di dekat Tanjung Steen Bille,[27] dan terdapat kontak khusus lanjutan dengan penduduk nomadik asli saat perjalanan berlanjut. Pada 11 Agustus, saat mereka berjalan sepanjang sekitar 200 kilometer (120 mi) dan mencapai Teluk Umivik, Nansen memutuskan agar meskipun mereka masih sangat jauh dari tempat tujuan awalnya, mereka perlu memulai perlintasan tersebut sebelum musim menjadi terlalu maju untuk perjalanan.[28] Setelah mendarat di Umivik, mereka menjalani empat hari berikutnya untuk mempersiapkan perjalanan mereka, dan pada seru 15 Agustus, mereka bersiap. Mereka mengarah ke barat laut, menuju Christianhaab (sekarang Qasigiannguit) di barat pantai Greenland, Teluk Disko, yang berjarak 600 kilometer (370 mi).[29]

Sepanjang beberapa hari berikutnya, rombongan tersebut berjuang untuk mengarungi es tanah dalam pada sebuah permukaan rawan dengan beberapa jurang es tersembunyi. Cuacanya umumnya buruk; pada sebuah kesempatan, prosesnya tertunda tiga hari karena angin besar dan hujan berkelanjutan.[30] Pada 26 Agustus, Nansen memperkirakan bahwa tak mungkin bisa mencapai Christianhaab pada pertengahan September, saat kapal terakhir hengkang. Sehingga, ia memutuskan untuk mengubah tujuan, yakni ke arah barat menuju Godthaab (sekarang Nuuk), sebuah perjalanan yang lebih pendek dengan jarak sekitar 150 kilometer (93 mi). Menurut Nansen, para anggota lainnya dari kelompok tersebut "menerima perubahan rencana tersebut dengan lapang dada".[31] Mereka masih mendaki, sampai pada 11 September, mereka mencapai ketinggian 8.922 kaki (2.719 m) di atas permukaan laut, puncak permukaan es dengan suhu menurun sampai −50 °F (−46 °C) pada malam hari. Dari situ, jalan menurunnya membuat perjalanannya lebih mudah, meskipun diwarnai kesulitan dan cuaca yang masih rentan.[32] Prosesnya berjalan lambat karena longsor es membuat jalannya sulit mereka lalui. Pada 26 September, mereka berhadapan dengan tepian dari sebuah fyord yang membentang ke arah barat menuju Godthaab. Dari hadapan mereka, beberapa batang lokal dan sebagian kereta luncur dipakai untuk membuat sebuah perahu oleh Sverdrup, dan pada 29 September Nansen dan Sverdrup memulai tahap terakhir dari perjalanannya, mengarungi fyord tersebut.[33] Empat hari kemudian, pada 3 Oktober 1888, mereka mencapai Godthaab, dimana mereka disambut oleh perwakilan Denmark di kota tersebut. Kata-kata pertamanya adalah memberitahukan Nansen bahwa ia dianugerahi gelar dokterandes, sebuah hal yang "tak terlalu terpikirkan dari pikirannya pada momen tersebut".[34] Perlintasan tersebut telah memakan waktu selama 49 hari, 78 hari dalam total sejak mereka meninggalkan Jason; sepanjang perjalanan, tim tersebut telah mencatat meteorologi, geografi dan catatan-catatan lainnya yang berkaitan dengan bagian dalam yang belum dieksplorasi sebelumnya.[8] Rombongan lainnya dari tim tersebut tersebut datang ke Godthaab pada 12 Oktober.

Nansen kemudian menyadari bahwa tak ada kapal yang nampaknya dipanggil ke Godthaab sampai pada musim semi berikutnya, saat mereka bisa mengirim surat ke Norwegia melalui sebuah perahu yang meninggalkan Ivigtut pada akhir Oktober. Ia dan rombongannya kemudian menjalani tujuh bulan berikutnya di Greenland, berburu, memancing dan belajar kehidupan masyarakat lokal.[35] Pada 15 April 1889, kapal Denmark Hvidbjørnen akhirnya memasuki pelabuhan tersebut, dan Nansen beserta rombongannya bersiap untuk berangkat. "Ini bukannya tanpa kesedihan saat mereka meninggalkan tempat ini dan masyarakatnya, salah satu hal yang juga mereka nikmati sendiri", catat Nansen.[36]

Masa senggang dan pernikahan

Fridtjof Nansen dan Eva Nansen pada musim gugur 1889

Hvidbjørnen mencapai Copenhagen pada 21 Mei 1889. Kabar perlintasan mendahului kedatangannya, dan Nansen beserta rombongannya dianggap menjadi pahlawan. Sambutannya diwarnai dengan resepsi di Christiania sepekan kemudian, saat kerumunan antara tiga puluh dan empat puluh ribu—sepertiga populasi kota—mengerumuti jalanan saat rombongan tersebut berjalan menuju acara pertama dari serangkaian resepsi. Peminatan dan keantusiasan yang didapatkan dari pencapaian ekspedisi tersebut secara langsung berjudul pada pembentukan Perhimpunan Geografi Norwegia pada tahun tersebut.[37]

Nansen menerima jabatan kurator di tempat koleksi zoologi Universitas Kerajaan Frederick, sebuah jabatan yang meraih sebuah gaji namun tak melibatkan tugas-tugas; universitas tersebut disatisfikasikan oleh asosiasinya dengan nama penjelajah tersebut.[37] Pada pekan=pekan berikutnya, tugas utama Nansen adalah menulis catatan ekspedisinya, namun ia mengambil waktu pada akhir Juni untuk mengunjungi London, dimana ia bertemu Pangeran Wales (kelak Raja Edward VII), dan menghadiri pertemuan Royal Geographical Society (RGS).[37]

Presiden RGS, Sir Mountstuart Elphinstone Grant Duff, berkata bahwa Nansen telah menduduki "tempat terdepan dari para penjelajah utara", dan kemudian menganugerahinya Founder's Medal. Ini adalah salah satu dari beberapa penghargaan yang Nansen raih dari lembaga-lembaga di belahan Eropa.[38] Ia diundang oleh sekelompok orang Australia untuk memimpin sebuah ekspedisi ke Antarktika, namun ditolak, dengan meyakini bahwa peminatan Norwegia akan lebih baik disajikan dengan penaklukan Kutub Utara.[39]

Pada 11 Agustus 1889, Nansen mengumumkan pertunangannya dengan Eva Sars, putri Michael Sars, seorang profesor zoologi yang telah wafat sejak Eva berusia 11 tahun.[40] Pasangan tersebut telah bertemu beberapa tahun sebelumnya, di resor ski Frognerseteren, dimana Nansen menyebutnya "dua kaki mencuat di atas salju".[38] Eva tiga tahun lebih tua ketimbang Nansen, dan di samping pertemuan pertama tersebut, merupakan seorang pemain ski handal. Ia juga merupakan seorang penyanyi klasik tersohor yangh dilatih di Berlin oleh Désirée Artôt, yang sempat menjadi pembimbing dari Tchaikovsky. Pertunangan tersebut mengejutkan beberapa orang; karena sebelumnya Nansen mengekspresikan dirinya sendiri sangat menentang lembaga pernikahan, Otto Sverdrup beranggapan bahwa ia telah salah membaca pesannya. Perkawinannya dilakukan pada 6 September 1889, kurang dari sebulan setelah pertunangan.[40]

Ekspedisi Fram

Teori dan rencana

Nansen pada 1889 (usia 28 tahun)

Nansen mula-mula memulai kemungkinan mencapai Kutub Utara memakai jalur alami es kutub saat ia membaca teori-teori Henrik Mohn, seorang pakar meteorologi Norwegia, pada 1884. Artefak-artefak yang ditemukan di pantai Greenland mengidentifikasikan kedatangan dari kapal eksplorasi Arktik AS yang hilang Jeannette, yang telah mengalami kecelakaan dan tenggelam pada Juni 1881 di sisi yang berseberangan dari Samudera Arktik, lepas pantai Siberia. Mohn berpendapat bahwa letak artefak-artefak tersebut mengindikasikan bukti dari arus samudera, seluruh arus di sepanjang laut kutub mengalir dari timur ke barat, mungkin pada kutub itu sendiri. Sehingga, sebuah kapal kuat dapat memasuki laut Siberia beku, dan bergerak sampai pantai Greenland melalui kutub.[41][42]

Gagasan tersebut dipegang Nansen selama beberapa tahun. Setelah ia kembali dari Greenland, ia mulai mengembangkan rencana untuk perjalanan kutub, yang ia umumkan pada Februari 1890 di sebuah pertemuan dari Perhimpunan Geografi Norwegia yang baru dibentuk. Ia berpendapat, ekspedisi-ekspedisi sebelumnya melewati Kutub Utara dari barat, dan mengalami kegagalan karena mereka bekerja melawan arus sebenarnya yakni timur-barat. Rahasia kesuksesannya adalah bekerja mengikuti arus tersebut. Nansen berksta, rencana tersebut mensyaratkan kapal kecil, kuat dan bermanuver yang mampu membawa bahan bakar dan tujuan dari dua belas orang selama lima tahun. Kapal tersebut akan berlayar ke perkiraan letak tenggelamnya Jeannette, dan akan memasuki es. Kapal tersebut kemudian akan bergerak ke arah barat dengan arus menuju kutub dan menerobosnya, kemudian mencapai laut antara Greenland dan Spitsbergen.[41]

Beberapa pakar kutub berpengalaman mencemooh rencana-rencana Nansen. Pensiunan penjelajah Amerika Adolphus Greely menyebut gagasan tersebut merupakan "sebuah skema tak logis dari penghancuran diri".[43] Sir Allen Young, seorang veteran dari pencarian untuk ekspedisi hilang Sir John Franklin,[44] dan Sir Joseph Hooker, yang telah berlayar ke selatan dengan James Clark Ross pada 1839–43, mengeluarkan cemoohan serupa.[45][46] Namun, setelah berpidato penuh semangat, Nansen mendapatkan dukungan dari parlemen Norwegia, yang memberikannya tunjangan. Dana berimbang datang dari sumbangan swasta dan dari sebuah banding nasional.[42]

Persiapan

Foto modern dari bagian lambung kapal melingkar Fram

Nansen memilih Colin Archer, pembangun kapal dan arsitek angkatan laut utama Norwegia, untuk merancang dan membangun sebuah kapal yang layak bagi ekspedisi yang direncanakan tersebut. Memakai kayu-kayu oak terkuat yang tersedia, dan sistem intrikasi dari kerangka dan menentukan seluruh ukurannya, Archer membangun sebuah kapal berkekuatan luar biasa. Lambang kapal melingkarnya dirancang mampu menghadapi dentuman es. Kecepatan dan tampilan layarnya adalah hal sekunder yang mensyaratkan kapal dapat menjadi tempat aman dan hangat saat gangguan jangka panjang terprediksi.[42] Dengan panjang 128 kaki (39 m) dan lebar 36 kaki (11 m), ratio panjang-lebarnya melebihi tiga kapal dari penampilannya,[47] dengan Archer menyatakan bahwa: "Sebuah kapal yang dibangun dengan perlakuan khusus untuk kelayakannya bagi sorotan [Nansen] harus secara khusus berbeda dari kapal manapun yang diketahui."[48] Kapal tersebut diluncurkan oleh Eva Nansen di galangan kapal Archer di Larvik, pada 6 Oktober 1892, dan dinamai Fram, yang artinya "Kedepan".[47]

Dari ribuan aplikan, Nansen menyeleksi rombongan dari dua belas orang. Otto Sverdrup dari ekspedisi Greenland ditunjuk menjadi kapten Fram dan komando kedua dari ekpedisi tersebut.[49] Persaingan dari tempat ke tempat yang membuat letnan tentara reserve dan pakar pelatihan anjing Hjalmar Johansen ditunjuk menjadi stoker kapal tersebut, satu-satunya posisi yang tersedia.[49][50]

Perjalanan di es

Rute-rute yang diambil saat ekspedisi Fram tahun 1893–96:
  Rute Fram menuju timur dari Vardø di sepanjang pantai Siberia, menuju ke utara menuju Kepulauan Siberia Baru untuk memasuki kawasan es, Juli–September 1893
  Perjalanan Fram di es dari Kepulauan Siberia Baru ke arah barat laut menuju Spitsbergen, September 1893 – Agustus 1896
  Perjalanan Nansen dan Johansen menuju Utara Terjauh, 86°13.6′N, dan kemudian retret ke Tanjung Flora di Tanah Franz Josef, Maret 1895 – Juni 1896
  Nansen dan Johansen kembali ke Vardø dari Tanjung Flora, Agustus 1896
  Perjalanan Fram dari Spitsbergen sampai Tromsø, Agustus 1896

Fram meninggalkan Christiania pada 24 Juni 1893, disambut oleh ribuan orang.[51] Setelah perjalanan lambat mengitari pantai, pelabuhan terakhir yang dilalui adalah Vardø, di bagian paling timur laut Norwegia.[50] Fram meninggalkan Vardø pada 21 Juli, mengikuti Rute Laut Utara yang dipelopori oleh Nordenskiöld pada 1878–79, di sepanjang pantai utara Siberia. Prosesnya terselimuti oleh keberadaan es dan kabut terutama di laut-laut yang belum tercarter.[52] Kru tersebut juga mengalami fenomena air mati, dimana kapal mengalami gesekan yang disebabkan oleh lapisan air tawar bergesek dengan air asin yang lebih berat dan berada di atasnya.[53] Selain itu, Tanjung Chelyuskin, titik paling utara dari kawasan benua Eurasia, dilewati pada 10 September. Sepuluh hari kemudian, saat Fram memasuki kawasan dimana Jeannette kecelakaan, bongkahan es besar berada di sekitaran bujur 78°N. Nansen mengikuti jalur bongkahan tersebut menuju ke arah utara pada sebuah posisi yang tercatat sebagai 78°49′N, 132°53′E, sebelum memerintahkan agar mesin dimatikan dan kemudi belok dinyalakan. Dari titik tersebut, perjalanan Fram dimulai.[54]

Pekan-pekan pertama di es memberikan tekanan, karena perjalanannya bergerak secara tak terprediksi, terkadang ke utara, terkadang ke selatan; pada 19 November, bujur Fram mengarah ke selatan dimana kapal tersebut telah memasuki es.[55] Baru setelah berganti tahun, pada Januari 1894, pengarahan ke utara menjadi umum ditetapkan; markah 80° akhirnya dilewati pada 22 Maret.[56] Pada tingkat ini, Nansen memperkirakan bahwa akan membutuhkan lima tahun agar kapal tersebut mencapai kutub.[57] Saat perjalanan kapal menuju ke utara berlanjut dengan pergerakan di atas satu mil (1.6 km) sehari, Nansen secara pribadi mulai menghimpun rencana baru—sebuah perjalanan kereta salju anjing menuju kutub.[57] Dengan pemikiran ini, ia memulai praktik penarikan anjing, membuat beberapa perjalanan eksperimental di sepanjang es. Pada bulan November, Nansen mengumumkan rencananya: saat kapal tersebut melewati bujur 83°, ia dan Hjalmar Johansen akan meninggalkan kapal dengan anjing-anjing dan menuju ke kutub sementara kapal Fram, di bawah kendali Sverdrup, meneruskan perjalanannya sampai menjauhi es di Atlantik Utara. Setelah sampai ke kutub, Nansen dan Johansen menuju ke tanah terdekat yang diketahui, Tanah Franz Josef yang baru ditemukan dan dipetakan. Mereka kemudian melintasi Spitzbergen dimana mereka akan menemukan sebuah kapal untuk mereka jadikan tempat singgah.[58]

Para kur menjalani sisa musim dingin tahun 1894–95 dengan memperseiapkan pakaian dan peralatan untuk perjalanan kereta salju pada amsa mendatang. Kayak-kayak dibangun, diangkut pada kereta-kereta salju sampai dibutuhkan untuk melintasi perairan terbuka.[59] Persiapan diinterupsikan pada awal bulan Januari saat tabrakan keras mengguncang kapal. Para kru menjadi khawatir kapalnya akan kecelakaan, namun Fram telah dirancang untuk menghadapi bahaya tersebut. Pada 8 Januari 1895, posisi kapal berada di 83°34′N, di atas catatan Utara Terjauh sebelumnya yang dicetak Greely yakni 83°24.[60][n 1]

Perjalanan di kutub

Nansen dan Johansen mempersiapkan keberangkatan Fram untuk perjalanan kutub mereka pada 14 Maret 1895. Nansen adalah orang kedua dari kiri, Johansen adalah orang kedua dari kanan.

Pada 14 Maret 1895, setelah dua kali salah memulai perjalanan dan dengan posisi kapal di 84°4′N,[62] Nansen and Johansen began their journey.[63] Nansen menjalani 50 hari untuk berjalan sepanjang 356 mil laut (660 km; 410 mi) ke kutub, dengan rata-rata sehari melakukan perjalanan sepanjang tujuh mil nautikal (13 km; 8.1 mi). Setelah sepekan perjalanan, pengamatan sekstan mengindikasikan bahwa mereka rata-rata berjalan sepanjang sembilan mil nautikal sehari, (17 km; 10 mi), melebihi jadwal mereka sendiri.[64] Namun, permukaannya makin sulit untuk melakukan kegiatan ski, dan kecepatan mereka melambat. Mereka juga mewujudkan bahwa mereka berpawai melawan perjalanan selatan, dan bahwa jarak perjalanannya tak harus sama dengan perjalanan utaranya.[65] Pada 3 April, Nansen mulai penasaran soal apakah kutub dapat dilalui. Tanpa menambah kecepatan mereka, perbekalan mereka tak mampu mencukupi mereka untuk sampai ke kutub dan kemudian menuju ke Tanah Franz Josef.[65] Ia menyatakan dalam buku hariannya" "Aku menjadi lebih dan lebih menempatkan kami untuk kembali sebelum waktunya."[66] Pada 7 April, setelah membuat kamp dan mengamati bahwa perjalanannya akan menghadapi "sebuah tubrukan blok-blok es secara bersinggungan yang terbentang sepanjang horizon", Nansen memutuskan untuk berbalik ke selatan. Ia mencatat bujur dari kamp utara terakhir adalah 86°13.6′N, hampir tiga kali lipat di luar markah Utara Terjauh.[67]

Retret

Mula-mula, Nansen dan Johansen membuat perjalanan bagus di kawasan selatan, namun pada 13 April, mereka mengalami masalah serius saat kedua kronometer mereka berhenti. Tanpa mengetahui waktu sebenarnya, mereka tak mungkin menghitung jarak dan navigasi jalan mereka secara akurat menuju Tanah Franz Josef. Mereka memulai lagi arloji atas dasar arahan Nansen bahwa mereka berada di bujur 86°E, namun dari situ, posisi sebenarnya mereka tidak jelas.[68]

Sebuah gubuk di Tanah Franz Josef, terselimuti salju, dimana Nansen dan Johansen menjalani musim dingin tahun 1895–96. Sebuah penggambaran yang berdasarkan pada foto Nansen.

Menjelang akhir April, mereka mengamati jejak dari seekor rumah Arktik, jejak pertama yang mereka saksikan dari seekor makhluk hidup selain anjing-anjing mereka sejak meninggalkan Fram.[69] Kemudian, mereka mulai menyaksikan jejak beruang, dan pada akhir Mei, mereka menyaksikan anjing laut, burung camar dan ikan paus. Pada 31 Mei, menurut perhitungan Nansen, mereka hanya berjarak 50 mil laut (93 km; 58 mi) dari Tanjung Fligely, titik paling utara yang diketahui dari Tanah Franz Josef.[70] Namun, keadaan perjalanan memburuk saat cuaca hangat menyebabkan es roboh. Pada 22 Juni, keduanya memutuskan untuk singgah di sebuah es mengambang yang stabil sesambil mereka memperbaiki peralatan mereka dan mengumpulkan tenaga untuk tahap berikutnya dari perjalanan mereka. Mereka masih berada di es mengambang selama sebulan.[71] Sehari setelah meninggalkan kamp tersebut, Nansen mencatat: "Pada akhirnya, ketakjuban datang melintas—daratan, daratan dan setelah kami hampir memberikan kepercayaan kami didalamnya!"[72] Entah letak mereka masih jauh dari Tanah Franz Josef atau sebuah temuan baru, mereka tak mengetahuinya—mereka hanya memiliki sebuah peta sketsa melingkar untuk memandu mereka.[n 2] Pada 6 Agustus, mereka mencapai tepian es, dimana mereka menembak anjing terakhir mereka—mereka telah giat membunuh hewan penarik mereka pada 24 April, untuk dijadikan makanan. Mereka kemudian mengayuh dua kayak mereka bersama, menurunkan jangkar dan mendarat.[74]

Hal ini membuat kejelasan bahwa tanah tersebut adalah bagian dari sekelompok pulau. Saat mereka berjalan perlahan menuju ke selatan, Nansen secara langsung mengindentifikasikan ujung tanahnya sebagai Tanjung Felder, di tepi barat Tanah Franz Josef. Menjelang akhir Agustus, saat cuaca makin dingin dan perjalanan menjadi makin sulit, Nansen memutuskan untuk bertahan selama musim dingin.[75] Di sebuah tempat singgah, dengan bebatuan dan lumut untuk bahan bangunan, keduanya mendirikan sebuah gubuk yang dijadikan tempat tinggal mereka selama delapan bulan berikutnya.[76] Dengan suplai beruang, walrus dan anjing laut agar mereka tetap bertahan hidup, musuh utama mereka bukanlah kelaparan namun ketidakaktifan.[77] Setelah melewati perayaan Natal dan Tahun Baru, dalam cuaca yang perlahan mendukung, mereka mulai bersiap untuk meninggalkan tempat singgah mereka, dan pada 19 Mei 1896, mereka bisa melanjutkan perjalanan mereka.[78]

Karya

Terjemahan Inggris
  • Armenia and the Near East. Publisher: J.C. & A.L. Fawcett, Inc., New York, 1928. (excerpts).

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Para anggota ekspedisi 1881-84 Greely telah mencapai bujur tersebut dengan berjalan ke utara dari Greenland. Dari rombongan asli yang berjumlah 25 orang, hanya Greely dan enam orang lainnya yang selamat dalam ekpedisi tersebut.[61]
  2. ^ Kepulauan Franz Josef telah ditemukan pada 1873 oleh Julius Payer, dan pada masa itu, hanya sebagian wilayahnya yang dijelajahi dan dimasukkan ke peta.[73]

Referensi

  1. ^ Brøgger and Rolfsen, pp. 1–7, 10–15
  2. ^ Brøgger and Rolfsen, pp. 8–9
  3. ^ a b Reynolds, pp. 11–14
  4. ^ a b c Huntford, pp. 7–12
  5. ^ Scott, pp. 9–10
  6. ^ Scott, pp. 11–12
  7. ^ Huntford, pp. 16–17
  8. ^ a b c Ryne, Linn. "Fridtjof Nansen: Man of many facets". Norwegian Ministry of Foreign Affairs. Diakses tanggal 25 August 2010. 
  9. ^ Huntford, pp. 18–19
  10. ^ a b Scott, p. 15
  11. ^ a b c Huntford, pp. 21–27
  12. ^ Reynolds, p. 20
  13. ^ Huntford, pp. 28–29
  14. ^ Reynolds, p. 25
  15. ^ Huntford, pp. 65–69
  16. ^ Huntford, pp. 73–75
  17. ^ Reynolds, pp. 44–45
  18. ^ Scott, pp. 44–46
  19. ^ Huntford, pp. 79–81
  20. ^ Scott, p. 46
  21. ^ Nansen (1890), p. 8
  22. ^ Nansen (1890), p. vii
  23. ^ Huntford, p. 78
  24. ^ a b Huntford, pp. 87–92
  25. ^ a b Huntford, pp. 97–99
  26. ^ Reynolds, pp. 48–52
  27. ^ Huntford, pp. 105–110
  28. ^ Scott, p. 84
  29. ^ Huntford, pp. 115–116
  30. ^ Nansen (1890), p. 250
  31. ^ Nansen (1890), pp. 267–270
  32. ^ Reynolds, pp. 61–62
  33. ^ Reynolds, pp. 64–67
  34. ^ Nansen (1890), p. 363
  35. ^ Reynolds, pp. 69–70
  36. ^ Nansen (1890), pp. 442–444
  37. ^ a b c Huntford, pp. 156–163
  38. ^ a b Reynolds, pp. 71–72
  39. ^ Fleming, p. 238
  40. ^ a b Huntford, pp. 168–173
  41. ^ a b Nansen (1897), Vol. I pp. 14–38
  42. ^ a b c Fleming, pp. 239–240
  43. ^ Berton, p. 489
  44. ^ Nansen (1897), Vol. I pp. 42–45
  45. ^ Berton, p. 492
  46. ^ Nansen (1897), Vol. I pp. 47–48
  47. ^ a b Huntford, pp. 192–197
  48. ^ Nansen (1897), Vol. I p. 60
  49. ^ a b Nansen (1897), Vol. I pp. 78–81
  50. ^ a b Huntford, pp. 222–223
  51. ^ Huntford, pp. 206–207
  52. ^ Scott, pp. 128–135
  53. ^ Huntford, pp. 234–237
  54. ^ Huntford, pp. 238–240
  55. ^ Huntford, p. 246
  56. ^ Nansen (1897), Vol. I p. 378
  57. ^ a b Huntford, pp. 257–258
  58. ^ Reynolds, pp. 105–108
  59. ^ Fleming, pp. 246–247
  60. ^ Huntford, pp. 275–278
  61. ^ Fleming, pp. 232–233
  62. ^ Nansen (1897), Vol II p. 86
  63. ^ Nansen (1897), Vol. II p. 112
  64. ^ Huntford, pp. 308–313
  65. ^ a b Fleming, p. 248
  66. ^ Nansen (1897), Vol. II p. 127
  67. ^ Nansen (1897), Vol. II p. 142
  68. ^ Fleming, p. 249
  69. ^ Huntford, pp. 334–336
  70. ^ Huntford, pp. 343–346
  71. ^ Huntford, pp. 346–351
  72. ^ Nansen (1897), Vol. II p. 276
  73. ^ Nansen (1897), Vol. II p. 518
  74. ^ Huntford, pp. 365–368
  75. ^ Huntford, pp. 375–379
  76. ^ Huntford, pp. 378–383
  77. ^ Fleming, p. 259
  78. ^ Huntford, pp. 403–404

Sumber

Pranala luar