Haji Sumanik: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Afandri (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12: Baris 12:
| other_names =
| other_names =
| alma_mater = [[Universitas Al-Azhar]], [[Kairo]] [[Mesir]]
| alma_mater = [[Universitas Al-Azhar]], [[Kairo]] [[Mesir]]
| occupation = [[Ulama]]<br/>[[Militer]]
| occupation = [[Ulama]]
| known_for = Tokoh militer [[Kaum Padri|Padri]]
| known_for = Tokoh [[Kaum Padri|Padri]]
| religion = [[Islam]]
| religion = [[Islam]]
| spouse =
| spouse =
Baris 19: Baris 19:
| parents =
| parents =
}}
}}
'''[[Mayor]] [[Haji]] Sumanik''' adalah perwira [[artileri]] dari pasukan [[Yanisari|Janissary]] [[Turki]] pada akhir abad [[18]]. Bersama dengan sejawatnya, [[Haji Piobang]] dan Haji Miskin, mereka menjadi tokoh [[militer]] pasukan [[Perang Padri|Padri]] setelah kepulangan mereka dari [[Timur Tengah]] ke [[Minangkabau]]. Sedangkan sejawat mereka lainnya, yaitu Haji Datuk Onn pulang ke [[Sulu]], [[Filipina]].<ref>www.sumbarprov.go.id [http://www.sumbarprov.go.id/detail_artikel.php?id=438 HAJI PIOBANG, HAJI SUMANIK DAN HAJI MISKIN]</ref>
'''[[Haji]] Sumanik''' adalah ulama [[Orang Minang|Minangkabau]] yang melakukan pembaharuan Islam di [[Ranah Minang]] pada awal abad ke-19. Bersama dua rekannya, [[Haji Piobang]] dan [[Haji Miskin]], mereka menjadi tokoh pergerakan [[Perang Padri|Padri]] di Minangkabau. Ketika berada di [[Hejaz]], [[Semenanjung Arab]], Haji Sumanik begitu terkesima dengan ulama-ulama [[Wahabi]] yang menjalankan [[syariah Islam]] secara ketat.<ref>Hamka, Tuanku Rao: Antara Khayal dan Fakta, Bulan Bintang, 1974</ref>

=== Gerakan Padri ===
Pada awalnya ke-tiga orang haji itu merantau ke [[Mesir]] untuk menuntut ilmu agama [[Islam]] di [[Universitas Al Azhar]] [[Kairo]], namun karena perkembangan situasi akhirnya mereka terlibat dalam pasukan Janissary ([[Yanisari]]) Turki yang terkenal pada masa itu.<ref>www.republika.co.id [http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/29/m9hxuy-masjid-nusretiye-gaya-arsitektur-baroque-ottoman-4 Masjid Nusretiye, Gaya Arsitektur Baroque Ottoman (4)]</ref> Karena prestasinya, Haji Sumanik mendapatkan pangkat Mayor dalam pasukan artileri Janissary tersebut. Sedangkan Haji Piobang dipercaya memimpin pasukan [[kavaleri]] dengan pangkat [[Kolonel]].
Pada tahun 1803, Haji Sumanik bersama dua orang kawannya pulang ke kampung halamannya di Minangkabau.<ref>Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Politik Muslim Dalam Sejarah Indonesia, Mizan Publika, 2012</ref> Kepulangan mereka disambut [[Tuanku Nan Renceh]], seorang pimpinan ulama Minangkabau. Bersama dengan pimpinan ulama lainnya, mereka berusaha memurnikan ajaran Islam di Minangkabau dari kebiasaan yang berlaku seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. Gerakan mereka yang disebut gerakan Padri berkembang pesat dengan kekuatan militer yang kuat yang pada akhirnya menimbulkan pertentangan dengan kaum adat.

Kepulangan mereka ke [[Ranah Minang]] mendapat sambutan dari [[Tuanku Nan Renceh]], seorang pemimpin kaum ulama yang tergabung dalam [[Harimau Nan Salapan]], yang dikemudian hari dikenal sebagai pemimpin besar [[Kaum Padri]].


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 2 Maret 2015 10.52

Haji Sumanik
LahirKerajaan Pagaruyung Minangkabau
KebangsaanKerajaan Pagaruyung Minangkabau
AlmamaterUniversitas Al-Azhar, Kairo Mesir
PekerjaanUlama
Dikenal atasTokoh Padri

Haji Sumanik adalah ulama Minangkabau yang melakukan pembaharuan Islam di Ranah Minang pada awal abad ke-19. Bersama dua rekannya, Haji Piobang dan Haji Miskin, mereka menjadi tokoh pergerakan Padri di Minangkabau. Ketika berada di Hejaz, Semenanjung Arab, Haji Sumanik begitu terkesima dengan ulama-ulama Wahabi yang menjalankan syariah Islam secara ketat.[1]

Gerakan Padri

Pada tahun 1803, Haji Sumanik bersama dua orang kawannya pulang ke kampung halamannya di Minangkabau.[2] Kepulangan mereka disambut Tuanku Nan Renceh, seorang pimpinan ulama Minangkabau. Bersama dengan pimpinan ulama lainnya, mereka berusaha memurnikan ajaran Islam di Minangkabau dari kebiasaan yang berlaku seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. Gerakan mereka yang disebut gerakan Padri berkembang pesat dengan kekuatan militer yang kuat yang pada akhirnya menimbulkan pertentangan dengan kaum adat.

Referensi

  1. ^ Hamka, Tuanku Rao: Antara Khayal dan Fakta, Bulan Bintang, 1974
  2. ^ Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Politik Muslim Dalam Sejarah Indonesia, Mizan Publika, 2012

Pranala luar