Kampung Boy (seri televisi): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 29: Baris 29:
Tema utama ''Kampung Boy'' adalah perbedaan antara gaya hidup pedesaan tradisional dan perkotaan modern. Serial ini mempromosikan gaya hidup pedesaan sebagai lingkungan yang menyenangkan dan kondusif bagi perkembangan anak yang sehat dan cerdas. Kartun ini mengangkat isu modernisasi dan ingin memberi pesan bahwa nilai-nilai dan teknologi baru sebaiknya dipilah dulu sebelum diterima.
Tema utama ''Kampung Boy'' adalah perbedaan antara gaya hidup pedesaan tradisional dan perkotaan modern. Serial ini mempromosikan gaya hidup pedesaan sebagai lingkungan yang menyenangkan dan kondusif bagi perkembangan anak yang sehat dan cerdas. Kartun ini mengangkat isu modernisasi dan ingin memberi pesan bahwa nilai-nilai dan teknologi baru sebaiknya dipilah dulu sebelum diterima.


Animasi Lat memperoleh pujian karena karya teknis dan kontennya yang menyegarkan, meskipun dipertanyakan oleh penonton dari [[Asia Tenggara]] karena kemiripannya dengan animasi Barat dan penyimpangannya dari pengucapan bahasa Inggris dengan gaya lokal. Kritikus animasi Malaysia menganggap ''Kampung Boy'' sebagai standar yang sepatutnya diraih oleh animator negara tersebut, dan para akademisi studi budaya menganggal serial ini sebagai sebuah metode yang menggunakan teknologi modern dan praktik budaya untuk melestarikan sejarah Malaysia.
Animasi Lat memperoleh pujian karena karya teknis dan kontennya yang menyegarkan, walaupun muncul pertanyaan dari penonton di [[Asia Tenggara]] karena kemiripannya dengan animasi Barat dan pengucapan bahasa Inggris yang tidak menggunakan gaya lokal. Kritikus animasi Malaysia menganggap ''Kampung Boy'' sebagai standar yang sepatutnya diraih oleh animator negara tersebut, dan para akademisi studi budaya menganggap serial ini sebagai sebuah metode pelestarian sejarah Malaysia dengan menggunakan teknologi modern dan praktik budaya.


==Asal Mula==
==Asal Mula==

Revisi per 7 Desember 2013 14.30

Kampung Boy
Seorang anak laki-laki bercelana pendek dan mengenakan topi kertas sedang memegang ranting. Ia memakai ranting untuk melawan pedang kayu, yang dipakai oleh anak laki-laki lainnya yang mengenakan sarung merah. Seorang anak perempuan yang mengenakan pakaian panjang berdiri di belakang anak laki-laki yang sedang memegang pedang kayu.
Salah satu cuplikan dari serial Kampung Boy (dari kiri ke kanan): Ana, Mat, dan Bo
GenreDrama komedi
PembuatLat
Negara asalMalaysia
Jmlh. episode26
Produksi
Lokasi produksiAmerika Utara, Filipina
Durasi26 menit
Rumah produksiLacewood Studio
Matinee Entertainment
Measat Broadcast Network Systems
DistributorItel
Rilis asli
JaringanAstro Ria
Rilis14 September 1999 (1999-09-14)

Kampung Boy adalah serial animasi televisi Malaysia yang pertama kali ditayangkan pada tahun 1997. Serial ini menceritakan petualangan seorang anak laki-laki yang bernama Mat dan kehidupannya di sebuah kampung. Serial ini diadaptasi dari novel grafis dengan penjualan terbaik yang berjudul Kampung Boy, yang juga merupakan autobiografi kartunis lokal Lat. Serial ini terdiri dari 26 episode dan salah satu episodenya berhasil memenangkan Penghargaan Annecy. Kampung Boy pertama kali ditayangkan di jaringan televisi satelit Malaysia Astro sebelum didistribusikan ke 60 negara lainnya termasuk Kanada dan Jerman.

Tema utama Kampung Boy adalah perbedaan antara gaya hidup pedesaan tradisional dan perkotaan modern. Serial ini mempromosikan gaya hidup pedesaan sebagai lingkungan yang menyenangkan dan kondusif bagi perkembangan anak yang sehat dan cerdas. Kartun ini mengangkat isu modernisasi dan ingin memberi pesan bahwa nilai-nilai dan teknologi baru sebaiknya dipilah dulu sebelum diterima.

Animasi Lat memperoleh pujian karena karya teknis dan kontennya yang menyegarkan, walaupun muncul pertanyaan dari penonton di Asia Tenggara karena kemiripannya dengan animasi Barat dan pengucapan bahasa Inggris yang tidak menggunakan gaya lokal. Kritikus animasi Malaysia menganggap Kampung Boy sebagai standar yang sepatutnya diraih oleh animator negara tersebut, dan para akademisi studi budaya menganggap serial ini sebagai sebuah metode pelestarian sejarah Malaysia dengan menggunakan teknologi modern dan praktik budaya.

Asal Mula

Pada tahun 1979, novel grafik autobiografi Kampung Boy diterbitkan. Cerita mengenai masa kecil anak laki-laki Melayu di sebuah kampung meraih sukses secara komersil dan dipandang baik oleh kritikus, membuat penulisnya—Lat—menjadi "kartunis paling terkenal di Malaysia".[1] Kesuksesan The Kampung Boy membuat Lat diminta untuk mempertimbangkan agar menggunakan media lainnya sehingga dapat lebih menjangkau masyarakat.[1]

Benih untuk mengadaptasi animasi Kampung Boy ditabur pada tahun 1993 dalam sebuah pembicaraan antara Lat dan Ananda Krishman, pendiri Measat Broadcast Network Systems.[2] Kartun Barat dan Jepang membanjiri saluran televisi lokal pada tahun 1990an,[3] dan Lat mengecam mereka yang memproduksi tayangan berunsur kekerasan dan lelucon karena ia anggap tidak cocok untuk Malaysia dan kaum mudanya.[4][5] Menyadari bahwa generasi muda lebih menyukai animasi berwarna ketimbang gambar hitam-putih statis,[6] Lat sangat mendambakan hadirnya serial animasi lokal yang mempromosikan nilai-nilai lokal kepada anak-anak Malaysia.[4] Setelah perusahaan Krishman menawarkan dukungan finansial kepada Lat untuk memulai sebuah proyek animasi,[7][8] para kartunis berencana mengadaptasi karyanya dari komik ke layar televisi.[4]

Produksi

Lat menginginkan beberapa cerita yang ia ciptakan dapat dibuat dalam bentuk animasi, selanjutnya dibawa ke luar negeri untuk bantuan produksi mereka. Lacewood Studio di Ottawa, Kanada, ditugaskan untuk membuat episode awal. World Sports and Entertainment of Los Angeles ikut terlibat juga; Norman Singer ditugaskan untuk menyelenggarakan produksi dan Gerald Tripp membantu Lat menulis naskah. Bobdog Production ditugaskan untuk membuat lima episode selanjutnya.[9] Namun, Krishman and Lat kecewa dengan hasilnya, yang membutuhkan dua tahun bekerja untuk produksi.[8] Mereka berpikir bahwa episode awal tersebut "bergerak lambat". Lat yang mempercayakan Lacewood mengakomodasinya sejak masa produksi, terlalu sering menerima masukannya tanpa pertanyaan. Mereka gagal menginformasikannya bahwa meskipun gerakannya lambat untuk menggambar kartun statis, sebuah namun animasinya cukup bagus dalam efek "hidup, bergerak cepat, penuh aksi, dan fantasi".[10][9][11]

Pada tahun 1995, Lat dan Krishman menggandeng Matinee Entertainment untuk menyelesaikan proyek tersebut, dan Lat mulai terbang bolak-balik antara Kuala Lumpur dan Los Angeles untuk bekerja sama dengan karyawan Matinee. Pengalamannya dengan tim penulis dan animator Matinee sangatlah positif; mereka lebih proaktif ketimbang Lacewood, mengilhamkan pemikirannya dan pembuatannya membuat naskah dan jalan ceritanya menjadi lebih bagus.[9] Sutradara Frank Saperstein menampilkan suntingan akhir, memperbaiki maskahnya.[8] Lat, walau bagaimanapun juga, dalam akhir katanya memiliki kaitannya terhadap gambaran budaya, menolak berbagai saran seperti para karakternya dibuat berciuman di depan orang lain dan menggunakan bahasa gaul Barat, karena dianggap tidak sesuai dengan keinginan masyarakat Malaysia. Ia juga memperhatikan akurasi dalam penggambaran obyek-obyek seperti gerobak kerbau, perlu diketahui bahwa para seniman Amerika menganggap gerobak Malaysia mirip dengan yang mereka temui di Meksiko.[9]

Jalan ceritanya kemudian diterjemahkan ke dalam animasi oleh Philippine Animation Studios Incorporated di Manila. Lat kemudian melakukan beberapa perjalanan, kali ini ke Filipina, untuk memberikan saran kepada para animator dan memastikan bahwa setiap penggambaran dibuat secara akurat.[12] Setelah animasi selesai, hasil cetak dikirim ke Vietnam untuk diproses. Pada akhirnya, film tersebut dikirim ke studio Krishman di Kuala Lumpur untuk pengisian suara dalam bahasa Inggris dan Bahasa Malaysia.[10] Seperti Lat, Saperstein terbang bolak-balik antar negara dalam upaya mengkoordinasi dan membuat standar produksi tidak pernah turun.[13] Upaya Saperstein untuk 12 episode pertamanya cukup meyakinkan Lat untuk melanjutkan karyanya dengan Matinee untuk proyek tersebut.[8]

Seluruh proyek membutuhkan empat tahun untuk menyelesaikannya;[8] setiap episode menghabiskan biaya sekitar 350,000 dollar Amerika Serikat (setara 1 juta ringgit Malaysia), sebagian dibiayai oleh Measat,[11] dan butuh empat sampai lima bulan untuk memproduksinya.[14] Episode awal ditayangkan di TV1 pada tanggal 10 Februari 1997, dan serial tersebut kemudian disiarkan di Astro Ria dua setengah tahun kemudian.[15] Kinder Channel (Jerman) dan Teletoon (Kanada) menyiarkan serial tersebut setelah membeli hak melalui distributor Itel basis London,[11] dan serial ini disiarkan di lebih dari 60 negara sejak animasi ini pertama kali mengudara di Malaysia.[16] Measat mengharapkan pemulihan investasi mereka dalam waktu sekitar 10 tahun.[11] Meskipun Kampung Boy berasal dari Malaysia, sebagian besar kegiatan produksinya berlangsung di luar negeri.[17] Serial tersebut memakai konsep lokal, namun dapat dikatakan sebagai produksi asing dalam hal animasi. Hal ini menyebabkan keluh-kesah dari studio Malaysia yang telah disewa untuk berpartisipasi dalam karya animasi, industri negara tersebut mendapatkan keuntungan dengan belajar dari keahlian animasi asing dan metodologi.[18]

Karakter

Tokoh protagonis dalam serial ini adalah anak laki-laki berumur sembilan tahun bernama Mat, yang memakai sarong pelikat dan singlet putih. Memiliki ciri-ciri hidung lebar, mata kecil, dan rambut hitam berantakan, pendek dan berbadan bulat menyerupai penciptanya, Lat, sebagai seorang anak-anak.[19] Mat memiliki adik perempuan, Ana, dan mereka tinggal di sebuah rumah bersama dengan orangtua mereka, Yap dan Yah. Struktur keluarga inti sangat dominan di desa tersebut. Ibu Yap, Opah, tidak tinggal dengan mereka namun sering berkunjung ke rumah mereka.[20] Karakter lain yang sering muncul adalah kedua teman Mat, Bo dan Tak, yang nama keduanya berasal dari pemisahan kata Melayu botak.[21] Keduanya dibuat setelah karakter komik tradisional wayang kulit;[19] Bo lebih cerdas ketimbang pasangannya, sementara Tak memiliki kecenderungan untuk menjadi pamer.[11] Karakter pendukung lainnya adalah Normah (perempuan yang berasal dari kota) dan Ibu Hew (guru Mat).[22]

Pengisi suara karakter versi bahasa Melayu dan bahasa Inggris sama-sama berasal dari aktor pengisi suara Malaysia. Aktor anak-anak digunakan untuk peran berusia muda;[10] namun, Mat, Ana, Bo, dan Tak diisi oleh aktor berusia awal dua puluhan.[23][24] Beberapa aktor mengisi suara karakter lebih dari satu; sebagai contoh, sutradara pengisi suara bertanggung jawab untuk mengisi suara Ibu Hew dan Yah. Awalnya, kemampuan mengisi suara dilakukan di Los Angeles untuk membuat versi bahasa Inggris, namun mereka "jadi seperti logat Jamaika".[10] Meskipun soundtrack ini tidak dipakai dalam serial tersebut, produser merasa hal tersebut terlalu lucu untuk dibuang and dimasukan dalam The Making of Kampung Boy,[10] yang ditayangkan seminggu sebelum penayangan serial tersebut dimulai.[25]

Setting

Latar tempat buku komik Kampung Boy berdasarkan kehidupan pada tahun 1950an, sedangkan animasi ini dibuat pada tahun 1990an.[14] Meskipun pemandangan dan detailnya berlebihan, animasi ini akurat dalam menggambarkan pedesaan Malaysia dan kehidupan para penghuninya.[26] Dr Rohani Hashim dari Jurusan Komunikasi Universitas Sains Malaysia, menyebut serial ini "rekreasi masa kecil anak Melayu pedesaan yang terperinci".[27] Tata letak desa Mat dan gaya rumah yang berpola di wilayah pedesaan di Perak, Malaysia—sekumpulan rumah di pinggiran sebuah sungai, yang menyediakan air untuk kebutuhan warga. Anak-anak bermain di sekitar hutan, sementara orang dewasa bekerja di ladang dan bolak-balik ke kota untuk bekerja.[28]

Sutradara Saperstein memakai warna panas dan lembut dalam serial tersebut; skema warna tersebut yang juga dipakai dalam Winnie-the-Pooh,[10] memberikan rasa "lembut, terasa bersahabat", menurut wartawan Far Eastern Economic Review S. Jayasankaran, untuk sebuah animasi.[8] Sebagian besar grafik mengikuti gaya seni Lat. Garis yang dibuat tebal, membuat objek menonjol di latar belakang—sebuah efek khusus yang dibantu oleh penggunaan warna cokelat, hijau, dan kuning sebagai warna utama. Dua warna terakhir banyak digunakan dalam penggambaran alam, kontras satu sama lain dan memisahkan latar belakang dari latar tengah. Selain menjadi warna utama untuk rumah, cokelat dipakai sebagai warna kulit karakter. Digambar dengan "bentuk pendek dan bulat", Mat dan kerabat-kerabat Melayu-nya diwarnai dengan warna-warna cerah.[19]

Tema dan keunggulan

Episode Kampung Boy mengikuti struktur dari kartun Hollywood. Setiap episode berisi dua cerita terpisah dimana setiap tema terjalin satu sama lain sebagai pengalihan acara antara dua adegan cerita. Dalam episode terakhir, dua bagian ditamatkan oleh pemikiran umum. Umumnya, satu cerita berfokus pada anak-anak kampung, dan yang lainnya pada orang-orang dewasa.[29] Para pembuat Kampung Boy menahan diri dari penyalinan umum dari kartun Barat dan Jepang. Animasi Malaysia lainnya yang diproduksi pada tahun 1990an belum memiliki ciri khas tersendiri dalam pembuatan gambar dan tema yang akrab untuk penduduk lokal—sebagai contoh, karakter protagonis dalam kartun Sang Wira (1996) memiliki kemiripan mencolok dengan Doraemon, serta beruang dan lebah dalam kartun Ngat dan Taboh (2002) yang memainkan kelucuan mirip dengan Tom and Jerry. Katerlibatan erat Lat dengan proyek tersebut tampil dengan penggambaran khas budaya Malaysia.[17] Kehidupan Kampung dalam fitur animasi "elemen ketulusan Malaysia" seperti takhayul supernatural (kuntilanak atau hantu perempuan), monyet dilatih untuk memetik kelapa, dan tradisi lainnya yang telah dilupakan dalam transisi dari kehidupan pedesaan ke kehidupan perkotaan.[10][30]

Serial kartun tersebut mengeksplorasi pemikiran melalui aktifitas karakter, khususnya interaksi mereka antar satu sama lain.[21] Rohani mengklasifikasi genre acara tersebut sebagai drama komedi.[1] Menurutnya, tema utama dalam Kampung Boy adalah nostalgia, membawa niat Lat untuk menggambarkan masa anak-anak pedesaan sebagai pengalaman yang "jauh lebih menarik dan kreatif" ketimbang tinggal di lingkungan perkotaan.[26] Beberapa episode dimenangkan oleh cara hidup kampung. Dalam "Orang Bandar Datang", Mat dan teman-temannya melawan tim sepak bola kota karena ketangguhan mereka dibesarkan dari kegiatan bekerja keras di pedesaan. "SiMat Manusia Pintar" menunjukan bahwa lingkungan tak berpolusi di kampung membuat anak-anak dibesarkan dalam keadaan lebih sehat dan cerdas. Normah datang dari kota dalam "Mat Main Wayang", dan meskipun pada awalnya ia meremehkan keadaan kampung, ia kemudian disadarkan oleh kebaikan penduduk desa.[31]

Gangguan dari teknologi modern dan sikap dalam jalan kehidupan kampung juga topik utama dalam serial tersebut.[21] Beberapa episode memperkenalkan peralatan elektronik dan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan gaya hidup perkotaan kepada penduduk desa.[8][10] Sebagai contoh, manfaat kendaraan bermotor melawan pemakaian gerobak kerbau tradisional diperdebatkan oleh para karakter dalam "Naik Keretaku". Meskipun acara tersebut mendukung gaya hidup kampung, gambaran aspek kehidupan modern digambar dalam pandangan yang positif juga. Opah, seorang wanita tua, yang digambarkan sebagai seorang wanita modern yang mahir, pandai dalam mengendarai sebuah van dan memperbaiki televisi.[32] Perkotaan digambarkan sebagai gerbang menuju berbagai kebudayaan dan pemikiran yang tidak diketemukan di wilayah pedesaan Malaysia, seperti penggambaran dalam pertemuan dan perjalinan hubungan persahabatan antara Mat dan seorang anak laki-laki Tionghoa dalam "Naik Keretaku".[33]

Serial tersebut juga mengeksplorasi perubahan dalam masyarakat pedesaan Malaysia yang telah terjadi sejak tahun 1950an sampai 1990an. Contohnya, melalui kilas balik, "Yah, Kahwinkan Kami!" menampilkan adat pernikahan tradisional yang tidak lagi dipraktekkan oleh penduduk perkotaan. Ikatan keluarga yang sangat kuat dalam masyarakat pedesaan—anggota keluarga menunjukan perhatian dan kepedulian satu sama lain. Sebaliknya, mereka yang membaurkan diri dalam kehidupan perkotaan digambarkan telah kehilangan ikatan komunal mereka. Meskipun keluarga Mat digambarkan mengikuti peraturan masyarakat patriarkat Melayu, nilai-nilai modern pun juga digambarkan. Yap tidak meninggalkan tanggung jawab dalam membesarkan semua anak-anak dari Yah; ia juga mengurus Ana sesambil mengawasi Mat. Meskipun serial tersebut menyajikan karakter-karakter perempuan sebagai ibu rumah tangga, namun dalam episode "Nasib Si Gadis Desa" menunjukkan bahwa peran keluarga tradisional wanita Melayu juga memiliki kesamaan dan penghargaan seperti halnya laki-laki. Episode tersebut juga menunjukkan prestasi wanita dalam karir seperti penjelajah ruang angkasa dan ilmu pengetahuan alam.[34]

Secara keseluruhan, Rohani mengatakan bahwa serial kartun Lat secara halus menampilkan kisah "cepat hilangnya tradisi Melayu dan kemurnian", sesambil menasehati pemirsa untuk mempertimbangkan perubahan sosial di sekitar mereka.[27] Menurutnya, kekhawatiran kartunis adalah untuk menginspirasi para penonton untuk mempertimbangkan laju urbanisasi dan untuk menyadari bahwa pengadopsian atau penolakan terhadap nilai-nilai baru adalah keputusan bersama dari mereka.[35] Acara ini, dalam menurutnya, menunjukkan bahwa perubahan harus diteliti secara seksama dan pengadopsian hanya akan dilakukan jika bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, pengadopsian pemikiran dan budaya baru harus dilakukan secara bertahap, dan perubahan disesuaikan sesuai dengan masyarakat.[36]

Penerimaan, warisan, dan prestasi

Kampung Boy ikut dalam Festival Film Animasi Internasional Annecy 1999 di Prancis. Salah satu episodenya, "Oh, Tok!", memenangkan Animasi Terbaik untuk serial televisi 13 menit dan seterusnya.[37] Episode ini mengenai sebuah pohon beringin menyeramkan yang menjadi objek ketakutan Mat.[8] Karena terdapat konten lokal dalam animasi tersebut dan the daya tarik nostalgia gaya hidup kampung, sarjana komik Malaysia komik Muliyadi Mahamood mengharapkan sebuah kesuksesan untuk Kampung Boy di negaranya.[21]

Serial 26 episode tersebut populer di kalangan muda dan mendapatkan sambutan positif untuk konten dan detail teknikal.[38][39] Hal ini juga menarik kritikan untuk kesamaannya dengan serial kartun Amerika Serikat berjudul The Simpsons; penonton menilai bahwa Keluarga Mat, dalam beberapa hal, mirip dengan keluarga Amerika aneh Bart Simpson. Demikian pula dengan beberapa kritikus yang menilai bahwa pengucapan bahasa Inggris di Kampung Boy secara substansial berbeda dari bahasa Inggris Malaysia, yang sangat dipengaruhi oleh bahasa Inggris Britania;[19] wartawan Daryl Goh merasakan logat Amerika pada pengisi suara bahasa Inggris.[11] Lat menjelaskan bahwa produser telah mengurangi penggunaan "pakaian, latar, dan bahasa Melayu tradisional" untuk penjualan serial tersebut ke khalayak global yang lebih luas. Rohani "menyesalkan" keputusan tersebut; hal ini membuat animasi tersebut menjadi produk Malaysia yang kurang autentik.[19]

Animasi tersebut dianggap oleh Dr Paulette Dellios dari Sekolah Ilmu Pengetahuan Kemanusiaan dan Sosial Universitas Bond, sebagai sebuah artefak kebudayaan: sebuah pengingat dan pelestarian kehidupan lama negara tersebut, dibuat dan diproduksi oleh tim international, dan ditampilkan melalui teknologi modern untuk dunia.[40] Menurut Rohani, Kampung Boy merupakan sebuah rekor tradisi Melayu dan transisi yang dialami oleh masyarakat pedesaan dari 1950an sampai 1990an.[36] Diantara beberapa animasi Malaysia yang memakai setting lokal, serial Lat dalam pandangan sutradara film veteran Hassan Abdul Muthalib adalah terbaik dalam menggambarkan kebudayaan dan tradisi negara; Hassan juga mengatakan bahwa kesuksesan dalam penjualan serial tersebut membuat Kampung Boy menjadi patokan untuk industri animasi Malaysia.[18]

Referensi

  1. ^ a b c Rohani 2005, hlm. 390.
  2. ^ Lat 2001, hlm. 153–154.
  3. ^ Lent 2008, hlm. 32.
  4. ^ a b c Muliyadi 2001, hlm. 146.
  5. ^ Unhealthy Elements 2004.
  6. ^ Crossings: Datuk Lat 2003, 39:35–40:07, 41:09–41:41.
  7. ^ Campbell 2007.
  8. ^ a b c d e f g h Jayasankaran 1999, hlm. 36.
  9. ^ a b c d Lat 2001, hlm. 154.
  10. ^ a b c d e f g h Manavalan 1999.
  11. ^ a b c d e f Goh 1999.
  12. ^ Hassan 2007, hlm. 296.
  13. ^ DeMott 2004.
  14. ^ a b Lat Cartoon Series 1996.
  15. ^ Muliyadi 2001, hlm. 145.
  16. ^ Seneviratne 2002.
  17. ^ a b Hassan 2007, hlm. 292.
  18. ^ a b Hassan 2007, hlm. 293.
  19. ^ a b c d e Rohani 2005, hlm. 391.
  20. ^ Rohani 2005, hlm. 397.
  21. ^ a b c d Muliyadi 2001, hlm. 147.
  22. ^ Rohani 2005, hlm. 391–392.
  23. ^ Haliza 2000.
  24. ^ Chandran 2005.
  25. ^ Haliza 1999a.
  26. ^ a b Rohani 2005, hlm. 392.
  27. ^ a b Rohani 2005, hlm. 389.
  28. ^ Rohani 2005, hlm. 392–394, 396, 398.
  29. ^ Hassan 2007, hlm. 292–293.
  30. ^ Rohani 2005, hlm. 396.
  31. ^ Rohani 2005, hlm. 394–395.
  32. ^ Rohani 2005, hlm. 393–394.
  33. ^ Rohani 2005, hlm. 394.
  34. ^ Rohani 2005, hlm. 396–397.
  35. ^ Rohani 2005, hlm. 395.
  36. ^ a b Rohani 2005, hlm. 398.
  37. ^ Haliza 1999b.
  38. ^ Muliyadi 2001, hlm. 147–148.
  39. ^ More than a Cartoonist 2007, hlm. 257.
  40. ^ Dellios 2000, hlm. 1.

Daftar pustaka

Wawancara/Introspektif diri
Sumber akademik
Sumber jurnalistik


Templat:Link FA