Kampung Boy (seri televisi)
Kampung Boy | |
---|---|
Seorang anak laki-laki bercelana pendek dan mengenakan topi kertas sedang memegang ranting. Ia memakai ranting untuk melawan pedang kayu, yang dipakai oleh anak laki-laki lainnya yang mengenakan sarung merah. Seorang anak perempuan yang mengenakan pakaian panjang berdiri di belakang anak laki-laki yang sedang memegang pedang kayu. | |
Genre | Drama komedi |
Pembuat | Lat |
Negara asal | Malaysia |
Jmlh. episode | 26 |
Produksi | |
Lokasi produksi | Amerika Utara, Filipina |
Durasi | 26 menit |
Rumah produksi | Lacewood Studio Matinee Entertainment Measat Broadcast Network Systems |
Distributor | Itel |
Rilis asli | |
Jaringan | Astro Ria |
Rilis | 14 September 1999 |
Kampung Boy adalah serial animasi televisi Malaysia yang pertama kali ditayangkan pada tahun 1997. Serial ini menceritakan petualangan seorang anak laki-laki yang bernama Mat dan kehidupannya di sebuah kampung. Serial ini diadaptasi dari novel grafis dengan penjualan terbaik yang berjudul Kampung Boy, yang juga merupakan autobiografi kartunis lokal Lat. Serial ini terdiri dari 26 episode dan salah satu episodenya berhasil memenangkan Penghargaan Annecy. Kampung Boy pertama kali ditayangkan di jaringan televisi satelit Malaysia Astro sebelum didistribusikan ke 60 negara lainnya termasuk Kanada dan Jerman.
Tema utama Kampung Boy adalah perbedaan antara gaya hidup pedesaan tradisional dan perkotaan modern. Serial ini mempromosikan gaya hidup pedesaan sebagai lingkungan yang menyenangkan dan kondusif bagi perkembangan anak yang sehat dan cerdas. Kartun ini mengangkat isu modernisasi dan ingin memberi pesan bahwa nilai-nilai dan teknologi baru sebaiknya dipilah dulu sebelum diterima.
Animasi Lat memperoleh pujian karena karya teknis dan kontennya yang menyegarkan, walaupun muncul pertanyaan dari penonton di Asia Tenggara karena kemiripannya dengan animasi Barat dan pengucapan bahasa Inggris yang menyimpang dari gaya lokal. Kritikus animasi Malaysia menganggap Kampung Boy sebagai standar yang sepatutnya diraih oleh animator negara tersebut, dan para akademisi studi budaya menganggap serial ini sebagai sebuah metode pelestarian sejarah Malaysia dengan menggunakan teknologi modern dan praktik budaya.
Asal mula
Pada tahun 1979, novel grafik autobiografi Kampung Boy diterbitkan. Cerita mengenai masa kecil anak laki-laki Melayu di sebuah kampung meraih sukses secara komersil dan dipandang baik oleh kritikus, membuat penulisnya—Lat—menjadi "kartunis paling terkenal di Malaysia".[1] Kesuksesan The Kampung Boy mendorong Lat untuk mempertimbangkan penggunaan media lainnya untuk menjangkau masyarakat.[1]
Sejarah Kampung Boy dimulai pada tahun 1993 dengan diawalinya pembicaraan antara Lat dengan Ananda Krishman, pendiri Measat Broadcast Network Systems.[2] Kartun Barat dan Jepang membanjiri saluran televisi lokal pada tahun 1990an,[3] dan Lat mengecam mereka yang memproduksi tayangan berunsur kekerasan dan lelucon karena baginya tidak cocok untuk Malaysia dan kaum mudanya.[4][5] Menyadari bahwa generasi muda lebih menyukai animasi berwarna ketimbang gambar hitam-putih statis,[6] Lat sangat mendambakan hadirnya serial animasi lokal yang mempromosikan nilai-nilai lokal kepada anak-anak Malaysia.[4] Setelah perusahaan Krishman menawarkan dukungan finansial kepada Lat untuk memulai sebuah proyek animasi,[7][8] para kartunis berencana mengadaptasi karyanya dari komik ke layar televisi.[4]
Produksi
Lat membayangkan beberapa cerita yang ingin ia lihat dalam bentuk animasi, dan kemudian mencari bantuan produksi di luar negeri. Lacewood Studio di Ottawa, Kanada, ditugaskan untuk membuat episode pertama. World Sports and Entertainment of Los Angeles ikut terlibat juga; Norman Singer ditugaskan untuk menyelenggarakan produksi dan Gerald Tripp membantu Lat menulis naskah. Bobdog Production ditugaskan untuk membuat lima episode selanjutnya.[9] Namun, Krishman and Lat kecewa dengan hasilnya yang telah memakan waktu selama dua tahun.[8] Mereka berpikir bahwa episode awal tersebut "bergerak lambat". Lat merasa bahwa Lacewood hanya menerima masukannya tanpa mempertanyakannya sama sekali. Mereka gagal menginformasikan bahwa walaupun kartun statis dapat dapat digambar dengan gerak lambat, animasi yang bagus biasanya "hidup, bergerak cepat, penuh aksi dan fantasi".[10][9][11]
Pada tahun 1995, Lat dan Krishman mendekati Matinee Entertainment untuk menyelesaikan proyek tersebut, dan Lat mulai terbang bolak-balik dari Kuala Lumpur dan Los Angeles untuk bekerja sama dengan karyawan Matinee. Pengalamannya dengan tim penulis dan animator Matinee positif; mereka lebih proaktif ketimbang Lacewood, mengilhami gagasannya dan membuat naskah dan papan ceritanya menjadi lebih bagus.[9] Sutradara Frank Saperstein melakukan suntingan terakhir dan memoles kembali maskahnya.[8] Namun, Lat adalah orang yang menentukan penggambaran budaya dalam kartun ini dan menolak berbagai usulan seperti ciuman antar karakter di depan umum dan penggunaan bahasa gaul Barat karena dianggap tidak menyenangkan bagi masyarakat Malaysia. Ia juga memperhatikan keakuratan penggambaran objek-objek seperti gerobak kerbau karena para seniman Amerika menganggap gerobak Malaysia mirip dengan yang mereka temui di Meksiko.[9]
Papan ceritanya kemudian dijadikan animasi oleh Philippine Animation Studios Incorporated di Manila. Lat kemudian melakukan beberapa perjalanan, kali ini ke Filipina, untuk memberikan saran kepada para animator dan memastikan bahwa setiap penggambaran dibuat secara akurat.[12] Setelah animasi selesai, hasil cetak dikirim ke Vietnam untuk diproses. Pada akhirnya, film tersebut dikirim ke studio Krishman di Kuala Lumpur untuk pengisian suara dalam bahasa Inggris dan Bahasa Malaysia.[10] Seperti Lat, Saperstein terbang bolak-balik untuk mengkoordinasi dan memastikan standar produksi tidak pernah turun.[13] Upaya Saperstein dalam memproduksi 12 episode pertamanya dapat meyakinkan Lat untuk melanjutkan kerjasamanya dengan Matinee.[8]
Proyek ini secara keseluruhan memakan waktu selama empat tahun;[8] setiap episode menghabiskan biaya sekitar 350.000 dollar Amerika Serikat (sekitar 1 juta ringgit Malaysia) yang dibiayai sebagian oleh Measat,[11] dan produksinya membutuhkan waktu selama empat sampai lima bulan.[14] Episode pertama ditayangkan di TV1 pada tanggal 10 Februari 1997, dan serial tersebut kemudian disiarkan di Astro Ria dua setengah tahun kemudian.[15] Kinder Channel (Jerman) dan Teletoon (Kanada) menyiarkan serial tersebut setelah membeli hak siar melalui distributor Itel yang berbasis di London,[11] dan serial ini disiarkan di lebih dari 60 negara sejak animasi ini pertama kali mengudara di Malaysia.[16] Measat memperkirakan akan balik modal dalam waktu sekitar sepuluh tahun.[11] Meskipun Kampung Boy berasal dari Malaysia, sebagian besar kegiatan produksinya berlangsung di luar negeri.[17] Serial tersebut memakai konsep lokal, namun animasinya dapat dianggap sebagai produksi asing. Hal ini menimbulkan keluhan bahwa bila studio Malaysia disewa untuk berpartisipasi dalam pembuatan animasi, industri animasi negara tersebut dapat memperoleh keuntungan karena dapat mempelajari keahlian dan metodologi animasi asing.[18]
Karakter
Tokoh utama dalam serial ini adalah anak laki-laki berumur sembilan tahun bernama Mat, yang biasanya mengenakan sarong pelikat dan singlet putih. Ia memiliki hidung lebar, mata kecil, rambut hitam berantakan, dan tubuh yang bulat dan pendek, yang menyerupai penciptanya, Lat, saat masih kecil.[19] Mat memiliki adik perempuan yang bernama Ana, dan mereka tinggal di sebuah rumah bersama dengan ayah dan ibu mereka, Yap dan Yah. Struktur keluarga inti sangat dominan di desa tempat mereka tinggal. Ibu Yap, Opah, tidak tinggal dengan mereka namun sering berkunjung ke rumah mereka.[20] Karakter lain yang sering muncul adalah kedua teman Mat, Bo dan Tak, dan nama mereka merupakan pemisahan dari kata Melayu botak.[21] Keduanya dibuat berdasarkan karakter wayang kulit tradisional.[19] Bo lebih cerdas ketimbang pasangannya, sementara Tak cenderung pamer.[11] Karakter pendukung lainnya adalah Normah (perempuan yang berasal dari kota) dan Ibu Hew (guru Mat).[22]
Suara karakter versi bahasa Melayu dan bahasa Inggris sama-sama diisi oleh aktor suara Malaysia. Aktor anak-anak digunakan untuk peran berusia muda;[10] namun, suara Mat, Ana, Bo, dan Tak diisi oleh aktor berusia awal dua puluhan.[23][24] Beberapa aktor mengisi suara beberapa karakter; sebagai contoh, sutradara pengisi suara bertanggung jawab untuk mengisi suara Ibu Hew dan Yah. Awalnya, pengisi suara di Los Angeles dipekerjakan untuk mengisi suara versi bahasa Inggris, namun suara yang mereka isi terdengar seperti logat Jamaika.[10] Meskipun soundtrack ini tidak dipakai dalam serial tersebut, produser merasa hal tersebut terlalu lucu untuk dibuang and dimasukkan dalam The Making of Kampung Boy,[10] yang ditayangkan seminggu sebelum penayangan serial tersebut dimulai.[25]
Setting
Walaupun komik Kampung Boy didasarkan pada kehidupan tahun 1950an, animasi ini didasarkan pada kehidupan tahun 1990an.[14] Meskipun pemandangan dan detailnya berlebihan, animasi dapat menggambarkan pedesaan Malaysia dan kehidupan para penghuninya dengan akurat.[26] Dr Rohani Hashim dari Sekolah Komunikasi Universitas Sains Malaysia, menyebut serial ini "rekreasi masa kecil anak Melayu pedesaan yang terperinci".[27] Tata ruang desa Mat dan gaya rumah-rumahnya didasarkan pada wilayah pedesaan di Perak, Malaysia—sekumpulan rumah di sepanjang pinggiran sungai yang memenuhi kebutuhan air warga. Anak-anak bermain di sekitar hutan, sementara orang dewasa bekerja di ladang dan bolak-balik ke kota untuk bekerja.[28]
Sutradara Saperstein memakai warna panas dan lembut dalam serial tersebut; skema warna tersebut dimodelkan dari Winnie-the-Pooh,[10] sehingga (menurut wartawan Far Eastern Economic Review S. Jayasankaran) memberikan rasa "lembut dan menyenangkan untuk dipeluk".[8] Sebagian besar grafik mengikuti gaya seni Lat. Garis yang dibuat tebal, membuat objek menonjol di latar belakang—sebuah efek khusus yang dibantu oleh penggunaan warna coklat, hijau, dan kuning sebagai warna utama. Warna kuning dan hijau banyak digunakan untuk menggambarkan alam; kedua warna tersebut cukup kontras satu sama lain dan memisahkan latar belakang dari latar tengah. Selain menjadi warna utama untuk rumah, coklat dipakai sebagai warna kulit karakter. Mat dan kerabat-kerabat Melayu-nya digambar dengan "bentuk pendek dan bulat" serta diwarnai dengan warna-warna cerah.[19]
Tema dan keunggulan
Episode Kampung Boy mengikuti struktur dari kartun Hollywood. Setiap episode berisi dua cerita terpisah dimana setiap tema terjalin satu sama lain sebagai pengalihan acara antara dua adegan cerita. Dalam episode terakhir, dua bagian ditamatkan oleh pemikiran umum. Umumnya, satu cerita berfokus pada anak-anak kampung, dan yang lainnya pada orang-orang dewasa.[29] Para pembuat Kampung Boy menahan diri dari penyalinan umum dari kartun Barat dan Jepang. Animasi Malaysia lainnya yang diproduksi pada tahun 1990an belum memiliki ciri khas tersendiri dalam pembuatan gambar dan tema yang akrab untuk penduduk lokal—sebagai contoh, karakter protagonis dalam kartun Sang Wira (1996) memiliki kemiripan mencolok dengan Doraemon, serta beruang dan lebah dalam kartun Ngat dan Taboh (2002) yang memainkan kelucuan mirip dengan Tom and Jerry. Katerlibatan erat Lat dengan proyek tersebut tampil dengan penggambaran khas budaya Malaysia.[17] Kehidupan Kampung dalam fitur animasi "elemen ketulusan Malaysia" seperti takhayul supernatural (kuntilanak atau hantu perempuan), monyet dilatih untuk memetik kelapa, dan tradisi lainnya yang telah dilupakan dalam transisi dari kehidupan pedesaan ke kehidupan perkotaan.[10][30]
Serial kartun tersebut mengeksplorasi pemikiran melalui aktifitas karakter, khususnya interaksi mereka antar satu sama lain.[21] Rohani mengklasifikasi genre acara tersebut sebagai drama komedi.[1] Menurutnya, tema utama dalam Kampung Boy adalah nostalgia, membawa niat Lat untuk menggambarkan masa anak-anak pedesaan sebagai pengalaman yang "jauh lebih menarik dan kreatif" ketimbang tinggal di lingkungan perkotaan.[26] Beberapa episode dimenangkan oleh cara hidup kampung. Dalam "Orang Bandar Datang", Mat dan teman-temannya melawan tim sepak bola kota karena ketangguhan mereka dibesarkan dari kegiatan bekerja keras di pedesaan. "SiMat Manusia Pintar" menunjukan bahwa lingkungan tak berpolusi di kampung membuat anak-anak dibesarkan dalam keadaan lebih sehat dan cerdas. Normah datang dari kota dalam "Mat Main Wayang", dan meskipun pada awalnya ia meremehkan keadaan kampung, ia kemudian disadarkan oleh kebaikan penduduk desa.[31]
Gangguan dari teknologi modern dan sikap dalam jalan kehidupan kampung juga topik utama dalam serial tersebut.[21] Beberapa episode memperkenalkan peralatan elektronik dan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan gaya hidup perkotaan kepada penduduk desa.[8][10] Sebagai contoh, manfaat kendaraan bermotor melawan pemakaian gerobak kerbau tradisional diperdebatkan oleh para karakter dalam "Naik Keretaku". Meskipun acara tersebut mendukung gaya hidup kampung, gambaran aspek kehidupan modern digambar dalam pandangan yang positif juga. Opah, seorang wanita tua, yang digambarkan sebagai seorang wanita modern yang mahir, pandai dalam mengendarai sebuah van dan memperbaiki televisi.[32] Perkotaan digambarkan sebagai gerbang menuju berbagai kebudayaan dan pemikiran yang tidak diketemukan di wilayah pedesaan Malaysia, seperti penggambaran dalam pertemuan dan perjalinan hubungan persahabatan antara Mat dan seorang anak laki-laki Tionghoa dalam "Naik Keretaku".[33]
Serial tersebut juga mengeksplorasi perubahan dalam masyarakat pedesaan Malaysia yang telah terjadi sejak tahun 1950an sampai 1990an. Contohnya, melalui kilas balik, "Yah, Kahwinkan Kami!" menampilkan adat pernikahan tradisional yang tidak lagi dipraktekkan oleh penduduk perkotaan. Ikatan keluarga yang sangat kuat dalam masyarakat pedesaan—anggota keluarga menunjukan perhatian dan kepedulian satu sama lain. Sebaliknya, mereka yang membaurkan diri dalam kehidupan perkotaan digambarkan telah kehilangan ikatan komunal mereka. Meskipun keluarga Mat digambarkan mengikuti peraturan masyarakat patriarkat Melayu, nilai-nilai modern pun juga digambarkan. Yap tidak meninggalkan tanggung jawab dalam membesarkan semua anak-anak dari Yah; ia juga mengurus Ana sesambil mengawasi Mat. Meskipun serial tersebut menyajikan karakter-karakter perempuan sebagai ibu rumah tangga, namun dalam episode "Nasib Si Gadis Desa" menunjukkan bahwa peran keluarga tradisional wanita Melayu juga memiliki kesamaan dan penghargaan seperti halnya laki-laki. Episode tersebut juga menunjukkan prestasi wanita dalam karir seperti penjelajah ruang angkasa dan ilmu pengetahuan alam.[34]
Secara keseluruhan, Rohani mengatakan bahwa serial kartun Lat secara halus menampilkan kisah "cepat hilangnya tradisi Melayu dan kemurnian", sesambil menasehati pemirsa untuk mempertimbangkan perubahan sosial di sekitar mereka.[27] Menurutnya, kekhawatiran kartunis adalah untuk menginspirasi para penonton untuk mempertimbangkan laju urbanisasi dan untuk menyadari bahwa pengadopsian atau penolakan terhadap nilai-nilai baru adalah keputusan bersama dari mereka.[35] Acara ini, dalam menurutnya, menunjukkan bahwa perubahan harus diteliti secara seksama dan pengadopsian hanya akan dilakukan jika bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, pengadopsian pemikiran dan budaya baru harus dilakukan secara bertahap, dan perubahan disesuaikan sesuai dengan masyarakat.[36]
Penerimaan, warisan, dan prestasi
Kampung Boy ikut dalam Festival Film Animasi Internasional Annecy 1999 di Prancis. Salah satu episodenya, "Oh, Tok!", memenangkan Animasi Terbaik untuk serial televisi 13 menit dan seterusnya.[37] Episode ini mengenai sebuah pohon beringin menyeramkan yang menjadi objek ketakutan Mat.[8] Karena terdapat konten lokal dalam animasi tersebut dan the daya tarik nostalgia gaya hidup kampung, sarjana komik Malaysia komik Muliyadi Mahamood mengharapkan sebuah kesuksesan untuk Kampung Boy di negaranya.[21]
Serial 26 episode tersebut populer di kalangan muda dan mendapatkan sambutan positif untuk konten dan detail teknikal.[38][39] Hal ini juga menarik kritikan untuk kesamaannya dengan serial kartun Amerika Serikat berjudul The Simpsons; penonton menilai bahwa Keluarga Mat, dalam beberapa hal, mirip dengan keluarga Amerika aneh Bart Simpson. Demikian pula dengan beberapa kritikus yang menilai bahwa pengucapan bahasa Inggris di Kampung Boy secara substansial berbeda dari bahasa Inggris Malaysia, yang sangat dipengaruhi oleh bahasa Inggris Britania;[19] wartawan Daryl Goh merasakan logat Amerika pada pengisi suara bahasa Inggris.[11] Lat menjelaskan bahwa produser telah mengurangi penggunaan "pakaian, latar, dan bahasa Melayu tradisional" untuk penjualan serial tersebut ke khalayak global yang lebih luas. Rohani "menyesalkan" keputusan tersebut; hal ini membuat animasi tersebut menjadi produk Malaysia yang kurang autentik.[19]
Animasi tersebut dianggap oleh Dr Paulette Dellios dari Sekolah Ilmu Pengetahuan Kemanusiaan dan Sosial Universitas Bond, sebagai sebuah artefak kebudayaan: sebuah pengingat dan pelestarian kehidupan lama negara tersebut, dibuat dan diproduksi oleh tim international, dan ditampilkan melalui teknologi modern untuk dunia.[40] Menurut Rohani, Kampung Boy merupakan sebuah rekor tradisi Melayu dan transisi yang dialami oleh masyarakat pedesaan dari 1950an sampai 1990an.[36] Diantara beberapa animasi Malaysia yang memakai setting lokal, serial Lat dalam pandangan sutradara film veteran Hassan Abdul Muthalib adalah terbaik dalam menggambarkan kebudayaan dan tradisi negara; Hassan juga mengatakan bahwa kesuksesan dalam penjualan serial tersebut membuat Kampung Boy menjadi patokan untuk industri animasi Malaysia.[18]
Referensi
- ^ a b c Rohani 2005, hlm. 390.
- ^ Lat 2001, hlm. 153–154.
- ^ Lent 2008, hlm. 32.
- ^ a b c Muliyadi 2001, hlm. 146.
- ^ Unhealthy Elements 2004.
- ^ Crossings: Datuk Lat 2003, 39:35–40:07, 41:09–41:41.
- ^ Campbell 2007.
- ^ a b c d e f g h Jayasankaran 1999, hlm. 36.
- ^ a b c d Lat 2001, hlm. 154.
- ^ a b c d e f Goh 1999.
- ^ Hassan 2007, hlm. 296.
- ^ DeMott 2004.
- ^ a b Lat Cartoon Series 1996.
- ^ Muliyadi 2001, hlm. 145.
- ^ Seneviratne 2002.
- ^ a b Hassan 2007, hlm. 292.
- ^ a b Hassan 2007, hlm. 293.
- ^ a b c d e Rohani 2005, hlm. 391.
- ^ Rohani 2005, hlm. 397.
- ^ a b c d Muliyadi 2001, hlm. 147.
- ^ Rohani 2005, hlm. 391–392.
- ^ Haliza 2000.
- ^ Chandran 2005.
- ^ Haliza 1999a.
- ^ a b Rohani 2005, hlm. 392.
- ^ a b Rohani 2005, hlm. 389.
- ^ Rohani 2005, hlm. 392–394, 396, 398.
- ^ Hassan 2007, hlm. 292–293.
- ^ Rohani 2005, hlm. 396.
- ^ Rohani 2005, hlm. 394–395.
- ^ Rohani 2005, hlm. 393–394.
- ^ Rohani 2005, hlm. 394.
- ^ Rohani 2005, hlm. 396–397.
- ^ Rohani 2005, hlm. 395.
- ^ a b Rohani 2005, hlm. 398.
- ^ Haliza 1999b.
- ^ Muliyadi 2001, hlm. 147–148.
- ^ More than a Cartoonist 2007, hlm. 257.
- ^ Dellios 2000, hlm. 1.
Daftar pustaka
- Wawancara/Introspektif diri
- Campbell, Eddie (15 Januari 2007). "Campbell Interviews Lat: Part 3". First Hand Books—Doodles and Dailies. New York, United States: First Second Books. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Juni 2008. Diakses tanggal 13 Maret 2010.
- Lat (2001). "Vignette: Notes of a Cartoonist Temporarily Turned Animator". Dalam Lent, John. Animation in Asia and the Pacific. Indiana, Amerika Serikat: Indiana University Press. hlm. 153–154. ISBN 0-253-34035-7.
- Sumber akademik
- Dellios, Paulette (2000). "Museums in the Global Kampung: Mixed Messages". Culture Mandala: The Bulletin of the Centre for East-West Cultural and Economic Studies. Queensland, Australia: Universitas Bond. 4 (1): pp. 1–8. ISSN 1322-6916. Diakses tanggal 10 Maret 2010.
- Lent, John (2008). "Asian Animation and Its Search for National Identity and Global Markets 1". ASIFA Magazine: The International Animation Journal. Hertfordshire, Inggris: John Libbey Publishing. 21 (1): pp. 31–41.
- Muliyadi Mahamood (2001). "The History of Malaysian Animated Cartoons". Dalam Lent, John. Animation in Asia and the Pacific. Indiana, Amerika Serikat: Indiana University Press. hlm. 131–152. ISBN 0-253-34035-7.
- Rohani Hashim (2005). "Lat's Kampong Boy: Rural Malays in Tradition and Transition". Dalam Palmer, Edwina. Asian Futures, Asian Traditions. Kent, Inggris: Global Oriental. hlm. 389–400. ISBN 1-901903-16-8.
- Hassan Abdullah Muthalib (2007). "From Mousedeer to Mouse: Malaysian Animation at the Crossroads" (registration required). Inter-Asia Cultural Studies: Southeast Asian Cinema. Hong Kong: Dow Jones & Company. 8 (2): pp. 288–297. doi:10.1080/14649370701238755. ISSN 1464-9373. IDNumber: 512199. Diakses tanggal 4 Desember 2010.
- Sumber jurnalistik
- Chandran, Sheela (10 Juli 2005). "Smile with Shiera". The Star. Selangor, Malaysia: Star Publications. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Agustus 2010. Diakses tanggal 19 Agustus 2010.
- Crossings: Datuk Lat (Television production). Singapore: Discovery Networks Asia. 21 September 2003.
- DeMott, Rick (9 November 2004). "Nick Asia To Air Annecy Winning Kampung Boy". AWN.com. Los Angeles, Amerika Serikat: Animation World Network. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Agustus 2010. Diakses tanggal 16 Juli 2010.
- Goh, Daryl (27 Agustus 1999). "Lat's of Village People". The Star. Selangor, Malaysia: Star Publications. Diarsipkan dari versi asli Periksa nilai
|url=
(bantuan) tanggal 13 February 2005. Diakses tanggal 26 Agustus 2010. - Haliza Ahmad (19 Agustus 1999a). "'Kampung Boy' Arrives" (Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 11. Proquest ID: 44037523. Diakses tanggal 24 Juli 2010.
- Haliza Ahmad (24 Desember 1999b). "Annecy Awards '99 for Lat's Kampung Boy" (Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 15. Proquest ID: 47449038. Diakses tanggal 24 Juli 2010.
- Haliza Ahmad (24 Juli 2000). "Voices Behind Kampung Boy Characters" (Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 23. Proquest ID: 56810987. Diakses tanggal 24 Juli 2010.
- Jayasankaran, S (22 Juli 1999). "Going Global" (registration required). Far Eastern Economic Review. Hong Kong: Dow Jones & Company. 162 (29): pp. 35–36. ISSN 0014-7591. Proquest ID: 43402018. Diakses tanggal 12 Maret 2010.
- Manavalan, Theresa (4 Juli 1999). "Kampung Boy Hits Big Time". New Sunday Times. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 10. Proquest ID: 42901498. Diakses tanggal 18 Mei 2010.
- "Lat Cartoon Series to Debut on Astro TV" (Subscription required). New Straits Times. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. 26 November 1996. hlm. 9. Proquest ID: 21908173. Diakses tanggal 14 Maret 2010.
- "More than a Cartoonist". Annual Business Economic and Political Review: Malaysia. Kuala Lumpur, Malaysia: Oxford Business Group. 2 (Emerging Malaysia 2007): pp. 257–258. 2007. ISSN 1755-232x Periksa nilai
|issn=
(bantuan). Diakses tanggal 4 Desember 2010. - Seneviratne, Kalinga (12 Desember 2002). "Asia's Animation Industry Spreads Its Wings". Asia Times Online. Hong Kong. Inter Press Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 November 2004. Diakses tanggal 19 Agustus 2010.
- "'Unhealthy' Elements Invading Local Cartoon Industry, Says Lat" (Subscription required). Financial Times. Kuala Lumpur: Financial Times Group. Bernama. 7 Februari 2004. hlm. 1. Proquest ID: 541584751. Diakses tanggal 27 Juli 2010.