Konflik: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 202.67.37.33 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rachmat04
Tag: Pengembalian
Dikembalikan ke revisi 24757722 oleh 180.244.161.4 (bicara): -> rv WP:LTA/ANALISA (182.1.160.0/19) (🕵️‍♂️)
Tag: Pembatalan
 
(20 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Konflik''' atau '''pertikaian''' secara estimologi berasal dari kata kerja [[bahasa Latin|Latin]] yaitu ''"con"'' yang artinya bersama dan ''"fligere"'' yang artinya benturan atau bertabrakan.<ref>{{Cite book|last=Setiadi, Elly M.|date=2011|url=http://worldcat.org/oclc/1027892438|title=Pengantar sosiologi : pemahaman fakta dan gejala permasalahaan sosial : teori, applikasi dan pemecahannya|publisher=Kencana|oclc=1027892438}}</ref> Secara umum, konflik merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial di mana terjadi pertentangan atau pertikaian baik antar [[individu]] dengan individu, individu dengan [[Kelompok sosial|kelompok]], kelompok dengan kelompok, maupun kelompok dengan [[pemerintah]].<ref>{{Cite book|last=Rauf|first=Maswadi|date=2001|url=|title=Konsensus dan Konflik Politik|location=Jakarta|publisher=DIKTI|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>
'''Konflik''' berasal dari kata kerja [[bahasa Latin|Latin]] ''configere'' yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
[[Berkas:2006-08-05 London Demo2.jpg|200px|ka|jmpl|Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.]]
[[Berkas:2006-08-05 London Demo2.jpg|200px|ka|jmpl|Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antara anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.]]
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu [[interaksi]]. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap [[masyarakat]] dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu [[interaksi]]. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, [[pengetahuan]], [[adat istiadat]], [[Keyakinan dan kepercayaan|keyakinan]], [[gagasan]], dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam [[interaksi sosial]], konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap [[masyarakat]] dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.


Konflik bertentangan dengan [[integrasi sosial|integrasi]]. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik bertentangan dengan [[integrasi sosial|integrasi]]. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.


== Definisi konflik ==
== Definisi Konflik ==
=== Konflik menurut Stephen W. Robbin ===
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
Robbin mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai ''The Conflict Paradoks'', yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.<ref>{{Cite book|last=Robbins, Stephen P., 1943-|url=https://www.worldcat.org/oclc/848756214|title=Organizational behavior|location=Boston|isbn=978-0-13-350764-5|edition=Edition 16|others=Judge, Tim.|oclc=848756214}}</ref> Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:


# Pandangan tradisional ''(The Traditional View)''. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disetarakan dengan istilah kekerasan ''(violence)'', kerusakan ''(destruction)'', dan tidak rasional ''(irrationality)''. Konflik ini merupakan suatu hasil [[disfungsional]] akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang–orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
# Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
# Pandangan hubungan manusia ''(The Human Relation View)''. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
# Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
# Pandangan interaksionis ''(The Interactionist View)''. Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
# Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
# Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
# Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
# Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
# Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
# Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
# Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
# Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)


== Konflik Menurut Robbin ==
=== Konflik menurut Stoner dan Freeman ===
Stoner dan Freeman membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern:<ref>{{Cite book|last=Stoner, James Arthur Finch, 1935-|date=1995|url=https://www.worldcat.org/oclc/30814896|title=Management|location=Englewood Cliffs, N.J.|publisher=Prentice Hall|isbn=0-13-108747-9|edition=6th ed., Annotated instructor's ed|others=Freeman, R. Edward, 1951-, Gilbert, Daniel R., 1952-|oclc=30814896}}</ref>


# Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

# Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
# Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
# Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

== Konflik Menurut Stoner dan Freeman ==
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):

# Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
# Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
# Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.


== Konflik Menurut Myers ==
=== Konflik menurut Lewis A. Coser ===
Menurut Coser dalam tulisannya yang berjudul ''The Functions of Social Conflict'', ia mendefinisikan konflik sebagai perebutan nilai dan klaim atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang langka di mana tujuan lawannya adalah untuk menetralkan, melukai atau melumpuhkan pihak yang menjadi lawan. Coser juga berpendapat bahwa konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam membentuk, menyatukan, dan memelihara struktur sosial.<ref name=":1">{{Cite book|last=Coser, Lewis A., 1913-2003.|date=2001|url=https://www.worldcat.org/oclc/823319505|title=The functions of social conflict|location=London|publisher=Routledge|isbn=978-1-135-63908-2|oclc=823319505}}</ref> Terjadinya konflik diantara satu kelompok dengan kelompok yang lain dapat memperkuat dan melindungi identitas kelompok sehingga tidak melebur dengan dunia sosial sekelilingnya. Tidak terjadinya konflik di dalam suatu kelompok menunjukkan integrasi kelompok yang lemah dengan masyarakat.<ref name=":1" /> Coser menganggap bahwa konflik tidak bisa hanya dipandang dalam pandangan negatif saja karena perbedaan adalah suatu hal yang normal yang sebenarnya berdampak pada memperkuat [[struktur sosial]]. Dengan begitu, Coser menolak pandangan bahwa tidak adanya konflik yang terjadi dalam suatu kelompok menjadi indikator kekuatan dan kestabilan dari suatu hubungan.
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

# Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
# Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.


== Konflik Menurut Peneliti Lainnya ==
=== Konflik menurut ahli lainnya ===


# Soerjono Soekanto memberikan definisi konflik sebagai proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.
# Paul Conn berpendapat bahwa konflik merupakan sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mempengaruhi proses dari pembentukan dan pelaksanaan kebijakan sebagai sebuah upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai.<ref>{{Cite book|last=Susan|first=Novri|date=2009|url=|title=Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer|location=Jakarta|publisher=Kencana Prenada Media Group|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>
# Robert Lawang berpendapat bahwa konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif terbatas.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Sosiologi|first=Jurnal Pemikiran|date=2017-01-01|title=Pengantar Redaksi|url=http://dx.doi.org/10.22146/jps.v4i1.23645|journal=Jurnal Pemikiran Sosiologi|volume=4|issue=1|doi=10.22146/jps.v4i1.23645|issn=2502-2059}}</ref> Menurutnya, konflik juga dapat diartikan sebagai sebuah perjuangan dalam memperoleh nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya yang mana tujuan dari konflik itu sendiri bukan hanya untuk memperoleh keuntungan namun untuk menundukkan lawannya.<ref name=":0" />
# Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
# Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
# Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali pada masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
# Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali pada masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
Baris 49: Baris 35:


== Penyebab konflik ==
== Penyebab konflik ==
Ada beberapa penyebab yang bisa menyebabkan terjadinya konflik sosial dalam kehidupan masyarakat. Penyebab konflik, yaitu:<ref name="Penyebab> {{Cite news|title= Konflik Sosial: Arti dan Faktor Penyebabnya|author= Ari Welianto|accessdate= 14 November 2020|url= https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/06/200000469/konflik-sosial-arti-dan-faktor-penyebabnya?page=all|editor-last= Welianto|editor-first= Ari|first= Ari|last= Welianto|work= [[Kompas.com]]}} </ref>


=== Perbedaan antar perorangan ===
* '''Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. '''
Perbedaan antar perorangan dapat berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Karena setiap manusia pastinya tidak pernah ada kesamaan yang baku antara orang yang satu dengan yang lain. Perbedaan kebiasaan dan perasaan dapat menimbulkan kebencian dan amarah sebagai awal timbulnya konflik.<ref name="Penyebab />
Setiap [[manusia]] adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.


* '''Perbedaan latar belakang [[kebudayaan]] sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.'''
=== Perbedaan kebudayaan ===
Setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, seperti perilaku atau tata sikap. Konflik bisa terjadi karena kelainan tata sikap dan perilaku sosialnya. Jika tidak ada titik temu atau kesepakatan akan konflik akan meluas.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian [[kelompok sosial|kelompoknya]]. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.


Perbedaan kebudayaan identik dengan daerah yang berbeda. Tidak menutup kemungkinan mereka yang berasal dari daerah yang sama memiliki kebudayaan yang berbeda karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya tidaklah sama.
* '''Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.'''
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang [[kebudayaan]] yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan [[hutan]]. Para tokoh [[masyarakat]] menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para [[petani]] menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau [[ladang]]. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat.
Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang [[politik]], [[ekonomi]], [[sosial]], dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.


Adanya perbedaan latar belakang kebudayaan bisa membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
* '''Perubahan-perubahan [[nilai sosial|nilai]] yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.'''

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat [[industri]]. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam [[organisasi sosial|organisasi]] formal [[perusahaan]]. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik bahkan kekerasan sosial.<ref name="Penyebab />

=== Perbedaan kepentingan ===

Adanya perbedaan kepentingan bisa menjadi munculnya konflik sosial. Karena kepentingan itu sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup itu sendiri.

Ketika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka akan merasakan kepuasan. Sebaliknya ketika mengalami kegagalan dalam memenuhi kepentingannya maka akan menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun lingkungannya.<ref name="Penyebab />

=== Perubahan yang terlalu cepat ===
Konflik sosial bisa terjadi dampak dari [[revolusi]] atau [[perubahan sosial]] yang terlalu cepat di [[masyarakat]].

Konflik adalah salah satu penyebab perubahan sosial yang cepat di atas. Bila kasus revolusi dijadikan acuan, konflik adalah faktor penggerak revolusi.

Sebuah revolusi biasanya diawali oleh rentetan atau gelombang aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok orang.

Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan di masyarakat.

Bahkan bisa terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.<ref name="Penyebab />


== Jenis-jenis konflik ==
== Jenis-jenis konflik ==
Baris 73: Baris 76:
* konflik individu dengan kelompok
* konflik individu dengan kelompok


Selain itu terdapat berbagai macam konflik yang dikelompokkan dalam beberapa jenis antara lain sebagai berikut : <ref>[http://blog.unnes.ac.id/srirahayu/2016/02/10/pengertian-konflik-sosial-penyebab-macam-macam-dampaknya/ Pengertian Konflik Sosial, Penyebab, Macam-Macam & Dampaknya] </ref>
Selain itu terdapat berbagai macam konflik yang dikelompokkan dalam beberapa jenis antara lain sebagai berikut:<ref>[http://blog.unnes.ac.id/srirahayu/2016/02/10/pengertian-konflik-sosial-penyebab-macam-macam-dampaknya/ Pengertian Konflik Sosial, Penyebab, Macam-Macam & Dampaknya]</ref>
=== Macam-macam konflik berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya ===
=== Macam-macam konflik berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya ===
* Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), adalah konflik yang terjadi karena memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang terlampau banyak untuk di tinggalkan.
* Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), adalah konflik yang terjadi karena memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang terlampau banyak untuk di tinggalkan.
Baris 83: Baris 86:


=== Macam-macam konflik berdasarkan fungsinya ===
=== Macam-macam konflik berdasarkan fungsinya ===
* Konflik konstruktif, adalah konflik yang mempunyai nilai positif kepada pengembangan organisasi. Konflik konstruktif menimbulkan keuntungan-keuntungan bagi individu maupun kelompok anak rumah antara lain sebagai berikut: meningkatkan inisiatif dan kreativitas individu atau kelompok anak, mereka akan berusaha bekerja dengan cara-cara baru yang lebih baik; intensitas usaha semakin meningkat, perasaan apatis teratasi, individu atau kelompok yang terlibat akan bekerja lebih keras lagi; ikatan atau kohesi semakin kuat, konflik dapat memperkuat identitas kelompok dan komitmen untuk mencapai tujuan bersama kelompok; serta surutnya ketegangan pribadi.
* Konflik konstruktif, adalah konflik yang mempunyai nilai positif kepada pengembangan organisasi.
* Konflik destruktif, adalah konflik yang memiliki dampak negatif kepada pengembangan organisasi.
* Konflik destruktif, adalah konflik yang memiliki dampak negatif kepada pengembangan organisasi. Konflik destruktif menimbulkan kerugian bagi individu, kelompok maupun organisasi-organisasi yang terlibat di dalamnya. Konflik demikian terjadi misalnya, dua orang yang bertetangga tidak dapat rukun karena diantara mereka terjangkit perasaan tidak senang atau apabila anggota sebuah organisasi tidak dapat mencapai penyesuaian paham tentang tujuan pokok organisasi.


=== Macam-macam konflik berdasarkan posisi seseorang dalam struktur organisasi ===
=== Macam-macam konflik berdasarkan posisi seseorang dalam struktur organisasi ===
* Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki jabatan yang tidak sama dengan dalam organisasi.
* Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki jabatan yang tidak sama dengan dalam organisasi.
* Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat dalam organisasi.
* Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Contoh konflik horizontal adalah konflik antar para petinggi partai demokrat.
* Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi karyawan yang memegang posisi komando, dengan pejabat staf sebagai penasehat dalam organisasi.
* Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi karyawan yang memegang posisi komando, dengan pejabat staf sebagai penasehat dalam organisasi.
* Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki peran yang lebih dari satu.
* Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki peran yang lebih dari satu.
Baris 114: Baris 117:
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :


* meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (''ingroup'') yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
* Konflik dapat meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
* Konflik dapat menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma yang baru.
* Konflik berfungsi sebagai alat perubahan sosial, misalnya anggota-anggota kelompok atau masyarakat yang berseteru akan menilai dirinya sendiri dan mungkin akan terjadi perubahan dalam dirinya.
* Konflik menciptakan kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada pada kekuatan yang seimbang.
* keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
* keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
* perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
* perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
Baris 120: Baris 126:
* dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
* dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.


Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
* Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
* Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

* Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
* Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.

* Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
* Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
* Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk [[menghindari konflik]].

* Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.


== Contoh konflik ==
== Contoh konflik ==
Baris 133: Baris 136:
* [[Konflik Timur Tengah]] merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul [[kekerasan]]. hal ini dapat dilihat dalam konflik [[Israel]] dan [[Palestina]].
* [[Konflik Timur Tengah]] merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul [[kekerasan]]. hal ini dapat dilihat dalam konflik [[Israel]] dan [[Palestina]].
* Konflik Katolik-Protestan di [[Irlandia Utara]] memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
* Konflik Katolik-Protestan di [[Irlandia Utara]] memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
* Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan [[ras]] dan [[etnis]]. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat [[Kosovo]]), konflik di [[Rwanda]], dan konflik di [[Kazakhstan]].
* Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan [[ras]] dan [[etnis]]. Ini termasuk [[Perang Kosovo|perang]] di Kosovo dan [[Genosida Rwanda|genosida]] di Rwanda.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
Baris 143: Baris 146:
* [[Kontravensi]]
* [[Kontravensi]]
* [[Teori konflik]]
* [[Teori konflik]]
*[[Menghindari konflik]]


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi terkini sejak 25 Maret 2024 06.55

Konflik atau pertikaian secara estimologi berasal dari kata kerja Latin yaitu "con" yang artinya bersama dan "fligere" yang artinya benturan atau bertabrakan.[1] Secara umum, konflik merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial di mana terjadi pertentangan atau pertikaian baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, maupun kelompok dengan pemerintah.[2]

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antara anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, gagasan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Definisi Konflik[sunting | sunting sumber]

Konflik menurut Stephen W. Robbin[sunting | sunting sumber]

Robbin mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.[3] Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disetarakan dengan istilah kekerasan (violence), kerusakan (destruction), dan tidak rasional (irrationality). Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang–orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Konflik menurut Stoner dan Freeman[sunting | sunting sumber]

Stoner dan Freeman membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern:[4]

  1. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
  2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Konflik menurut Lewis A. Coser[sunting | sunting sumber]

Menurut Coser dalam tulisannya yang berjudul The Functions of Social Conflict, ia mendefinisikan konflik sebagai perebutan nilai dan klaim atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang langka di mana tujuan lawannya adalah untuk menetralkan, melukai atau melumpuhkan pihak yang menjadi lawan. Coser juga berpendapat bahwa konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam membentuk, menyatukan, dan memelihara struktur sosial.[5] Terjadinya konflik diantara satu kelompok dengan kelompok yang lain dapat memperkuat dan melindungi identitas kelompok sehingga tidak melebur dengan dunia sosial sekelilingnya. Tidak terjadinya konflik di dalam suatu kelompok menunjukkan integrasi kelompok yang lemah dengan masyarakat.[5] Coser menganggap bahwa konflik tidak bisa hanya dipandang dalam pandangan negatif saja karena perbedaan adalah suatu hal yang normal yang sebenarnya berdampak pada memperkuat struktur sosial. Dengan begitu, Coser menolak pandangan bahwa tidak adanya konflik yang terjadi dalam suatu kelompok menjadi indikator kekuatan dan kestabilan dari suatu hubungan.

Konflik menurut ahli lainnya[sunting | sunting sumber]

  1. Soerjono Soekanto memberikan definisi konflik sebagai proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.
  2. Paul Conn berpendapat bahwa konflik merupakan sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mempengaruhi proses dari pembentukan dan pelaksanaan kebijakan sebagai sebuah upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai.[6]
  3. Robert Lawang berpendapat bahwa konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif terbatas.[7] Menurutnya, konflik juga dapat diartikan sebagai sebuah perjuangan dalam memperoleh nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya yang mana tujuan dari konflik itu sendiri bukan hanya untuk memperoleh keuntungan namun untuk menundukkan lawannya.[7]
  4. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
  5. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali pada masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

Teori-teori konflik[sunting | sunting sumber]

Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.

Penyebab konflik[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa penyebab yang bisa menyebabkan terjadinya konflik sosial dalam kehidupan masyarakat. Penyebab konflik, yaitu:[8]

Perbedaan antar perorangan[sunting | sunting sumber]

Perbedaan antar perorangan dapat berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Karena setiap manusia pastinya tidak pernah ada kesamaan yang baku antara orang yang satu dengan yang lain. Perbedaan kebiasaan dan perasaan dapat menimbulkan kebencian dan amarah sebagai awal timbulnya konflik.[8]

Perbedaan kebudayaan[sunting | sunting sumber]

Setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, seperti perilaku atau tata sikap. Konflik bisa terjadi karena kelainan tata sikap dan perilaku sosialnya. Jika tidak ada titik temu atau kesepakatan akan konflik akan meluas.

Perbedaan kebudayaan identik dengan daerah yang berbeda. Tidak menutup kemungkinan mereka yang berasal dari daerah yang sama memiliki kebudayaan yang berbeda karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya tidaklah sama.

Adanya perbedaan latar belakang kebudayaan bisa membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Pemikiran dan pendirian yang berbeda akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik bahkan kekerasan sosial.[8]

Perbedaan kepentingan[sunting | sunting sumber]

Adanya perbedaan kepentingan bisa menjadi munculnya konflik sosial. Karena kepentingan itu sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup itu sendiri.

Ketika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka akan merasakan kepuasan. Sebaliknya ketika mengalami kegagalan dalam memenuhi kepentingannya maka akan menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun lingkungannya.[8]

Perubahan yang terlalu cepat[sunting | sunting sumber]

Konflik sosial bisa terjadi dampak dari revolusi atau perubahan sosial yang terlalu cepat di masyarakat.

Konflik adalah salah satu penyebab perubahan sosial yang cepat di atas. Bila kasus revolusi dijadikan acuan, konflik adalah faktor penggerak revolusi.

Sebuah revolusi biasanya diawali oleh rentetan atau gelombang aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok orang.

Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan di masyarakat.

Bahkan bisa terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.[8]

Jenis-jenis konflik[sunting | sunting sumber]

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 7 macam :

  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar geng).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.
  • konflik individu dengan kelompok

Selain itu terdapat berbagai macam konflik yang dikelompokkan dalam beberapa jenis antara lain sebagai berikut:[9]

Macam-macam konflik berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya[sunting | sunting sumber]

  • Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), adalah konflik yang terjadi karena memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang terlampau banyak untuk di tinggalkan.
  • Konflik antar-individu (conflict among individual), adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.
  • Konflik antar individu dan kelompok (conflict among individual and groups), adalah konflik yang terjadi karena terdapat individu yang gagal beradaptasi dengan norma-norma kelompok dimana tempat ia bekerja.
  • Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization) adalah konflik yang terjadi karena setiap kelompok memiliki tujuan tersendiri dan berbeda yang ingin di capai.
  • Konflik antar organisasi (conflict among organization), adalah konflik yang terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi yang menimbulkan dampak negatif bagi anggota organisasi lain.
  • Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individual in different organization), adalah konflik yang terjadi karena sikap atau perilaku anggota organisasi yang berdampak negatif anggota organisasi lain.

Macam-macam konflik berdasarkan fungsinya[sunting | sunting sumber]

  • Konflik konstruktif, adalah konflik yang mempunyai nilai positif kepada pengembangan organisasi. Konflik konstruktif menimbulkan keuntungan-keuntungan bagi individu maupun kelompok anak rumah antara lain sebagai berikut: meningkatkan inisiatif dan kreativitas individu atau kelompok anak, mereka akan berusaha bekerja dengan cara-cara baru yang lebih baik; intensitas usaha semakin meningkat, perasaan apatis teratasi, individu atau kelompok yang terlibat akan bekerja lebih keras lagi; ikatan atau kohesi semakin kuat, konflik dapat memperkuat identitas kelompok dan komitmen untuk mencapai tujuan bersama kelompok; serta surutnya ketegangan pribadi.
  • Konflik destruktif, adalah konflik yang memiliki dampak negatif kepada pengembangan organisasi. Konflik destruktif menimbulkan kerugian bagi individu, kelompok maupun organisasi-organisasi yang terlibat di dalamnya. Konflik demikian terjadi misalnya, dua orang yang bertetangga tidak dapat rukun karena diantara mereka terjangkit perasaan tidak senang atau apabila anggota sebuah organisasi tidak dapat mencapai penyesuaian paham tentang tujuan pokok organisasi.

Macam-macam konflik berdasarkan posisi seseorang dalam struktur organisasi[sunting | sunting sumber]

  • Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki jabatan yang tidak sama dengan dalam organisasi.
  • Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Contoh konflik horizontal adalah konflik antar para petinggi partai demokrat.
  • Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi karyawan yang memegang posisi komando, dengan pejabat staf sebagai penasehat dalam organisasi.
  • Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki peran yang lebih dari satu.

Macam-macam konflik berdasarkan dampak yang timbul[sunting | sunting sumber]

  • Konflik fungsional, adalah konflik yang memberikan manfaat atau keuntungan bagi organisasi yang dapat dikelola dan dikendalikan dengan baik.
  • Konflik Infungsional, adalah konflik yang dampaknya merugikan orang lain.

Macam-macam konflik berdasarkan sumber konflik[sunting | sunting sumber]

  • Konflik tujuan, adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan individu, organisasi atau kelompok yang memunculkan konflik
  • Konflik peranan, adalah konflik yang terjadi karena terdapat peran yang lebih dari satu.
  • Konflik nilai, adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan nilai yang dianut oleh seseorang berbeda dengan nilai yang dianut oleh organisasi atau kelompok.
  • Konflik kebijakan, adalah konflik yang terjadi karena individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang diambil oleh organisasi.

Macam-macam konflik berdasarkan bentuknya[sunting | sunting sumber]

  • Konflik realistis, adalah konflik yang terjadi karena kekecewaan individu atau kelompok atas tuntutannya.
  • Konflik nonrealistif, adalah konflik yang terjadi karena kebutuhan yang meredakan ketegangan.

Macam-macam konflik berdasarkan tempat terjadinya[sunting | sunting sumber]

  • Konflik in-group, adalah konflik yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat sendiri
  • Konflik out-group, adalah konflik yang terjadi antara suatu kelompok atau masyarakat dengan suatu kelompok atau masyarakat lain.

Akibat konflik[sunting | sunting sumber]

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

  • Konflik dapat meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • Konflik dapat menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma yang baru.
  • Konflik berfungsi sebagai alat perubahan sosial, misalnya anggota-anggota kelompok atau masyarakat yang berseteru akan menilai dirinya sendiri dan mungkin akan terjadi perubahan dalam dirinya.
  • Konflik menciptakan kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada pada kekuatan yang seimbang.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesis sebagai berikut:

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Contoh konflik[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Setiadi, Elly M. (2011). Pengantar sosiologi : pemahaman fakta dan gejala permasalahaan sosial : teori, applikasi dan pemecahannya. Kencana. OCLC 1027892438. 
  2. ^ Rauf, Maswadi (2001). Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: DIKTI. 
  3. ^ Robbins, Stephen P., 1943-. Organizational behavior. Judge, Tim. (edisi ke-Edition 16). Boston. ISBN 978-0-13-350764-5. OCLC 848756214. 
  4. ^ Stoner, James Arthur Finch, 1935- (1995). Management. Freeman, R. Edward, 1951-, Gilbert, Daniel R., 1952- (edisi ke-6th ed., Annotated instructor's ed). Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall. ISBN 0-13-108747-9. OCLC 30814896. 
  5. ^ a b Coser, Lewis A., 1913-2003. (2001). The functions of social conflict. London: Routledge. ISBN 978-1-135-63908-2. OCLC 823319505. 
  6. ^ Susan, Novri (2009). Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 
  7. ^ a b Sosiologi, Jurnal Pemikiran (2017-01-01). "Pengantar Redaksi". Jurnal Pemikiran Sosiologi. 4 (1). doi:10.22146/jps.v4i1.23645. ISSN 2502-2059. 
  8. ^ a b c d e Welianto, Ari. Welianto, Ari, ed. "Konflik Sosial: Arti dan Faktor Penyebabnya". Kompas.com. Diakses tanggal 14 November 2020. 
  9. ^ Pengertian Konflik Sosial, Penyebab, Macam-Macam & Dampaknya