Masjid Sultan Suriansyah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Baris 30: Baris 30:


Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi:<br>
Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi:<br>
{{cquote|[[Kiai]] Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)}}.<ref>Perhitungan kalender [[Aboge]], dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu dengan urutan terdiri tahun Alif (1153), Ha (1154), Jim awal (1155), Za (1156), Dal (1157), Ba (1158), Wawu (1159), dan Jim akhir (1160)</ref> Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanggal 10 [[Sya'ban]] 1159 [[Hijriyah]] telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (pintu utama) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Sepuh atau Sultan [[Tamjidullah I]] (1734-1759).
{{cquote|[[Kiai]] Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)}}.<ref>Perhitungan kalender [[Aboge]], dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu dengan urutan terdiri tahun Alif (1153), Ha (1154), Jim awal (1155), Za (1156), Dal (1157), Ba (1158), Wawu (1159), dan Jim akhir (1160)</ref> Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanggal 10 [[Sya'ban]] 1159 [[Hijriyah]] (1744/45 M) telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (pintu utama) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Sepuh atau Sultan [[Tamjidullah I]] (1734-1759).


=== Mimbar Masjid ===
=== Mimbar Masjid ===

Revisi per 17 Juli 2022 03.15

مسجد السلطان سوريانسيه
Masjid Sultan Suriansyah
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiJalan Kuin Utara, Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid
Gaya arsitekturBanjar

Masjid Sultan Suriansyah atau Masjid Kuin adalah sebuah masjid bersejarah di Kota Banjarmasin yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam.[1] Masjid Kuin merupakan salah satu dari tiga masjid tertua yang ada di kota Banjarmasin pada masa Mufti Jamaluddin (Mufti Banjarmasin), masjid yang lainnya adalah Masjid Besar (cikal bakal Masjid Jami Banjarmasin) dan Masjid Basirih.[2] Masjid ini terletak di Jalan Kuin Utara, Kelurahan Kuin Utara, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan situs ibu kota Kesultanan Banjar yang pertama kali. Masjid ini letaknya berdekatan dengan komplek makam Sultan Suriansyah dan di tepian kiri sungai Kuin.

Masjid yang didirikan di tepi sungai Kuin ini memiliki bentuk arsitektur tradisional Banjar, dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang. Pada bagian mihrab masjid ini memiliki atap sendiri yang terpisah dengan bangunan induk.

Masjid kuno

Lawang Agung

Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung. Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi:

Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi:

.[3] Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanggal 10 Sya'ban 1159 Hijriyah (1744/45 M) telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (pintu utama) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Sepuh atau Sultan Tamjidullah I (1734-1759).

Mimbar Masjid

Mimbar Masjid Sultan Suriansyah.

Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi:

.

Pada bagian kanan atas terdapat tulisan:

Sedang pada bagian kiri terdapat tulisan:

.

Ini berarti pembuatan mimbar pada hari Selasa Legi tanggal 17 Rajab 1296, atas nama Haji Muhammad Ali al-Najri.

Filosofi ruang

Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan adaptasi pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut: atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang di bawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.

Galeri

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ (Indonesia) Zein, Abdul Baqir (1999). Masjid-masjid bersejarah di Indonesia. Gema Insani. hlm. 328. ISBN 979-561-567-X. ISBN 978-979-561-567-5
  2. ^ (Indonesia) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2005). Sejarah dan dialog peradaban: persembahan 70 tahun Prof. Dr. Taufik Abdullah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. ISBN 979-3673-84-2. ISBN 978-979-3673-84-4
  3. ^ Perhitungan kalender Aboge, dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu dengan urutan terdiri tahun Alif (1153), Ha (1154), Jim awal (1155), Za (1156), Dal (1157), Ba (1158), Wawu (1159), dan Jim akhir (1160)

Koordinat: 3°17′40″S 114°34′34″E / 3.29433056577°S 114.576103775°E / -3.29433056577; 114.576103775