Melioidosis: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
+
Tag: halaman dengan galat kutipan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
+
Tag: halaman dengan galat kutipan
Baris 41: Baris 41:
Pajanan terhadap ''Burkholderia pseudomallei'' biasanya dapat menyebabkan antibodi diproduksi untuk melawan bakteri itu tanpa gejala apapun. Dari pasien yang menderita infeksi klinis, 85% pasien mengalami gejala akut dari pemerolehan bakteri terkini.<ref name="Joost 2018"/><ref name="pmid21152057">{{cite journal| author=Currie BJ, Ward L, Cheng AC| title=The epidemiology and clinical spectrum of melioidosis: 540 cases from the 20 year Darwin prospective study. | journal=PLOS Negl Trop Dis | year= 2010 | volume= 4 | issue= 11 | pages= e900 | pmid=21152057 | doi=10.1371/journal.pntd.0000900 | pmc=2994918 }}</ref><ref name="Bennett 2015">{{cite book |vauthors=Bennett JE, Raphael D, Martin JB, Currie BJ |title=Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases|chapter=223 |date=2015 |publisher=Elsevier |isbn=978-1-4557-4801-3 |pages=2541–2549 |edition=Eighth}}</ref> [[Masa inkubasi]] rata-rata melioidosis akut adalah 9 hari (kisaran 1–21 hari).<ref name="Joost 2018"/> Walau begitu, gejala melioidosis dapat muncul dalam 24 jam bagi mereka yang dijangkiti saat hampir tenggelam di air yang terkontaminasi.<ref name="Bennett 2015"/> Mereka yang terkena melioidosis akan memunculkan gejala [[sepsis]] (terutama demam) dengan atau tanpa [[radang paru-paru]], atau [[bisul]] atau fokus infeksi lainnya. Adanya tanda dan gejala yang tidak spesifik yang menyebabkan melioidosis dijuluki "peniru ulung".<ref name="Joost 2018"/>
Pajanan terhadap ''Burkholderia pseudomallei'' biasanya dapat menyebabkan antibodi diproduksi untuk melawan bakteri itu tanpa gejala apapun. Dari pasien yang menderita infeksi klinis, 85% pasien mengalami gejala akut dari pemerolehan bakteri terkini.<ref name="Joost 2018"/><ref name="pmid21152057">{{cite journal| author=Currie BJ, Ward L, Cheng AC| title=The epidemiology and clinical spectrum of melioidosis: 540 cases from the 20 year Darwin prospective study. | journal=PLOS Negl Trop Dis | year= 2010 | volume= 4 | issue= 11 | pages= e900 | pmid=21152057 | doi=10.1371/journal.pntd.0000900 | pmc=2994918 }}</ref><ref name="Bennett 2015">{{cite book |vauthors=Bennett JE, Raphael D, Martin JB, Currie BJ |title=Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases|chapter=223 |date=2015 |publisher=Elsevier |isbn=978-1-4557-4801-3 |pages=2541–2549 |edition=Eighth}}</ref> [[Masa inkubasi]] rata-rata melioidosis akut adalah 9 hari (kisaran 1–21 hari).<ref name="Joost 2018"/> Walau begitu, gejala melioidosis dapat muncul dalam 24 jam bagi mereka yang dijangkiti saat hampir tenggelam di air yang terkontaminasi.<ref name="Bennett 2015"/> Mereka yang terkena melioidosis akan memunculkan gejala [[sepsis]] (terutama demam) dengan atau tanpa [[radang paru-paru]], atau [[bisul]] atau fokus infeksi lainnya. Adanya tanda dan gejala yang tidak spesifik yang menyebabkan melioidosis dijuluki "peniru ulung".<ref name="Joost 2018"/>


Orang yang menderita [[diabetes melitus]] atau pajanan bakteri secara teratur berada pada peningkatan risiko menderita melioidosis. Penyakit ini harus dipertimbangkan pada mereka yang tinggal di daerah endemi yang mengalami demam, radang paru-paru, atau bisul di hati, limpa, prostat, atau [[kelenjar parotid]] mereka. Manifestasi klinis penyakit ini dapat membentang dari perubahan kulit yang sederhana hingga masalah organ yang parah.<ref name="Joost 2018"/> Perubahan kulit dapat berupa bisul atau borok nonspesifik.<ref>{{cite journal | vauthors = Fertitta L, Monsel G, Torresi J, Caumes E | title = Cutaneous melioidosis: a review of the literature | journal = International Journal of Dermatology | volume = 58 | issue = 2 | pages = 221–227 | date = February 2019 | pmid = 30132827 | doi = 10.1111/ijd.14167 | s2cid = 52056443 | hdl = 11343/284394 | hdl-access = free }}</ref> Di utara Australia, 60% dari anak-anak yang terjangkit presented with only skin lesions, while 20% presented with pneumonia.<ref name="Currie 2015"/> The commonest organs affected are liver, spleen, lungs, prostate, and kidneys. Among the most common clinical signs are [[bacteremia|presence of bacteria in blood]] (in 40 to 60% of cases), pneumonia (50%), and [[septic shock]] (20%).<ref name="Joost 2018"/> People with only pneumonia may have a prominent cough with sputum and shortness of breath. However, those with septic shock together with pneumonia may have minimal coughing.<ref name="Yi 2014"/> Results of a chest X-ray can range from diffuse nodular infiltrates in those with septic shock to progressive [[pulmonary consolidation|solidification of the lungs]] in the [[Lung#Anatomy|upper lobes]] for those with pneumonia only. [[Pleural effusion|Excess fluid in the pleural cavity]] and [[empyema|gathering of pus within a cavity]] are more common for melioidosis affecting lower lobes of the lungs.<ref name="Yi 2014"/> In 10% of cases, people develop secondary pneumonia caused by other bacteria after the primary infection.<ref name="Currie 2015"/>
Orang yang menderita [[diabetes melitus]] atau pajanan bakteri secara teratur berada pada peningkatan risiko menderita melioidosis. Penyakit ini harus dipertimbangkan pada mereka yang tinggal di daerah endemi yang mengalami demam, radang paru-paru, atau bisul di hati, limpa, prostat, atau [[kelenjar parotid]] mereka. Manifestasi klinis penyakit ini dapat membentang dari perubahan kulit yang sederhana hingga masalah organ yang parah.<ref name="Joost 2018"/> Perubahan kulit dapat berupa bisul atau tukak nonspesifik.<ref>{{cite journal | vauthors = Fertitta L, Monsel G, Torresi J, Caumes E | title = Cutaneous melioidosis: a review of the literature | journal = International Journal of Dermatology | volume = 58 | issue = 2 | pages = 221–227 | date = February 2019 | pmid = 30132827 | doi = 10.1111/ijd.14167 | s2cid = 52056443 | hdl = 11343/284394 | hdl-access = free }}</ref> Di utara Australia, 60% dari anak-anak yang terjangkit hanya menunjukkan [[lesi]] kilit, sedangkan 20% dari anak-anak yang terjangkit menunjukkan radang paru-paru.<ref name="Currie 2015"/> Organ yang paling sering terkena melioidosis adalah hati, limpa, paru-paru, prostat, dan ginjal. Di antara tanda-tanda klinis yang paling umum adalah [[bakteremia|adanya bakteri dalam darah]] (dalam 40% sampai 60% kasus), radang paru-paru (50%), dan [[syok septik]] (20%).<ref name="Joost 2018"/> Orang yang hanya mengalami radang paru-paru pneumonia mungkin mengalami batuk yang menonjol dengan dahak dan sesak napas. Namun, mereka yang mengalami syok septik bersama dengan radang paru-paru mungkin mengalami batuk yang minimal.<ref name="Yi 2014"/> Hasil [[sinar-X]] dada dapat membentang dari infiltrat nodular difus pada mereka yang mengalami syok septik hingga [[konsolidasi paru-paru|pemadatan paru-paru]] progresif di [[paru-paru|lobus atas]] pada mereka yang hanya mengalami radang paru-paru. [[Efusi pleura|Kelebihan cairan di rongga pleura]] dan [[empiema|pengumpulan nanah di dalam rongga]] lebih sering terjadi pada melioidosis yang memengaruhi lobus bawah paru-paru.<ref name="Yi 2014"/> Dalam 10% kasus, orang menderita radang paru-paru sekunder yang disebabkan oleh bakteri lain setelah infeksi primer.<ref name="Currie 2015"/>


Depending on the course of infection, other severe manifestations develop. About 1 to 5% of those infected develop [[encephalomyelitis|inflammation of the brain and brain covering]] or [[brain abscess|collection of pus in the brain]]; 14 to 28% develop [[acute pyelonephritis|bacterial inflammation of the kidneys]], kidney abscess or [[prostatic abscess]]es; 0 to 30% develop neck or [[parotid gland|salivary gland]] abscesses; 10 to 33% develop liver, spleen, or paraintestinal abscesses; 4 to 14% develop [[septic arthritis]] and [[osteomyelitis]].<ref name="Joost 2018"/> Rare manifestations include [[lymphadenopathy|lymph node disease]] resembling tuberculosis,<ref name="Gassiep 2020">{{cite journal | vauthors = Gassiep I, Armstrong M, Norton R | title = Human Melioidosis | journal = Clinical Microbiology Reviews | volume = 33 | issue = 2 | date = March 2020 | pmid = 32161067 | pmc = 7067580 | doi = 10.1128/CMR.00006-19 }}</ref> [[mediastinum|mediastinal]] masses, [[pericardial effusion|collection of fluid in the heart covering]],<ref name="Currie 2015"/> [[mycotic aneurysm|abnormal dilatation of blood vessels due to infection]],<ref name="Joost 2018"/> and [[pancreatitis|inflammation of the pancreas]].<ref name="Currie 2015"/> In Australia, up to 20% of infected males develop prostatic abscess characterized by [[dysuria|pain during urination]], difficulty in passing urine, and [[urinary retention]] requiring [[catheter]]isation.<ref name="Joost 2018"/> [[Rectal examination]] shows inflammation of the [[prostate]].<ref name="Currie 2015"/> In Thailand, 30% of the infected children develop parotid abscesses.<ref name="Joost 2018"/> Encephalomyelitis can occur in healthy people without risk factors. Those with melioidosis encephomyelitis tend to have normal [[computed tomography]] scans, but increased [[T2*-weighted imaging|T2 signal]] by [[magnetic resonance imaging]], extending to the [[brain stem]] and [[spinal cord]]. Clinical signs include: unilateral [[upper motor neuron]] limb weakness, [[focal neurological signs|cerebellar signs]], and cranial nerve palsies ([[Sixth nerve palsy|VI]], [[Facial nerve paralysis|VII]] nerve palsies and [[bulbar palsy]]). Some cases presented with [[flaccid paralysis]] alone.<ref name="Currie 2015"/> In northern Australia, all melioidosis with encephalomyelitis cases had elevated white cells in the [[cerebrospinal fluid]] (CSF), mostly [[mononuclear cell]]s with elevated CSF protein.<ref name="Gassiep 2020"/>
Manifestasi parah lainnya terjadi bergantung pada perjalanan infeksi. Sekitar 1% hingga 5% dari mereka yang terjangkit mengalami [[ensefalomielitis|radang otak dan penutup otak]] atau [[bisul otak|kumpulan nanah di otak]], dengan 14% hingga 28% mengalami peradangan bakteri pada ginjal, bisul ginjal atau bisul prostat; 0 sampai 30% mengembangkan abses leher atau kelenjar ludah dan 10% hingga 33% mengalami bisul hati, limpa, atau paraintestinal; 4 sampai 14% mengembangkan artritis septik dan osteomielitis.<ref name="Joost 2018"/> Rare manifestations include [[lymphadenopathy|lymph node disease]] resembling tuberculosis,<ref name="Gassiep 2020">{{cite journal | vauthors = Gassiep I, Armstrong M, Norton R | title = Human Melioidosis | journal = Clinical Microbiology Reviews | volume = 33 | issue = 2 | date = March 2020 | pmid = 32161067 | pmc = 7067580 | doi = 10.1128/CMR.00006-19 }}</ref> [[mediastinum|mediastinal]] masses, [[pericardial effusion|collection of fluid in the heart covering]],<ref name="Currie 2015"/> [[mycotic aneurysm|abnormal dilatation of blood vessels due to infection]],<ref name="Joost 2018"/> and [[pancreatitis|inflammation of the pancreas]].<ref name="Currie 2015"/> In Australia, up to 20% of infected males develop prostatic abscess characterized by [[dysuria|pain during urination]], difficulty in passing urine, and [[urinary retention]] requiring [[catheter]]isation.<ref name="Joost 2018"/> [[Rectal examination]] shows inflammation of the [[prostate]].<ref name="Currie 2015"/> In Thailand, 30% of the infected children develop parotid abscesses.<ref name="Joost 2018"/> Encephalomyelitis can occur in healthy people without risk factors. Those with melioidosis encephomyelitis tend to have normal [[computed tomography]] scans, but increased [[T2*-weighted imaging|T2 signal]] by [[magnetic resonance imaging]], extending to the [[brain stem]] and [[spinal cord]]. Clinical signs include: unilateral [[upper motor neuron]] limb weakness, [[focal neurological signs|cerebellar signs]], and cranial nerve palsies ([[Sixth nerve palsy|VI]], [[Facial nerve paralysis|VII]] nerve palsies and [[bulbar palsy]]). Some cases presented with [[flaccid paralysis]] alone.<ref name="Currie 2015"/> In northern Australia, all melioidosis with encephalomyelitis cases had elevated white cells in the [[cerebrospinal fluid]] (CSF), mostly [[mononuclear cell]]s with elevated CSF protein.<ref name="Gassiep 2020"/>

=== Kronis ===
Chronic melioidosis is usually defined by symptoms lasting longer than two months, and occurs in about 10% of patients.<ref name="Joost 2018"/> Clinical presentations include fever, weight loss, and productive cough with or without bloody sputum, which may mimic [[tuberculosis]]. Additionally, long-standing abscesses at multiple body sites may also present.<ref name="Yi 2014"/> Tuberculosis should be considered if lymph nodes are enlarged at the [[root of the lung]]. Chronic melioidosis may present with cavitating pneumonia resembling chronic pulmonary tuberculosis.<ref>{{Cite journal|last1=Brightman|first1=Christopher|last2=Locum|date=2020|title=Melioidosis: the Vietnamese time bomb|journal=Trends in Urology & Men's Health|language=en|volume=11|issue=3|pages=30–32|doi=10.1002/tre.753|issn=2044-3749|doi-access=free}}</ref> Pneumonia caused by melioidosis rarely causes scarring and calcification of the lungs, unlike tuberculosis.<ref name="Gassiep 2020"/>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 29 Oktober 2021 18.00

Melioidosis
Bisul melioidosis di perut
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular Sunting ini di Wikidata
PenyebabBurkholderia pseudomallei spread by contact to soil or water[1]
Faktor risikoDiabetes mellitus, thalassaemia, alcoholism, chronic kidney disease[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaTiada, demam, radang paru-paru, beberapa bisul[1]
KomplikasiEncephalomyelitis, septic shock, acute pyelonephritis, septic arthritis, osteomyelitis[1]
Awal muncul1-21 hari setelah terjangkit[1]
DiagnosisMengembangkan bakteri di perantara kultur[1]
Kondisi serupaTuberculosis[2]
Tata laksana
PencegahanMencegah dari kontak dengan air yang terkontaminasi, profilaksis antibiotik[1]
PerawatanCeftazidime, meropenem, co-trimoxazole[1]
Distribusi dan frekuensi
Prevalensi165,000 orang tiap tahun[1]
Kematian89,000 orang tiap tahunr[1]

Melioidosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif bernama Burkholderia pseudomallei.[1] Kebanyakan orang yang dijangkiti Burkholderia pseudomallei tidak mengalami satupun gejala, tetapi mereka yang mengalami gejala memiliki tanda dan gejala dari gejala ringan seperti demam, perubahan kulit, radang paru-paru, dan bisul, hingga gejala berat seperti radang otak, radang sendi, dan tekanan darah rendah yang berbahaya yang menyebabkan kematian.[1] Sekitar 10% dari orang penderita melioidosis mengalami gejala yang berlangsung lebih dari dua bulan yang disebut melioidosis kronis.[1]

Manusia dijangkiti Burkholderia pseudomallei melalui kontak dengan air yang tercemar. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui luka, tarikan napas, atau penelanan. Penularan dari manusia ke manusia atau dari hewan ke manusia sangat jarang terjadi.[1] Infeksi ini masih ada di Asia Tenggara, khususnya di timur laut Thailand dan utara Australia.[1] Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, kasus melioidosis umumnya diimpor dari negara-negara tempat melioidosis lebih sering terjadi.[3] Tanda dan gejala melioidosis menyerupai tuberkulosis dan sering terjadi kesalahan diagnosis.[4][2] Diagnosis biasanya dikonfirmasi oleh pertumbuhan Burkholderia pseudomallei dari darah atau cairan tubuh orang yang dijangkiti lainnya.[1] Mereka yang menderita melioidosis pertama-tama diobati dengan antibiotik intravena "fase intensif" (paling sering seftazidima) diikuti dengan pengobatan kotrimoksazol selama beberapa bulan.[1] Bahkan jika dirawat dengan cermat, sekitar 10% penderita melioidosis meninggal karenanya. Jika tidak ditangani dengan cermat, tingkat kematian bisa melonjak hingga 40%.[1]

Upaya pencegahan melioidosis antara lain memakai alat pelindung diri saat menangani air yang terkontaminasi, membiasakan kebersihan tangan, minum air matang, dan menghindari kontak langsung dengan tanah, air, atau hujan lebat. Antibiotik kotrimoksazol hanya digunakan sebagai pencegahan untuk individu yang berisiko tinggi terkena melioidosis setelah terpapar bakteri. Tiada vaksin untuk melioidosis yang telah disetujui.[1]

Sekitar 165 ribu orang dijangkiti melioidosis tiap tahun dan menewaskan 89 ribu orang. Diabetes adalah faktor risiko utama penyakit melioidosis dengan lebih dari setengah kasus melioidosis terjadi pada penderita diabetes.[1] Peningkatan curah hujan dikaitkan dengan lonjakan jumlah kasus melioidosis di daerah endemi.[2] Melioidosis pertama kali dideskripsikan oleh Alfred Whitmore pada tahun 1912 di wilayah yang saat ini bernama Myanmar.[5]

Tanda dan gejala

Akut

Schematic depiction of the signs of melioidosis
Chest X-ray showing opacity of the left middle and lower zones of the lung.
CT and MRI scans showing lesion of the right frontal lobe of the brain.
Septic arthritis of the left hip with joint destruction

Pajanan terhadap Burkholderia pseudomallei biasanya dapat menyebabkan antibodi diproduksi untuk melawan bakteri itu tanpa gejala apapun. Dari pasien yang menderita infeksi klinis, 85% pasien mengalami gejala akut dari pemerolehan bakteri terkini.[1][6][7] Masa inkubasi rata-rata melioidosis akut adalah 9 hari (kisaran 1–21 hari).[1] Walau begitu, gejala melioidosis dapat muncul dalam 24 jam bagi mereka yang dijangkiti saat hampir tenggelam di air yang terkontaminasi.[7] Mereka yang terkena melioidosis akan memunculkan gejala sepsis (terutama demam) dengan atau tanpa radang paru-paru, atau bisul atau fokus infeksi lainnya. Adanya tanda dan gejala yang tidak spesifik yang menyebabkan melioidosis dijuluki "peniru ulung".[1]

Orang yang menderita diabetes melitus atau pajanan bakteri secara teratur berada pada peningkatan risiko menderita melioidosis. Penyakit ini harus dipertimbangkan pada mereka yang tinggal di daerah endemi yang mengalami demam, radang paru-paru, atau bisul di hati, limpa, prostat, atau kelenjar parotid mereka. Manifestasi klinis penyakit ini dapat membentang dari perubahan kulit yang sederhana hingga masalah organ yang parah.[1] Perubahan kulit dapat berupa bisul atau tukak nonspesifik.[8] Di utara Australia, 60% dari anak-anak yang terjangkit hanya menunjukkan lesi kilit, sedangkan 20% dari anak-anak yang terjangkit menunjukkan radang paru-paru.[3] Organ yang paling sering terkena melioidosis adalah hati, limpa, paru-paru, prostat, dan ginjal. Di antara tanda-tanda klinis yang paling umum adalah adanya bakteri dalam darah (dalam 40% sampai 60% kasus), radang paru-paru (50%), dan syok septik (20%).[1] Orang yang hanya mengalami radang paru-paru pneumonia mungkin mengalami batuk yang menonjol dengan dahak dan sesak napas. Namun, mereka yang mengalami syok septik bersama dengan radang paru-paru mungkin mengalami batuk yang minimal.[2] Hasil sinar-X dada dapat membentang dari infiltrat nodular difus pada mereka yang mengalami syok septik hingga pemadatan paru-paru progresif di lobus atas pada mereka yang hanya mengalami radang paru-paru. Kelebihan cairan di rongga pleura dan pengumpulan nanah di dalam rongga lebih sering terjadi pada melioidosis yang memengaruhi lobus bawah paru-paru.[2] Dalam 10% kasus, orang menderita radang paru-paru sekunder yang disebabkan oleh bakteri lain setelah infeksi primer.[3]

Manifestasi parah lainnya terjadi bergantung pada perjalanan infeksi. Sekitar 1% hingga 5% dari mereka yang terjangkit mengalami radang otak dan penutup otak atau kumpulan nanah di otak, dengan 14% hingga 28% mengalami peradangan bakteri pada ginjal, bisul ginjal atau bisul prostat; 0 sampai 30% mengembangkan abses leher atau kelenjar ludah dan 10% hingga 33% mengalami bisul hati, limpa, atau paraintestinal; 4 sampai 14% mengembangkan artritis septik dan osteomielitis.[1] Rare manifestations include lymph node disease resembling tuberculosis,[9] mediastinal masses, collection of fluid in the heart covering,[3] abnormal dilatation of blood vessels due to infection,[1] and inflammation of the pancreas.[3] In Australia, up to 20% of infected males develop prostatic abscess characterized by pain during urination, difficulty in passing urine, and urinary retention requiring catheterisation.[1] Rectal examination shows inflammation of the prostate.[3] In Thailand, 30% of the infected children develop parotid abscesses.[1] Encephalomyelitis can occur in healthy people without risk factors. Those with melioidosis encephomyelitis tend to have normal computed tomography scans, but increased T2 signal by magnetic resonance imaging, extending to the brain stem and spinal cord. Clinical signs include: unilateral upper motor neuron limb weakness, cerebellar signs, and cranial nerve palsies (VI, VII nerve palsies and bulbar palsy). Some cases presented with flaccid paralysis alone.[3] In northern Australia, all melioidosis with encephalomyelitis cases had elevated white cells in the cerebrospinal fluid (CSF), mostly mononuclear cells with elevated CSF protein.[9]

Kronis

Chronic melioidosis is usually defined by symptoms lasting longer than two months, and occurs in about 10% of patients.[1] Clinical presentations include fever, weight loss, and productive cough with or without bloody sputum, which may mimic tuberculosis. Additionally, long-standing abscesses at multiple body sites may also present.[2] Tuberculosis should be considered if lymph nodes are enlarged at the root of the lung. Chronic melioidosis may present with cavitating pneumonia resembling chronic pulmonary tuberculosis.[10] Pneumonia caused by melioidosis rarely causes scarring and calcification of the lungs, unlike tuberculosis.[9]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Joost 2018
  2. ^ a b c d e f Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Yi 2014
  3. ^ a b c d e f g Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Currie 2015
  4. ^ Brightman, Christopher; Locum (2020). "Melioidosis: the Vietnamese time bomb". Trends in Urology & Men's Health (dalam bahasa Inggris). 11 (3): 30–32. doi:10.1002/tre.753alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2044-3749. 
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Whitmore 1912
  6. ^ Currie BJ, Ward L, Cheng AC (2010). "The epidemiology and clinical spectrum of melioidosis: 540 cases from the 20 year Darwin prospective study". PLOS Negl Trop Dis. 4 (11): e900. doi:10.1371/journal.pntd.0000900. PMC 2994918alt=Dapat diakses gratis. PMID 21152057. 
  7. ^ a b Bennett JE, Raphael D, Martin JB, Currie BJ (2015). "223". Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases (edisi ke-Eighth). Elsevier. hlm. 2541–2549. ISBN 978-1-4557-4801-3. 
  8. ^ Fertitta L, Monsel G, Torresi J, Caumes E (February 2019). "Cutaneous melioidosis: a review of the literature". International Journal of Dermatology. 58 (2): 221–227. doi:10.1111/ijd.14167. hdl:11343/284394alt=Dapat diakses gratis. PMID 30132827. 
  9. ^ a b c Gassiep I, Armstrong M, Norton R (March 2020). "Human Melioidosis". Clinical Microbiology Reviews. 33 (2). doi:10.1128/CMR.00006-19. PMC 7067580alt=Dapat diakses gratis. PMID 32161067. 
  10. ^ Brightman, Christopher; Locum (2020). "Melioidosis: the Vietnamese time bomb". Trends in Urology & Men's Health (dalam bahasa Inggris). 11 (3): 30–32. doi:10.1002/tre.753alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2044-3749. 

Pranala luar

Klasifikasi
Sumber luar

Templat:Infeksi kulit bakteri