Lompat ke isi

Paleopatologi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mumi Dengan Tuberkolosis

Paleopatologi, yang juga disebut sebagai palaeopatologi, adalah sebuah studi mengenai penyakit pada masa kuno. Ilmu ini berguna untuk memahami mengenai sejarah penyakit, dan menerapkan pemahaman ini untuk memprediksi masa yang akan datang.

Sejarah paleopatologi

[sunting | sunting sumber]

Di luar Indonesia, terutama di Eropa, Ilmu Paleopatologi berkembang antara masa Renaisans dan abad ke sembilan belas. Pada masa itu, terdapat peningkatan rasa ketertarikan terhadap penyakit kuno, terutama penyakit pada hewan prasejarah. Ilmu paleopatologi yang khusus mempelajari manusia, berkembang pada pertengahan abad ke sembilan belas dan Perang Dunia I ketika beberapa orang dokter dan antropolog mulai menulis buku mengenai patologi pada kerangka kuno. Setelah Perang Dunia Pertama, cabang ilmu ini kemudian dianggap sebagai sebuah cabang ilmu ilmiah.[1]

Setelah Perang Dunia II paleopatologi mulai dipandang sebagai alat yang penting untuk memahami populasi pada masa lalu, dan pada tahap ini cabang ilmu ini mulai berhubungan dengan epidemiologi dan demografi

Paleopatologi Manusia

[sunting | sunting sumber]

Paleopatologi Manusia dibagi menjadi beberapa kelompok:

Luka traumatis seperti patah tulang dan tulang yang cacat dapat dengan mudah untuk dilihat. Bukti mengenai kondisi kesehatan yang lainnya seperti Tuberkolosis dan Sifilis, dapat juga ditemukan pada tulang. Penyakit persendian seperti Artritis dan Pirai (gout) juga sering ditemukan. Kasus paleopatologi tertua yang terdokumentasi di Indonesia adalah paha Pithecanthropus erectus yang kemungkinan menderita Myositis ossificans.[2]

Arkeolog sering menggunakan paleopatologi sebagai alat utama untuk memahami mengenai kehidupan manusia pada masa lampau. Sebagai contoh, deformasi tengkorak pada Suku Maya, ketika tulang tengkorak dibuat menjadi lonjong. Selain itu terdapat pula bukti lainnya seperti trepanasi, atau proses melubangi kranium, baik itu satu kali, maupun beberapa kali dalam satu individu. Trepanasi yang sembuh sebagian atau seluruhnya menandakan bahwa pelaku prosedur ini sering kali selamat hingga lubang tersebut menutup.

Penyakit menular dalam arkeologi

[sunting | sunting sumber]

Beberapa penyakit tercatat dalam rekaman arkeologi. Melalui penelitian, penyakit ini dapat diidentifikasi, dan terkadang merupakan penyebab kematian untuk beberapa individu. Selain jenis kelamin, umur, dan sebagainya, paleopatologis menganalisis kondisi tulang untuk menentkan penyakit apa yang dimiliki oleh individu tersebut. Tujuan dari mencari penyakit yang dialami oleh individu tersebut, dan meneliti apakah penyakit tersebut masih ada pada saat ini atau tidak.[3] Beberapa penyakit ditemukan karena terdapat perubahan di tulang, yaitu

Selain tulang, biologi molekular juga digunakan sebagai alat oleh cabang ilmu paleopatologi selama beberapa dekade terakhir, karena DNA telah dapat diambil dari sisa manusia yang berumur ratusan tahun. Sebagai contoh, penggunaan analisis DNA dalam penelitian mengenai Yersinia pestis sebagai bakteri penyebab Wabah Yustinianus dan Maut Hitam.[4][5] sedangkan teori penyebab wabah lainnya, anthrax, tidak ditemukan.[4]

Tuberkulosis

[sunting | sunting sumber]

Beberapa penyakit sangat sulit untuk dievaluasi dalam arkeologi, namun, tuberkulosis dapat ditemukan dan berasal dari masa Neolitik. Tuberkulosis diperkirakan menular dari hewan ternak ke manusia melalui daging dan susu yang terkontaminasi.[6] Terdapat kemungkinan penyakit ini juga menular melalui orang yang terinfeksi. Ketika seseorang yang terinfeksi batuk, mereka mengeluarkan lendir yang terinfeksi dari tubuh mereka yang dapat menginfeksi orang yang didekatnya.[7] Tuberkulosis masuk kedalam penelitian arkeologi melalui pengambilan DNA dari sisa kerangka manusia. Tuberkulosis sangat jarang terdapat pada kerangka individu dan ketika ada, biasanya hanya pada tingkat lanjut.[8] Bakteri Tuberkulosis menetap di area pertumbuhan dan area tulang yang kenyal seperti spons. Penyakit ini memiliki periode pematangan yang lama. Periode pematangan merupakan waktu yang dibutuhkan penyakit tersebut memiliki potensi yang menghancurkan secara penuh. Karena lamanya periode ini, maka tuberkulosis merusak tubuh dan pada saat yang bersamaan, tubuh memperbaiki dirinya sendiri. Bukti pengaruh penyakit ini terhadap tulang dapat dilihat dari kerusakan dan tingkat kesembuhan struktur tulang terutama pada persendian. Tuberkulosis biasanya menjadi bahan penelitian arkeologi dari informasi yang terdapat pada bagian lutut, panggul, dan juga tulang belakang sisa-sisa manusia.[7]

Paleopatologi hewan

[sunting | sunting sumber]

Dalam dunia Arkeologi, studi mengenai penyakit pada hewan tidak dipelajari sedalam studi pada manusia. Salah satu yang membahas paleopatologi pada hewan adalah Baker dan Brothwell [9] yang dipublikasi pada tahun 1980 dan masih dipergunakan hingga sat ini. Studi paleopatologi pada hewan mencakup bagasan yang sangat luas. Mulai dari masa dinosaurus hingga masa prasejarah manusia.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Aufderheide, A.C and Rodríguez-Martín, C. 1998. The Cambridge Encyclopedia of Human Paleopathology. Cambridge: Cambridge University Press.
  2. ^ David, A.R. (10). "Cancer: an old disease, a new disease or something in between?". Nature Reviews Cancers. 10: 728-33. doi:10.1038/nrc2914. 
  3. ^ Janssens 1970, pg 2
  4. ^ a b Raoult, D (2000-11-07). "Molecular identification by "suicide PCR" of Yersinia pestis as the agent of medieval black death". Proc Natl Acad Sci U S A. 97 (23): 12800–3. doi:10.1073/pnas.220225197. PMC 18844alt=Dapat diakses gratis. PMID 11058154. Diakses tanggal 2011-05-03. 
  5. ^ Drancourt, M (2004 Sep). "Genotyping, Orientalis-like Yersinia pestis, and plague pandemics". Emerg Infect Dis. 10 (9): 1585–92. doi:10.3201/eid1009.030933. PMC 3320270alt=Dapat diakses gratis. PMID 15498160. Diakses tanggal 2011-05-03. 
  6. ^ Roberts 1995
  7. ^ a b Roberts 1995, pg 137
  8. ^ Buikstra 2006, pg. 310 and 364
  9. ^ Baker, J, and Brothwell, D. 1980. Animal Diseases in Archaeology. London: Academic Press.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Buikstra, Jane E. and Lane A. Beck (2006). Bioarchaeology: The Contextual Analysis of Human Remains. Amsterdam: Academic Press. 
  • Janssens, Paul A. (1970). Paleopathology: Diseases and Injuries of Prehistoric Man. USA: Humanities Press Inc. 
  • Roberts, Charlotte and Keith Manchester (1995). The Archaeology of Disease. USA: Cornell University Press. 
  • Cohen, Mark Nathan and George J. Armelagos (1984). Paleopathology at the Origins of Agriculture. Orlando, Fl: Academic Press Inc. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]