Pemotongan kelamin perempuan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 Maret 2015 19.24 oleh Gsarwa (bicara | kontrib) (Masih kontroversi)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

DefinisiDidefinisikan tahun 1977 oleh WHO, UNICEF dan UNFPA sebagai "sebagain atau seluruh penghilangan bagain luar kelamin wanita atau pelukaan lainnya pada organ kelamin wanita untuk alasan non-medis."[1]
AreaTerutama terjadi di 27 negara di Africa, juga di Yaman dan Iraqi Kurdistan[2]

Khitan pada wanita adalah khitan/sunat pada wanita yang dilakukan secara insisi, eksisi ataupun hanya simbolis saja.

Khitan pada wanita sampai saat ini tetap menimbulkan kontroversi, termasuk di Indonesia, walaupun banyak khitan pada muslimah anak-anak Indonesia, dilakukan secara simbolis saja, tetapi masih banyak yang melakukannya secara ekstrim/berlebihan.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa khitan wajib dilakukan ketika si anak hampir cukup umur atau akil baligh. Khitan pada muslim anak-anak adalah wajib, sedangkan khitan pada muslimah anak-anak adalah terpuji/sunnah dan bukannya wajib.

Menurut WHO

Menurut WHO khitan pada wanita terbagi dalam 4 cara:[3]

  • Clitoridectomy, yaitu pemotongan kulit di sekitar klitoris (kulup), dengan atau tanpa mengiris/menggores bagian atau seluruh klitoris.
  • Eksisi, berupa pemotongan klitoris disertai pemotongan sebagian atau seluruh bibir kecil kemaluan (labia minora).
  • Infibulation, berupa pemotongan bagian atau seluruh alat kelamin luar disertai penjahitan/penyempitan lubang vagina (infibulasi).
  • Segala macam prosedur yang dilakukan pada genital untuk tujuan non-medis, penusukkan, perlubangan, atau pengirisan/penggoresan terhadap klitoris.

Sumber agama Islam

Al-Quran sendiri tidak pernah menyebut-nyebut tentang khitan. Pada zaman Nabi Muhammad a.s. dan sebelumnya, khitan dijalankan oleh umat Yahudi dan Kristiani untuk alasan agama. Sekarang ini, orang Yahudi tetap berkhitan dan tidak makan babi, sedangkan orang Kristen sudah jarang berkhitan. Pengikut al-Quran semata-mata (eksklusif) menyatakan bahwa khitan bertentangan dengan al-Quran.[4]

Di kalangan Ulama (cendekiawan Islam resmi), ada banyak perbedaan pendapat tentang kewajiban berkhitan sesuai Syariat Islam. Imam Abū Ḥanīfa, penggagas mazhab Hanafi Fiqh (jurisprudensi Islam), dan Malik ibn Anas menyatakan bahwa khitan adalah suatu Sunnah Mu'akkadah—tidak wajib tetapi digalakkan. Mazhab Syafi`i dan Hanbali melihatnya sebagai wajib pada semua umat Islam.[5]

Hadis

Fitrah itu lima:

  1. khitan;
  2. memotong bulu kemaluan;
  3. menggunting misai;
  4. memotong kuku; dan
  5. mencabut bulu ketiak. (Bukhari-Muslim)

"Bersihkanlah dirimu dari rambut kufur dan berkhitanlah." (Ahmad dan Abu Daud)

Manfaat berkhitan

Bagi Laki-Laki

Di antara fungsi berkhitan bagi lelaki adalah membuang tempat bersarangnya kotoran dan kuman pada kulup.

Bagi wanita

Sebagian meyakini bahwa sunat wanita dalam Islam dapat menstabilkan rangsangan syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam (dikhitan terlalu dalam maksudnya mungkin memotong sebagian klitoris) bisa membuat wanita tidak mempunyai hasrat sama sekali, sebaliknya, jika kulit yang menonjol ke atas vaginanya (sama dengan preputium pada zakar/alat kelamin lelaki (kulup) atau penutup klitoris)(identical with preputium) boleh dipotong untuk membuat wanita lebih menikmati hubungan seksual.

Hikmah

  1. asas kebersihan dalam Islam
  2. untuk perbedaan agama (namun pada hari ini, khitan juga dilakukan oleh non-Muslim)
  3. mempercantik bentuk kemaluan
  4. memelihara tenaga batin
  5. sunah Nabi Ibrahim a.s dan Rasulullah
  6. menghindarkan zakar terkurung di dalam kulup ketika sedang ereksi atau menegang
  7. menghindarkan dari penyakit
  8. mengurangi keinginan onani/masturbasi ketika anak-anak baru baligh

Berkhitan juga dikatakan dapat menghindarkan diri dari terkena penyakit berbahaya seperti HIV. Hasil kajian ahli dari Eropa dan Afrika di empat buah kota besar di Afrika menemukan bahwa yang berkhitan memiliki resiko tiga kali lebih kecil untuk dijangkiti HIV/AIDS.Circumcision 'reduces HIV risk'

Di dunia

Di dunia banyak terjadi di Sabuk Afrika dan umumnya dilakukan khitan pada wanita secara berlebihan dengan alasan yang mungkin tidak masuk akal, seperti akan sulit mendapat jodoh atau yang tidak dikhitan dikatakan pelacur.

Sunat pada wanita secara berlebihan dapat memicu pendarahan, infeksi, kesulitan buang air kecil dan menstruasi serta infeksi kandung kemih. Sedangkan dalam jangka panjang dapat memicu trauma emosi, kesulitan melakukan hubungan seksual dan melahirkan serta gangguan masalah kesuburan rahim dan juga kelahiran bayi mereka.[6]

Pada tahun 2013, diperkirakan ada 125 juta wanita di dunia yang telah mengalami mutilasi alat kelaminnya, tetapi terdapat kecenderungan penurunan angka kejadian selama 30 tahun terakhir ini.[7]

Di Indonesia

Di Indonesia jarang ditemui mutilasi total pada alat kelamin wanita seperti di Afrika. Yang sering dilakukan di Indonesia saat ini dari yang paling ringan adalah:

  • Secara simbolis, hanya menempelkan gunting pada alat kelamin wanita
  • Secara simbolis, dengan menggores sedikit alat kelamin wanita
  • Membuang sedikit dari penutup (kulup) klitoris
  • Membuang semua penutup (kulup) klitoris

Pada tahun 2001-2003 penelitian di enam propinsi mendapati bahwa terdapat 28 persen yang melakukan khitan pada wanita secara simbolis dengan sedikit goresan atau hanya menempelkan gunting pada alat kelamin wanita.[3]

Dari segi pendidikan, 87,5 persen wanita tanpa pendidikan tinggi mengkhitankan anak wanitanya, sedangkan 66,2 persen wanita berpendidikan tinggi mengkhitankan anak wanitanya bahkan hingga pemotongan klitoris secara penuh dan tidak menyadari akibat-akibatnya.[8]

Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) menyatakan bahwa sunat perempuan boleh dilakukan asal tidak menyimpang. MUI menegaskan batasan atau tata cara khitan perempuan seusia dengan ketentuan syariah, yaitu khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah atau praeputium atau kulup) yang menutupi klitoris; dan khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi).[3]

Walaupun demikian Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mengatakan khitan yang dilakukan terhadap wanita walaupun secara simbolis dengan menyayat atau mengoleskan kunyit tetap merupakan tindak kekerasan. Sedangkan sebelumnya pada tahun 2006 Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan larangan sunat perempuan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Sejak itu, banyak bayi perempuan yang tidak lagi disunat dan dengan dikeluarkannya Fatwa MUI, maka Menteri Kesehatan mengecam hal tersebut dan banyak tenaga medis yang menyayangkan hal tersebut, karena berbeda dengan sirkumsisi/sunat pada laki-laki yang memberikan manfaat kesehatan, maka khitan pada wanita samasekali tidak memberikaan manfaat, bahkan beresiko terhadap kesehatan.[9][3]

Dalam rangka Hari Internasional Anti Sunat Perempuan (tiap tanggal 6 Pebruari), Komnas Perempuan di Indonesia, mengatakan masih ada khitan pada wanita, karena faktor budaya dan agama, dan yang mengatakan bahwa khitan pada wanita dimuliakan, dikarenakan hal tersebut dilihat dari perspektif laki-laki saja.[10]

Referensi

  1. ^ "Classification of female genital mutilation", World Health Organization, 2014 (hereafter WHO 2014).
  2. ^ Female Genital Mutilation/Cutting: A Statistical Overview and Exploration of the Dynamics of Change, New York: United Nations Children's Fund, July 2013 (hereafter UNICEF 2013), pp. 5, 26–27.
  3. ^ a b c d "Stop Sunat Anak Perempuan!". Diakses tanggal 12 Maret 2, 2014. 
  4. ^ Qur'an against circumcision (Qur'an Alone)
  5. ^ Medical Ethics of Male Circumcision
  6. ^ "Gbla dan Kisah Sunat Perempuan". Diakses tanggal 12 Maret 2015. 
  7. ^ "Sunat perempuan dengan mutilasi capai 125 juta". Diakses tanggal 12 Maret 2015. 
  8. ^ Fuad Mahbub Siraj. "Khitan bagi Perempuan Ditinjau dari Kesehatan dan Islam". Diakses tanggal 12 Maret 2015. 
  9. ^ "Komnas kecam sunat perempuan". Diakses tanggal 12 Maret 2015. 
  10. ^ Antonius Eko (6 Pebruari 2015). "Agama dan Budaya Pemicu Sunat Perempuan di Indonesia".