Tiga Orang Haji: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik orang adalah di jamanku (sahabat), kemudian orang sesudah mereka (tabi’in) dan kemudian orang sesudah mereka (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim) Sehingga Rasul beserta para sahabatnya adalah salaf umat ini. Demikian pula setiap orang yang menyerukan dakwah sebagaimana mereka juga disebut sebagai orang yang menempuh manhaj/metode salaf, atau biasa disebut dengan istilah salafi, artinya pengikut Salaf.
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
'''Tiga Orang Haji''' adalah julukan kepada tiga orang [[ulama Minangkabau]] yang dianggap sebagai ulama yang paling awal membawa ajaran atau paham [[Ahlusunnah asli]] yang anti-[[khurafat]], [[bid'ah]], dan anti-ke[[syirik]]an ke [[Minangkabau]]. Ketiga orang ulama itu adalah [[Haji Miskin]], [[Haji Piobang]], dan [[Haji Sumanik]].
'''Tiga Orang Haji''' adalah julukan kepada tiga orang [[ulama Minangkabau]] yang dianggap sebagai ulama yang paling awal membawa ajaran atau paham [[Manhaj salaf]] yang anti-[[khurafat]], [[bid'ah]], dan anti-ke[[syirik]]an ke [[Minangkabau]]. Ketiga orang ulama itu adalah [[Haji Miskin]], [[Haji Piobang]], dan [[Haji Sumanik]].


== Riwayat ==
== Riwayat ==

Revisi per 6 September 2023 04.04

Tiga Orang Haji adalah julukan kepada tiga orang ulama Minangkabau yang dianggap sebagai ulama yang paling awal membawa ajaran atau paham Manhaj salaf yang anti-khurafat, bid'ah, dan anti-kesyirikan ke Minangkabau. Ketiga orang ulama itu adalah Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik.

Riwayat

Ketiga orang ulama ini sudah lama berada di Timur Tengah, awalnya mereka menuntut ilmu agama Islam di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, lalu kemudian ke Mekah, Arab Saudi. Sewaktu berada di tanah Arab, mereka menjalani dan melihat sendiri pergerakan ahlut-tauhid di sana.

Setelah mereka kembali ke Minangkabau pada awal abad ke-19, dan melihat sendiri praktik-praktik maksiat yang ada di Ranah Minang pada masa itu, mereka prihatin dan berniat hendak memperbaikinya dengan cara kaum Wahabi yang ada di tanah Arab. Kepulangan mereka disambut oleh beberapa ulama lainnya yang ada di Minangkabau, seperti Tuanku Nan Renceh dan beberapa ulama lainnya.

Pada usia 20-an tahun (1803), Tuanku Imam Bonjol bersama dengan Tuanku Nan Renceh belajar kepada Tiga Orang Haji tersebut. Ketiga orang haji inilah yang mengajari Tuanku Imam Bonjol selain Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Nan Tuo.[1] Oleh Mardjani Martamin, ketiga orang ini disebut sebagai Tiga Orang Haji.[1]

Referensi

  1. ^ a b Martamin, Mardjani (1985). Tuanku Imam Bonjol. hal.22 – 25. Jakarta:Depdikbud.

Pranala luar