Upacara minum teh (Jepang): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Di tahun +Pada tahun)
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
 
(15 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Museum_für_Ostasiatische_Kunst_Dahlem_Berlin_Mai_2006_017.jpg|thumb|300px|''Chashitsu'' (ruangan upacara minum teh)]]
[[Berkas:Museum für Ostasiatische Kunst Dahlem Berlin Mai 2006 017.jpg|jmpl|300px|''Chashitsu'' (ruangan upacara minum teh)]]
{{nihongo|'''Upacara minum teh'''|茶道|sadō, chadō|jalan teh}} adalah ritual tradisional [[Jepang]] dalam menyajikan [[teh]] untuk tamu. Pada zaman dulu disebut {{nihongo|'''chatō'''|茶の湯}} atau ''cha no yu''. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut ''nodate''.
{{nihongo|'''Upacara minum teh'''|茶道|sadō, chadō|jalan teh}} adalah ritual tradisional [[Jepang]] dalam menyajikan [[teh]] untuk tamu. Pada zaman dulu disebut {{nihongo|'''chatō'''|茶の湯}} atau ''cha no yu''. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut ''nodate''.


Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut ''chashitsu''. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih [[lukisan]] dinding (''kakejiku''), [[bunga]] (''chabana''), dan [[mangkuk]] [[keramik]] yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.
Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut ''chashitsu''. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih [[lukisan]] dinding (''kakejiku''), [[bunga]] (''chabana''), dan [[mangkuk]] [[keramik]] yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.


Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, [[agama]], apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (''[[chashitsu]]'') dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut.
Teh tidak hanya dituang dengan air panas dan diminum, tetapi sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, [[agama]], apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (''[[chashitsu]]'') dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut.


Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.
Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.
Baris 10: Baris 10:
Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk [[matcha]] yang dibuat dari [[teh hijau]] yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut ''matchadō'', sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis ''sencha'' disebut ''senchadō''.
Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk [[matcha]] yang dibuat dari [[teh hijau]] yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut ''matchadō'', sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis ''sencha'' disebut ''senchadō''.


Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ''ocha'' (teh). Istilah ''ocha no keiko'' bisa berarti belajar mempraktekkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.
Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ''ocha'' (teh). Istilah ''ocha no keiko'' bisa berarti belajar mempraktikkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Lu Yu (Riku U) adalah seorang ahli teh dari [[dinasti Tang]] di [[Tiongkok]] yang menulis buku berjudul ''Ch'a Ching'' (茶经) atau Chakyō (bahasa Inggris: ''Classic of Tea''). Buku ini merupakan [[ensiklopedia]] mengenai sejarah teh, cara menanam teh, sejarah minum teh, dan cara membuat dan menikmati teh.
Lu Yu (Riku U) adalah seorang ahli teh dari [[dinasti Tang]] di [[Tiongkok]] yang menulis buku berjudul ''Ch'a Ching'' (茶经) atau Chakyō (bahasa Inggris: ''Classic of Tea''). Buku ini merupakan [[ensiklopedia]] mengenai sejarah teh, cara menanam teh, sejarah minum teh, dan cara membuat dan menikmati teh.


Produksi teh dan tradisi minum teh dimulai sejak [[zaman Heian]] setelah teh dibawa masuk ke Jepang oleh duta kaisar yang dikirim ke dinasti Tang. Literatur klasik [[Nihon Kōki]] menulis tentang [[Kaisar Saga]] yang sangat terkesan dengan teh yang disuguhkan pendeta bernama Eichu sewaktu mengunjungi [[Provinsi Ōmi]] di tahun [[815]]. Catatan dalam Nihon Kōki merupakan sejarah tertulis pertama tentang tradisi minum teh di Jepang.
Produksi teh dan tradisi minum teh dimulai sejak [[zaman Heian]] setelah teh dibawa masuk ke Jepang oleh duta kaisar yang dikirim ke dinasti Tang. Literatur klasik [[Nihon Kōki]] menulis tentang [[Kaisar Saga]] yang sangat terkesan dengan teh yang disuguhkan pendeta bernama Eichu sewaktu mengunjungi [[Provinsi Ōmi]] pada tahun [[815]]. Catatan dalam Nihon Kōki merupakan sejarah tertulis pertama tentang tradisi minum teh di Jepang.


Pada masa itu, teh juga masih berupa teh hasil [[fermentasi]] setengah matang mirip [[Teh Oolong]] yang dikenal sekarang ini. Teh dibuat dengan cara merebus teh di dalam air panas dan hanya dinikmati di beberapa kuil agama Buddha. Teh belum dinikmati di kalangan terbatas sehingga kebiasaan minum teh tidak sempat menjadi populer.
Pada masa itu, teh juga masih berupa teh hasil [[fermentasi]] setengah matang mirip [[Teh Oolong]] yang dikenal sekarang ini. Teh dibuat dengan cara merebus teh di dalam air panas dan hanya dinikmati di beberapa kuil agama Buddha. Teh belum dinikmati di kalangan terbatas sehingga kebiasaan minum teh tidak sempat menjadi populer.
Baris 21: Baris 21:
Di [[zaman Kamakura]], pendeta [[Eisai]] dan [[Dogen]] menyebarkan ajaran [[Zen]] di Jepang sambil memperkenalkan ''[[matcha]]'' yang dibawanya dari Tiongkok sebagai obat. Teh dan ajaran Zen menjadi populer sebagai unsur utama dalam penerangan spiritual. Penanaman teh lalu mulai dilakukan di mana-mana sejalan dengan makin meluasnya kebiasaan minum teh.
Di [[zaman Kamakura]], pendeta [[Eisai]] dan [[Dogen]] menyebarkan ajaran [[Zen]] di Jepang sambil memperkenalkan ''[[matcha]]'' yang dibawanya dari Tiongkok sebagai obat. Teh dan ajaran Zen menjadi populer sebagai unsur utama dalam penerangan spiritual. Penanaman teh lalu mulai dilakukan di mana-mana sejalan dengan makin meluasnya kebiasaan minum teh.


Permainan tebak-tebakan daerah tempat asal air yang diminum berkembang di [[zaman Muromachi]]. Permainan tebak-tebakan air minum disebut Tōsui dan menjadi populer sebagai judi yang disebut Tōcha. Pada Tōcha, permainan berkembang menjadi tebak-tebakan nama merek teh yang yang diminum.
Permainan tebak-tebakan daerah tempat asal air yang diminum berkembang di [[zaman Muromachi]]. Permainan tebak-tebakan air minum disebut Tōsui dan menjadi populer sebagai judi yang disebut Tōcha. Pada Tōcha, permainan berkembang menjadi tebak-tebakan nama merek teh yang diminum.


Pada masa itu, perangkat minum teh dari [[dinasti Tang]] dinilai dengan harga tinggi. Kolektor perlu mengeluarkan banyak uang untuk bisa mengumpulkan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh menjadi populer di kalangan [[daimyo]] yang mengadakan upacara minum teh secara mewah menggunakan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh seperti ini dikenal sebagai ''Karamono suki'' dan ditentang oleh nenek moyang ahli minum teh Jepang yang bernama [[Juko|Murata Jukō]]. Menurut Jukō, minuman keras dan perjudian harus dilarang dari acara minum teh. Acara minum teh juga harus merupakan sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Acara minum teh yang diperkenalkan Jukō merupakan asal-usul upacara minum teh aliran [[Wabicha]].
Pada masa itu, perangkat minum teh dari [[dinasti Tang]] dinilai dengan harga tinggi. Kolektor perlu mengeluarkan banyak uang untuk bisa mengumpulkan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh menjadi populer di kalangan [[daimyo]] yang mengadakan upacara minum teh secara mewah menggunakan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh seperti ini dikenal sebagai ''Karamono suki'' dan ditentang oleh nenek moyang ahli minum teh Jepang yang bernama [[Juko|Murata Jukō]]. Menurut Jukō, minuman keras dan perjudian harus dilarang dari acara minum teh. Acara minum teh juga harus merupakan sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Acara minum teh yang diperkenalkan Jukō merupakan asal usul upacara minum teh aliran [[Wabicha]].


Wabicha dikembangkan oleh seorang pedagang sukses dari kota [[Sakai, Osaka|Sakai]] bernama [[Takeno Shoo|Takeno Shōō]] dan disempurnakan oleh murid (''deshi'') yang bernama [[Sen no Rikyu|Sen no Rikyū]] di [[zaman Azuchi Momoyama]]. Wabicha ala Rikyū menjadi populer di kalangan [[samurai]] dan melahirkan murid-murid terkenal seperti [[Gamo Ujisato|Gamō Ujisato]], [[Hosokawa Tadaoki]], [[Makimura Hyobu|Makimura Hyōbu]], [[Seta Kamon]], [[Furuta Shigeteru]], [[Shigeyama Kenmotsu]], [[Takayama Ukon]], [[Rikyu Shichitetsu|Rikyū Shichitetsu]]. Selain itu, dari aliran Wabicha berkembang menjadi aliran-aliran baru yang dipimpin oleh [[daimyo]] yang piawai dalam upacara minum teh seperti [[Kobori Masakazu]], [[Katagiri Sekiju|Katagiri Sekijū]] dan [[Oda Nagamasa|Oda Uraku]]. Sampai saat ini masih ada sebutan ''Bukesadō'' untuk upacara minum teh gaya kalangan samurai dan ''Daimyōcha'' untuk upacara minum teh gaya daimyō.
Wabicha dikembangkan oleh seorang pedagang sukses dari kota [[Sakai, Osaka|Sakai]] bernama [[Takeno Shoo|Takeno Shōō]] dan disempurnakan oleh murid (''deshi'') yang bernama [[Sen no Rikyu|Sen no Rikyū]] di [[zaman Azuchi Momoyama]]. Wabicha ala Rikyū menjadi populer di kalangan [[samurai]] dan melahirkan murid-murid terkenal seperti [[Gamo Ujisato|Gamō Ujisato]], [[Hosokawa Tadaoki]], [[Makimura Hyobu|Makimura Hyōbu]], [[Seta Kamon]], [[Furuta Shigeteru]], [[Shigeyama Kenmotsu]], [[Takayama Ukon]], [[Rikyu Shichitetsu|Rikyū Shichitetsu]]. Selain itu, dari aliran Wabicha berkembang menjadi aliran-aliran baru yang dipimpin oleh [[daimyo]] yang piawai dalam upacara minum teh seperti [[Kobori Masakazu]], [[Katagiri Sekiju|Katagiri Sekijū]] dan [[Oda Nagamasa|Oda Uraku]]. Sampai saat ini masih ada sebutan ''Bukesadō'' untuk upacara minum teh gaya kalangan samurai dan ''Daimyōcha'' untuk upacara minum teh gaya daimyō.
Baris 31: Baris 31:
Kalangan penduduk kota yang berminat mempelajari upacara minum teh disambut dengan tangan terbuka oleh aliran [[Sansenke]] (tiga aliran Senke: [[Omotesenke]], [[Urasenke]] dan [[Mushanokojisenke|Mushanokōjisenke]]) dan pecahan aliran Senke.
Kalangan penduduk kota yang berminat mempelajari upacara minum teh disambut dengan tangan terbuka oleh aliran [[Sansenke]] (tiga aliran Senke: [[Omotesenke]], [[Urasenke]] dan [[Mushanokojisenke|Mushanokōjisenke]]) dan pecahan aliran Senke.


Kepopuleran upacara minum teh menyebabkan jumlah murid menjadi semakin banyak sehingga perlu diatur dengan suatu sistem. [[Iemoto seido]] adalah peraturan yang lahir dari kebutuhan mengatur hirarki antara guru dan murid dalam seni tradisional Jepang.
Kepopuleran upacara minum teh menyebabkan jumlah murid menjadi semakin banyak sehingga perlu diatur dengan suatu sistem. [[Iemoto seido]] adalah peraturan yang lahir dari kebutuhan mengatur hierarki antara guru dan murid dalam seni tradisional Jepang.


[[Joshinsai]] (guru generasi ke-7 aliran [[Omotesenke]]) dan [[Yūgensai]] (guru generasi ke-8 aliran [[Urasenke]]) dan murid senior Joshinsai yang bernama [[Kawakami Fuhaku]] ([[Edosenke]] generasi pertama) kemudian memperkenalkan metode baru belajar upacara minum teh yang disebut [[Shichijishiki]]. Upacara minum teh dapat dipelajari oleh banyak murid secara bersama-sama dengan metode Shichijishiki.
[[Joshinsai]] (guru generasi ke-7 aliran [[Omotesenke]]) dan [[Yūgensai]] (guru generasi ke-8 aliran [[Urasenke]]) dan murid senior Joshinsai yang bernama [[Kawakami Fuhaku]] ([[Edosenke]] generasi pertama) kemudian memperkenalkan metode baru belajar upacara minum teh yang disebut [[Shichijishiki]]. Upacara minum teh dapat dipelajari oleh banyak murid secara bersama-sama dengan metode Shichijishiki.
Baris 37: Baris 37:
Berbagai aliran upacara minum teh berusaha menarik minat semua orang untuk belajar upacara minum teh, sehingga upacara minum teh makin populer di seluruh Jepang. Upacara minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat juga berdampak buruk terhadap upacara minum teh yang mulai dilakukan tidak secara serius seperti sedang bermain-main.
Berbagai aliran upacara minum teh berusaha menarik minat semua orang untuk belajar upacara minum teh, sehingga upacara minum teh makin populer di seluruh Jepang. Upacara minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat juga berdampak buruk terhadap upacara minum teh yang mulai dilakukan tidak secara serius seperti sedang bermain-main.


Sebagian guru upacara minum teh berusaha mencegah kemunduran dalam upacara minum teh dengan menekankan pentingnya nilai spiritual dalam upacara minum teh. Pada waktu itu, kuil [[Daitokuji]] yang merupakan kuil sekte [[Rinzai]] berperan penting dalam memperkenalkan nilai spiritual upacara minum teh sekaligus melahirkan prinsip [[Wakeiseijaku]] yang berasal dari upacara minum teh aliran Rikyū.
Sebagian guru upacara minum teh berusaha mencegah kemunduran dalam upacara minum teh dengan menekankan pentingnya nilai spiritual dalam upacara minum teh. Pada waktu itu, kuil [[Daitokuji]] yang merupakan kuil sekte [[Rinzai]] berperan penting dalam memperkenalkan nilai spiritual upacara minum teh sekaligus melahirkan prinsip [[Wakeiseijaku]] yang berasal dari upacara minum teh aliran Rikyū.


Di akhir Keshogunan Tokugawa, [[Ii Naosuke]] menyempurnakan prinsip [[Ichigo ichie]] (satu kehidupan satu kesempatan). Pada masa ini, upacara minum teh yang sekarang dikenal sebagai ''sadō'' berhasil disempurnakan dengan penambahan prosedur sistematis yang riil seperti ''otemae'' (teknik persiapan, penyeduhan, penyajian teh) dan masing-masing aliran menetapkan gaya serta dasar filosofi yang bersifat [[abstrak]].
Di akhir Keshogunan Tokugawa, [[Ii Naosuke]] menyempurnakan prinsip [[Ichigo ichie]] (satu kehidupan satu kesempatan). Pada masa ini, upacara minum teh yang sekarang dikenal sebagai ''sadō'' berhasil disempurnakan dengan penambahan prosedur sistematis yang riil seperti ''otemae'' (teknik persiapan, penyeduhan, penyajian teh) dan masing-masing aliran menetapkan gaya serta dasar filosofi yang bersifat [[abstrak]].
Baris 53: Baris 53:
** [[Mushanokōjisenke]] (nama ''chashitsu'': ''Kankyū-an'')
** [[Mushanokōjisenke]] (nama ''chashitsu'': ''Kankyū-an'')
* [[Sotanryu|Sōtanryū]] - Aliran yang dilahirkan [[Sensōtan]] (anak Sen no Shōan) dan murid-muridnya. Selain aliran Sansenke, aliran Matsuoryū, aliran Yōkenryū, aliran Sōhenryū, aliran Fusairyū dan aliran Hisadaryū juga masih merupakan garis keturunan Sotanshitennō.
* [[Sotanryu|Sōtanryū]] - Aliran yang dilahirkan [[Sensōtan]] (anak Sen no Shōan) dan murid-muridnya. Selain aliran Sansenke, aliran Matsuoryū, aliran Yōkenryū, aliran Sōhenryū, aliran Fusairyū dan aliran Hisadaryū juga masih merupakan garis keturunan Sotanshitennō.
* [[Sakaisenke]] - Keluarga utama Senke. [[Sen no Doan|Sen no Dōan]] (putra sah [[Sen no rikyu|Sen no rikyū]]) merupakan penerus keluarga Senke, tapi garis keturunannya terputus.
* [[Sakaisenke]] - Keluarga utama Senke. [[Sen no Doan|Sen no Dōan]] (putra sah [[Sen no rikyu|Sen no rikyū]]) merupakan penerus keluarga Senke, tetapi garis keturunannya terputus.
* [[Anraku Anryu|Anraku Anryū]]
* [[Anraku Anryu|Anraku Anryū]]
* Ueda Sōkoryū (pendiri: [[Ueda Shigeyasu]]
* Ueda Sōkoryū (pendiri: [[Ueda Shigeyasu]]
Baris 68: Baris 68:
* [[Yamada Sohen|Sōhenryū]]
* [[Yamada Sohen|Sōhenryū]]
* Sōwaryū (pendiri: Kanamori Shigechika)
* Sōwaryū (pendiri: Kanamori Shigechika)
* Dainippon Sadōgakkai
* Dainippon Sadōgakkai
* Chinshinryū
* Chinshinryū
* Nararyū
* Nararyū
Baris 106: Baris 106:
== Referensi ==
== Referensi ==
* Sen Sōsa, ''Cha no yu nyūmon: Omotesenke'', Nihon Hōsō Shuppan Kyōkai, 1995.
* Sen Sōsa, ''Cha no yu nyūmon: Omotesenke'', Nihon Hōsō Shuppan Kyōkai, 1995.
* {{ja}} [http://www1.odn.ne.jp/~cas30550/chanoyu-j/chajin.html Daftar nama guru upacara minum teh]
* {{ja}} [http://www1.odn.ne.jp/~cas30550/chanoyu-j/chajin.html Daftar nama guru upacara minum teh] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20061105001056/http://www1.odn.ne.jp/~cas30550/chanoyu-j/chajin.html |date=2006-11-05 }}
* {{ja}} [http://www2.tokai.or.jp/hiramatu/onyak/onyak3/tya-ha.htm Daftar istilah upacara minum teh dan cara membacanya]
* {{ja}} [http://www2.tokai.or.jp/hiramatu/onyak/onyak3/tya-ha.htm Daftar istilah upacara minum teh dan cara membacanya] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060909054205/http://www2.tokai.or.jp/hiramatu/onyak/onyak3/tya-ha.htm |date=2006-09-09 }}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* {{en}} [http://www.teahyakka.com/E.html Pengantar tentang upacara minum teh]
* {{en}} [http://www.teahyakka.com/E.html Pengantar tentang upacara minum teh]
* {{ja}} [http://www.omotesenke.jp/ Situs resmi aliran Omotesenke]
* {{ja}} [http://www.omotesenke.jp/ Situs resmi aliran Omotesenke]
* {{ja}} [http://www.urasenke.or.jp/ Situs resmi aliran aliran Urasenke]
* {{ja}} [http://www.urasenke.or.jp/ Situs resmi aliran aliran Urasenke]
* {{ja}} [http://www.mushakouji-senke.or.jp/ Situs resmi aliran aliran Mushakōjisenke]
* {{ja}} [http://www.mushakouji-senke.or.jp/ Situs resmi aliran aliran Mushakōjisenke]
* {{ja}} [http://www.santokuan.or.jp/index2.html Situs resmi asosiasi upacara minum teh]
* {{ja}} [http://www.santokuan.or.jp/index2.html Situs resmi asosiasi upacara minum teh] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070106175524/http://www.santokuan.or.jp/index2.html |date=2007-01-06 }}


{{commons|Category:Japanese tea ceremony}}
{{commons|Category:Japanese tea ceremony}}
Baris 120: Baris 120:
[[Kategori:Budaya Jepang]]
[[Kategori:Budaya Jepang]]
[[Kategori:Teh]]
[[Kategori:Teh]]

{{Link FA|ro}}
{{Link FA|simple}}

[[ar:سادو]]
[[ca:Cerimònia del te]]
[[de:Japanische Teezeremonie]]
[[en:Japanese tea ceremony]]
[[eo:Japana teceremonio]]
[[es:Ceremonia del té japonesa]]
[[et:Teetseremoonia]]
[[fa:مراسم چای ژاپنی]]
[[fi:Japanilainen teetaide]]
[[fr:Chanoyu]]
[[he:טקס תה יפני]]
[[hu:Japán teaszertartás]]
[[hy:Տյանոյու]]
[[is:Japönsk teathöfn]]
[[it:Cha no yu]]
[[ja:茶道]]
[[ko:다도]]
[[lv:Japāņu tējas ceremonija]]
[[nl:Japanse theeceremonie]]
[[nn:Japansk teseremoni]]
[[no:Chanoyu]]
[[pl:Japońska ceremonia picia herbaty]]
[[pt:Cerimónia do chá]]
[[ro:Ceremonia ceaiului]]
[[ru:Японская чайная церемония]]
[[simple:Japanese tea ceremony]]
[[sr:Јапанска чајна церемонија]]
[[sv:Japansk teceremoni]]
[[ta:தேனீர் சடங்கு]]
[[th:ซะโด]]
[[uk:Тядо]]
[[vi:Trà đạo]]
[[zh:日本茶道]]

Revisi terkini sejak 5 Januari 2023 21.58

Chashitsu (ruangan upacara minum teh)

Upacara minum teh (茶道, sadō, chadō, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chatō (茶の湯) atau cha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate.

Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut chashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan dinding (kakejiku), bunga (chabana), dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.

Teh tidak hanya dituang dengan air panas dan diminum, tetapi sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut.

Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.

Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha yang dibuat dari teh hijau yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchadō, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha disebut senchadō.

Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar mempraktikkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Lu Yu (Riku U) adalah seorang ahli teh dari dinasti Tang di Tiongkok yang menulis buku berjudul Ch'a Ching (茶经) atau Chakyō (bahasa Inggris: Classic of Tea). Buku ini merupakan ensiklopedia mengenai sejarah teh, cara menanam teh, sejarah minum teh, dan cara membuat dan menikmati teh.

Produksi teh dan tradisi minum teh dimulai sejak zaman Heian setelah teh dibawa masuk ke Jepang oleh duta kaisar yang dikirim ke dinasti Tang. Literatur klasik Nihon Kōki menulis tentang Kaisar Saga yang sangat terkesan dengan teh yang disuguhkan pendeta bernama Eichu sewaktu mengunjungi Provinsi Ōmi pada tahun 815. Catatan dalam Nihon Kōki merupakan sejarah tertulis pertama tentang tradisi minum teh di Jepang.

Pada masa itu, teh juga masih berupa teh hasil fermentasi setengah matang mirip Teh Oolong yang dikenal sekarang ini. Teh dibuat dengan cara merebus teh di dalam air panas dan hanya dinikmati di beberapa kuil agama Buddha. Teh belum dinikmati di kalangan terbatas sehingga kebiasaan minum teh tidak sempat menjadi populer.

Di zaman Kamakura, pendeta Eisai dan Dogen menyebarkan ajaran Zen di Jepang sambil memperkenalkan matcha yang dibawanya dari Tiongkok sebagai obat. Teh dan ajaran Zen menjadi populer sebagai unsur utama dalam penerangan spiritual. Penanaman teh lalu mulai dilakukan di mana-mana sejalan dengan makin meluasnya kebiasaan minum teh.

Permainan tebak-tebakan daerah tempat asal air yang diminum berkembang di zaman Muromachi. Permainan tebak-tebakan air minum disebut Tōsui dan menjadi populer sebagai judi yang disebut Tōcha. Pada Tōcha, permainan berkembang menjadi tebak-tebakan nama merek teh yang diminum.

Pada masa itu, perangkat minum teh dari dinasti Tang dinilai dengan harga tinggi. Kolektor perlu mengeluarkan banyak uang untuk bisa mengumpulkan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh menjadi populer di kalangan daimyo yang mengadakan upacara minum teh secara mewah menggunakan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh seperti ini dikenal sebagai Karamono suki dan ditentang oleh nenek moyang ahli minum teh Jepang yang bernama Murata Jukō. Menurut Jukō, minuman keras dan perjudian harus dilarang dari acara minum teh. Acara minum teh juga harus merupakan sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Acara minum teh yang diperkenalkan Jukō merupakan asal usul upacara minum teh aliran Wabicha.

Wabicha dikembangkan oleh seorang pedagang sukses dari kota Sakai bernama Takeno Shōō dan disempurnakan oleh murid (deshi) yang bernama Sen no Rikyū di zaman Azuchi Momoyama. Wabicha ala Rikyū menjadi populer di kalangan samurai dan melahirkan murid-murid terkenal seperti Gamō Ujisato, Hosokawa Tadaoki, Makimura Hyōbu, Seta Kamon, Furuta Shigeteru, Shigeyama Kenmotsu, Takayama Ukon, Rikyū Shichitetsu. Selain itu, dari aliran Wabicha berkembang menjadi aliran-aliran baru yang dipimpin oleh daimyo yang piawai dalam upacara minum teh seperti Kobori Masakazu, Katagiri Sekijū dan Oda Uraku. Sampai saat ini masih ada sebutan Bukesadō untuk upacara minum teh gaya kalangan samurai dan Daimyōcha untuk upacara minum teh gaya daimyō.

Sampai di awal zaman Edo, ahli upacara minum teh sebagian besar terdiri dari kalangan terbatas seperti daimyo dan pedagang yang sangat kaya. Memasuki pertengahan zaman Edo, penduduk kota yang sudah sukses secara ekonomi dan membentuk kalangan menengah atas secara beramai-ramai menjadi peminat upacara minum teh.

Kalangan penduduk kota yang berminat mempelajari upacara minum teh disambut dengan tangan terbuka oleh aliran Sansenke (tiga aliran Senke: Omotesenke, Urasenke dan Mushanokōjisenke) dan pecahan aliran Senke.

Kepopuleran upacara minum teh menyebabkan jumlah murid menjadi semakin banyak sehingga perlu diatur dengan suatu sistem. Iemoto seido adalah peraturan yang lahir dari kebutuhan mengatur hierarki antara guru dan murid dalam seni tradisional Jepang.

Joshinsai (guru generasi ke-7 aliran Omotesenke) dan Yūgensai (guru generasi ke-8 aliran Urasenke) dan murid senior Joshinsai yang bernama Kawakami Fuhaku (Edosenke generasi pertama) kemudian memperkenalkan metode baru belajar upacara minum teh yang disebut Shichijishiki. Upacara minum teh dapat dipelajari oleh banyak murid secara bersama-sama dengan metode Shichijishiki.

Berbagai aliran upacara minum teh berusaha menarik minat semua orang untuk belajar upacara minum teh, sehingga upacara minum teh makin populer di seluruh Jepang. Upacara minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat juga berdampak buruk terhadap upacara minum teh yang mulai dilakukan tidak secara serius seperti sedang bermain-main.

Sebagian guru upacara minum teh berusaha mencegah kemunduran dalam upacara minum teh dengan menekankan pentingnya nilai spiritual dalam upacara minum teh. Pada waktu itu, kuil Daitokuji yang merupakan kuil sekte Rinzai berperan penting dalam memperkenalkan nilai spiritual upacara minum teh sekaligus melahirkan prinsip Wakeiseijaku yang berasal dari upacara minum teh aliran Rikyū.

Di akhir Keshogunan Tokugawa, Ii Naosuke menyempurnakan prinsip Ichigo ichie (satu kehidupan satu kesempatan). Pada masa ini, upacara minum teh yang sekarang dikenal sebagai sadō berhasil disempurnakan dengan penambahan prosedur sistematis yang riil seperti otemae (teknik persiapan, penyeduhan, penyajian teh) dan masing-masing aliran menetapkan gaya serta dasar filosofi yang bersifat abstrak.

Memasuki akhir zaman Edo, upacara minum teh yang menggunakan matcha yang disempurnakan kalangan samurai menjadi tidak populer di kalangan masyarakat karena tata krama yang kaku. Masyarakat umumnya menginginkan upacara minum teh yang bisa dinikmati dengan lebih santai. Pada waktu itu, orang mulai menaruh perhatian pada teh sencha yang biasa dinikmati sehari-hari. Upacara minum teh yang menggunakan sencha juga mulai diinginkan orang banyak. Berdasarkan permintaan orang banyak, pendeta Baisaō yang dikenal juga sebagai Kō Yūgai menciptakan aliran upacara minum teh dengan sencha (Senchadō) yang menjadi mapan dan populer di kalangan sastrawan.

Pemerintah feodal yang ada di seluruh Jepang merupakan pengayom berbagai aliran upacara minum teh, sehingga kesulitan keuangan melanda berbagai aliran upacara minum teh setelah pemerintah feodal dibubarkan di awal era Meiji. Hilangnya bantuan finansial dari pemerintah feodal akhirnya digantikan oleh pengusaha sukses seperti Masuda Takashi lalu bertindak sebagai pengayom berbagai aliran upacara minum teh.

Pada tahun 1906, pelukis terkenal bernama Okakura Tenshin menerbitkan buku berjudul The Book of Tea di Amerika Serikat. Memasuki awal abad ke-20, istilah sadō atau chadō mulai banyak digunakan bersama-sama dengan istilah cha no yu atau Chanoyu.

Aliran upacara minum teh[sunting | sunting sumber]

  • Sansenke - Aliran yang dimulai oleh Sen no Shōan yang merupakan anak yang dibawa oleh istri muda Sen no Rikyū dan diteruskan oleh garis keturunan keluarganya hingga sekarang. Sansenke merupakan garis keturunan terpisah dari keluarga Sakaisenke. Aliran Sansenke terdiri dari:
  • Sōtanryū - Aliran yang dilahirkan Sensōtan (anak Sen no Shōan) dan murid-muridnya. Selain aliran Sansenke, aliran Matsuoryū, aliran Yōkenryū, aliran Sōhenryū, aliran Fusairyū dan aliran Hisadaryū juga masih merupakan garis keturunan Sotanshitennō.
  • Sakaisenke - Keluarga utama Senke. Sen no Dōan (putra sah Sen no rikyū) merupakan penerus keluarga Senke, tetapi garis keturunannya terputus.
  • Anraku Anryū
  • Ueda Sōkoryū (pendiri: Ueda Shigeyasu
  • Urakuryū (pendiri: Oda Uraku)
  • Edo Senkeryū
  • Enshūryū (pendiri: Kobori Masakazu)
  • Oriberyū
  • Sakairyū
  • Sekishūryū (pendiri: Katagiri Sekishū)
  • Sekishūryū Ikeiha
  • Sekishūryū Ōguchiha
  • Sekishūryū Shimizuha
  • Sekishūryū Nomuraha
  • Sōhenryū
  • Sōwaryū (pendiri: Kanamori Shigechika)
  • Dainippon Sadōgakkai
  • Chinshinryū
  • Nararyū
  • Nambōryū
  • Hayamiryū
  • Fusairyū
  • Higokoryū - Aliran berkembang di wilayah han Kumamoto dan terdiri dari:
    • Furuichiryū
    • Koboriryū
    • Kayanoryū
  • Hisadaryū
  • Fujibayashiryū
  • Fuhakuryū (pendiri: Kawakami Fuhaku)
  • Fumairyū
  • Hosokawasansairyū (pendiri: Hosokawa Tadaoki)
  • Horinouchiryū
  • Matsuoryū
  • Mitaniryū
  • Miyabiryū
  • Yabunouchiryū
  • Rikyūryū
  • Kogetsuenshūryū

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]