Akhir sejarah
Akhir sejarah (bahasa Inggris: end of history) adalah sebuah gagasan politik dan filosofis yang menyatakan bahwa suatu sistem politik, ekonomi, atau sosial akan muncul dan menjadi titik akhir perkembangan sosial-budaya manusia, sehingga akan menjadi bentuk pemerintahan manusia yang terakhir. Terdapat beberapa penulis yang berpendapat bahwa sistem tertentu adalah "akhir sejarah", seperti Thomas More dalam buku Utopia, Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Karl Marx,[1] Vladimir Solovyov, Alexandre Kojève,[2] serta Francis Fukuyama dalam bukunya dari tahun 1992, The End of History and the Last Man.[3]
Gagasan akhir sejarah tidaklah sama dengan akhir zaman atau kiamat seperti yang dikemukakan oleh agama-agama, karena konsep tersebut membayangkan bahwa dunia atau kehidupan di Bumi akan hancur. Gagasan akhir sejarah justru menyatakan bahwa akan ada suatu bentuk pemerintahan, ekonomi, atau sosial yang akan terus diikuti oleh manusia. Istilah ini sendiri pertama kali digunakan oleh seorang filsuf dan matematikawan Prancis Antoine Augustin Cournot pada tahun 1861.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Clarke, J. J. (1971). ""The End of History": A Reappraisal of Marx's Views on Alienation and Human Emancipation". Canadian Journal of Political Science / Revue canadienne de science politique. 4 (3): 367–380. JSTOR 3231359.
- ^ Boucher, Geoff. "History and Desire in Kojève".
- ^ Fukuyama sendiri sudah mengubah beberapa gagasannya dan meninggalkan unsur-unsur neokonservatif semenjak meletusnya Perang Irak. Interview with Ex-Neocon Francis Fukuyama: "A Model Democracy Is not Emerging in Iraq" Spiegel Online, 22 Maret 2006
- ^ Mike Featherstone, "Global and Local Cultures", in John Bird, Barry Curtis, Tim Putnam, Mapping the Futures: Local Cultures, Global Change (1993), hlm. 184, n. 3.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Does the global terrorism threat, rising inequality and stagnant economic growth signal the end of times? Australian Broadcasting Corporation. July 28, 2017.