Apartheid
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Apartheid (dari Afrikaans yang berarti pemisahan atau negara terpisah) adalah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari tahun 1948 hingga awal tahun 1990 an. Sistem ini bercirikan budaya politik yang otoriter yang mana dijalankan oleh minoritas kulit putih Afrika Selatan dengan menekan kelas sosial lainnya sehingga menjamin minoritas kulit putih menguasai negara secara politik, ekonomi dan sosial[1]. Sistem ini hampir tidak berbeda jauh dengan sistem kelas sosial pada jaman penjajahan Belanda di Indonesia, dimana kelas sosial dibagi menjadi kulit putih pada tingkat tertinggi, lalu diikuti Coloureds (Timur Asing), dan terakhir orang Pribumi Afrika (Bantu, Xhosa, dan lain-lain)[1]. Dampak sosial dan ekonomi dari sistem ini masih terasa hingga sekarang, walaupun sistem ini sudah dibasmi sejak 1990 an.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Hukum apartheid dicanangkan pertama kali di Afrika Selatan, yang pada tahun 1930-an dikuasai oleh dua bangsa kulit putih, koloni Inggris di Cape Town dan Namibia dan para Afrikaner Boer yang mencari emas/keberuntungan di tanah kosong Afrika Selatan bagian timur atau disebut Transvaal (sekarang kota Pretoria).
Penemuan emas terjadi di beberapa daerah di Afrika Selatan, para penambang ini tiba-tiba menjadi sangat kaya, dan kemudian sepakat untuk mengakhiri perang di antara mereka, dan membentuk Persatuan Afrika Selatan.
Melalui kebijaksanaan ini, penduduk Afrika Selatan digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu kulit putih atau keturunan Eropa, suku bangsa Bantu (salah satu suku bangsa di Afrika Selatan), orang Asia yang kebanyakan adalah orang Pakistan dan India, dan orang kulit berwarna atau berdarah campuran, diantaranya kelompok Melayu Cape. Pemisahan suku yang dilakukan di Afrika Selatan ini mendapat tanggapan dunia internasional. Bahkan Majelis Umum PBB mengutuk perbuatan itu. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut juga mendapat tanggapan yang serius dari rakyat Afrika Selatan. Di Afrika Selatan sering terjadi gerakan-gerakan pemberontakan untuk menghapus pemerintahan Apartheid. Gerakan yang terkenal dilakukan oleh kalangan rakyat kulit hitam Afrika Selatan dipelopori oleh African National Congress (ANC) yang berada di bawah pimpinan Nelson Mandela.
Perjuangan Nelson Mandela
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1961, ia memimpin aksi rakyat Afrika Selatan untuk tinggal di dalam rumah. Aksi tersebut ditanggapi oleh pemerintah Apartheid dengan menangkap dan kemudian menjebloskan Mandela ke penjara Pretoria tahun 1962. Mandela baru dibebaskan pada tanggal 11 Februari 1990 pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk. Pembebasan Nelson Mandela membawa dampak positif terhadap perjuangan rakyat Afrika Selatan dalam memperjuangkan penghapusan pemerintahan Apartheid. Pada tanggal 2 Mei 1990 untuk pertama kalinya pemerintahan Afrika Selatan mengadakan perundingan dengan ANC untuk membuat undang-undang nonrasial. Pada tanggal 7 Juni 1990 Frederik Willem de Klerk menghapuskan Undang-undang Darurat Negara yang berlaku hampir pada setiap bagian negara Afrika Selatan.
Perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh Nelson Mandela dalam menegakkan kekuasaan tanpa adanya rasialisme di Afrika Selatan dan menghapuskan kekuasaan Apartheid memakan waktu yang cukup lama. Nelson Mandela terus berjuang untuk mencapai kebebasan negerinya baik perjuangan yang dilakukan di dalam negerinya, agar mendapat dukungan dari seluruh rakyatnya, maupun perjuangan yang dilakukan di luar negeri, yaitu untuk mendapatkan pengakuan atas perjuanganya dalam menghapuskan kekuasaan Apartheid di Afrika Selatan. Upaya-upaya yang ditempuh oleh Nelson Mandela tersebut mulai menampakkan hasil yang menggembirakan, ketika pemerintah minoritas kulit putih di bawah pimpinan Frederik Willem de Klerk memberikan angin segar kebebasan bagi warga kulit hitam.
Pada tanggal 21 Februari 1991, di hadapan sidang parlemen Afrika Selatan, presiden Frederik Willem de Klerk mengumumkan penghapusan semua ketentuan dan eksistensi sistem politik Apartheid. Pengumuman itu diikuti dengan penghapusan 3 undang-undang yang memperkuat kekuasaan Apartheid, yaitu:
- Land act, yaitu undang-undang yang melarang orang kulit hitam memiliki "homeland" di luar wilayah tempat tinggal yang telah ditentukan
- Group Areas Act, yaitu undang-undang yang mengatur pemisahan tempat tinggal orang-orang kulit putih dan kulit hitam.
- Population Registration Act, yaitu undang-undang yang mewajibkan semua orang kulit hitam untuk mendaftarkan diri menurut kelompok suku masing-masing.
Penghapusan undang-undang tersebut diikuti dengan janji pemerintahan Frederik Willem de Klerk untuk menyelenggarakan pemilu tanpa pembatasan rasial (pemilu multirasial).Garis politik yang ditempuh Presiden De Klerk tersebut menghentak banyak pihak dan membangkitkan semangat perjuangan orang-orang kulit hitam dalam rangka memperjuangkan Afrika Selatan tanpa adanya perbedaan rasialais.
Dari banyak sekali "homeland" (bahasa Afrikaans: Tuisland) yang dibentuk/ dipisahkan dari Afrika Selatan yang "putih".Empat menyatakan kemerdekaannya; yaitu negara yang dikelompokkan menjadi TBVC (Transkei, Bophutatswana, Venda, dan Ciskei) dari suku bahasanya. Frederik Willem de Klerk adalah orang yang mengakhiri masa suram ini dengan pidato-pidatonya yang reformatif. Negara Republik Afrika Selatan setelahnya ini akan berdiri dengan pimpinan demokratis Nelson Mandela yang mempunyai nama alias "Rolitlatla" (Pengambil Ranting/pencari gara-gara)
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Byrnes, Mark (10 December 2010). "Life in Apartheid-Era South Africa". CityLab.
- Understanding Apartheid Learner's Book Diarsipkan 2015-04-08 di Wayback Machine. – Seri PDF, dipublikasikan dari Apartheid Museum
- ^ a b Mayne, Alan J. (1999). From politics past to politics future: an integrated analysis of current and emergent paradigms (edisi ke-1. publ). Westport, Conn.: Praeger. ISBN 978-0-275-96151-0.